Penulis : Gitaanissaf
Sebanyak 17 partai politik (parpol) ditetapkan sebagai peserta pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu (14/12) di Jakarta. Empat di antaranya merupakan partai baru. Sementara itu, beberapa partai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menuding KPU tidak transparan dalam menjalankan proses seleksi. (bbc, 15 Desember 2022).
Selain itu, Komisioner Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan menemukan 20.565 identitas warga (nama dan NIK) dicatut ke dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), sebuah kanal bagi partai mengunggah data keanggotaannya. Pencatut 20 ribu lebih identitas warga itu diketahui lewat posko aduan Bawaslu dan lewat petugas Bawaslu yang mengawasi langsung pelaksanaan verifikasi faktual. (REPUBLIKA.CO.ID, 16 Desember 2022).
Verifikasi Parpol yang menghasilkan banyak partai memang dinilai beberapa pihak menjadikan negara semakin demokratis dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat. Namun faktanya dalam pelaksanaannya ada banyak kecurangan yang terjadi. Selain itu, beban biaya yang ditanggung negara juga semakin besar. Apalagi pemerintah belakangan ini melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani akhirnya menyetujui usulan Kemendagri untuk menaikkan dana bantuan partai politik, dari semula Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara. Tentunya hal ini akhirnya akan merugikan rakyat.
Di sisi lain, banyaknya parpol juga semakin menguatkan polarisasi di tengah masyarakat, hal tersebut akan menciptakan situasi rawan konflik dan umat juga terpecah belah. Seperti apa yang dinyatakan oleh Direktur Eksekutif Akar Rumput Strategic Consulting atau ARSC (lembaga survei) Dimas Oky Nugroho melihat pembelahan sosial di Indonesia begitu mencolok saat dua pemilu terakhir. Dimas menyebut sampai ada pasangan suami istri yang pisah rumah gara-gara beda pilihan capres.
Sementara itu banyaknya partai memungkinkan adanya tahapan pemilu, yang akan berujung koalisi antar partai. Koalisi antar partai seringkali diiringi dengan kegiatan transaksional yang menguntungkan masing-masing pihak partai. Jelas hal yang menjadi tujuan bukanlah kesejahteraan rakyat, namun keuntungan bagi segelintir pihak berkepentingan dan pemegang kekuasaan.
Koalisi partai juga akan meleburkan partai-partai dengan berbagai visi yang berbeda menjadi satu, yang pada akhirnya akan membuat masing-masing partai kehilangan jati dirinya. Dan pada praktiknya seringkali akan berujung pada konflik dan perpecahan internal.
Dalam Islam partai politik merupakan sarana dakwah yang harus berperan aktif dalam membina dan mendidik umat, baik melalui kajian intensif (tatsqif murakkaz) maupun kajian umum (tatsqif jama’ai). Partai politik ini harus tetap konsisten dengan aktivitas intelektual (a’mal fikriyyah), tidak boleh bergeser, apalagi berubah menjadi aktivitas fisik (a’mal madiyyah). Karena itu tugas dan aktivitasnya adalah mengawal pemikiran dan perasaan umat. Sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Quran:
وَلۡتَكُن مِّنكُمۡ أُمَّةٞ يَدۡعُونَ إِلَى ٱلۡخَيۡرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Hendaknya ada di antara kalian segolongan umat (kelompok/partai) yang menyerukan kebajikan (Islam) dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS Ali ‘Imran [3]: 104).
Aktivitas yang disebutkan di dalam ayat ini, yaitu menyerukan Islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar, semuanya merupakan aktivitas intelektual. Menyerukan Islam bisa mengajak untuk memeluk Islam, bisa juga mengajak untuk menerapkan Islam secara kaffah. Dua-duanya termasuk dalam konotasi menyerukan Islam. Adapun melakukan amar makruf nahi mungkar bisa dilakukan kepada umat, bisa juga dilakukan kepada penguasa/negara. Dua-duanya merupakan aktivitas amar makruf nahi mungkar.
Di sisi lain, meski SDM-SDM partai telah diambil oleh negara, partai tetap menjaga jarak dengan kekuasaan. Meski partai hidup dan berkiprah di tengah-tengah umat, kaena umat merupakan entitas yang komplek, walaupun partai politik pada posisinya berbeda dengan umat, namun hal ini tidak boleh menjadikan partai politik menjaga jarak dengan umat sehingga menyebabkan terjadinya bahaya kelas. Karena itu, partai ini harus tetap membumi di tengah-tengah umat dan bersama-sama umat. Partai ini juga harus tetap dalam buaian umat. Dengan posisi seperti itu, partai ini akan mudah mengingatkan atau mengoreksi kekeliruan umat jika terjadi penyimpangan. Pada saat yang sama, partai juga bisa mengingatkan atau mengoreksi kekeliruan negara jika negara pun melakukan penyimpangan.
Dengan cara seperti ini, negara akan berdiri kokoh dan kuat karena ditopang oleh umat yang memiliki kumpulan pemahaman, standarisasi dan keyakinan yang sama. Serta dibentengi dengan perilaku amar maruf nahi munkar untuk meminimalisir penyimpangan serta penyelewengan. Selain itu ketika pemahaman dan keyakinannya sudah selaras, maka setiap pemecahan masalahnya akan tertuju pada muara yang sama yaitu Islam.
Wallahualam bi ash-shawwab.
Tags
Opini