Oleh : Susi Tri
Bagi seorang muslim, halal-haram adalah harga mati atas apa yang dikonsumsi. Sayangnya di negeri yang mayoritas penduduknya muslim sampai detik ini belum ada kepastian jaminan kehalalan atas apa yang dikonsumsi.
Masih banyak beredar di tengah-tengah masyarakat bahan pangan halal dioplos dengan bahan pangan haram. Meskipun Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang kini resmi menjadi lembaga pemerintah yang mengelola Jaminan Produk Halal (JPH) mewajibkan pelaku usaha untuk mensertifikasi produknya, belum ada jaminan kaum muslim akan dengan mudah mendapatkan produk yang halal, apalagi jika para pelaku usaha mensertifikasi halal produknya bukan berdasarkan ketakwaan kepada Allah tapi hanya sekedar meraup keuntungan.
Kehalalan suatu produk yang dikonsumsi kaum muslimin seharusnya merupakan layanan negara untuk melindungi rakyatnya atas kewajiban yang ditetapkan oleh syariat. Namun dalam sistem saat ini, sertifikasi halal menjadi komoditas yang dikapitalisasi dengan biaya yang telah ditentukan yang tentu saja cukup mahal terutama bagi usaha kecil-menengah.
Inilah wajah negara dengan sistem kapitalisme, yang menjadikan rakyat sasaran pemalakan melalui berbagai cara. Ini tentu berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam.
Negara dalam sistem Islam mempunyai kewajiban sebagai periayah umat, mengurusi urusan umat akan memastikan semua produk yang berada di tengah-tengah masyarakat adalah produk yang halal, tidak mengandung zat-zat yang diharamkan. Sehingga kaum muslimin akan dengan mudah mendapatkan produk yang dijamin kehalalannya. Dan itu hanya bisa terwujud dalam sebuah negara yang ditegakkan atas dasar syari’at Islam yang mampu menjamin keberadaan produk halal di tengah-tengah masyarakat.
Maka kita memerlukan penerapan syari’at Islam secara kaffah, niscaya hukum sya’ra tentang konsumsi makanan dan minuman halal dan thoyib serta penggunaan kosmetika berbahan halal dapat dijalankan oleh kaum muslimin secara sempurna. Jika negara abai menjamin beredarnya produk halal apalagi mengkapitalisasi proses sertifikasinya, niscaya negara menjerumuskan masyarakat yang notabene muslim pada pelanggaran hukum syara. Pemimpin seperti ini telah melalaikan amanah kepemimpinan yang telah digariskan dalam Islam.