Kapitalisme Melahirkan Generasi Minus Visi


Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)


Seorang remaja berinisial M tewas usai menghentikan paksa satu unit truk yang tengah melaju dari Exit Tol Gunung Putri, Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Padahal Pemerintah Desa Gunung Putri telah melakukan pengawasan agar tidak ada kejadian penghentian paksa truk oleh remaja dan anak-anak.

Kades Gunung Putri, Daman Huri, mengakui selama beberapa bulan terakhir pihaknya melakukan pengawasan melalui CCTV Exit Tol pada malam hari. Namun, peristiwa tertabraknya M pada Sabtu (14/1/2023) terjadi pada siang hari.

Di sisi lain, aksi tawuran berdarah di kota Palembang makin masif, sempat mereda selama pandemi kini mulai marak lagi. 
Terakhir kasus tawuran di Palembang Minggu 15 Januari 2023. Satu orang dikabarkan tewas.

Polres Metro Tangerang Kota juga mengamankan 72 remaja yang hendak tawuran di Neglasari, Kota Tangerang, Minggu (15/1/2023).
Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol Zain Dwi Nugroho mengatakan puluhan remaja itu diamankan dalam patroli cipta kondisi (cipkon) yang dilakukan rutin oleh jajarannya di malam hari.

Bahkan data UNICEF tahun 2016 lalu menunjukan bahwa kekerasan kepada sesama remaja di Indonesia diperkirakan mencapai hingga 50 persen. Sebut saja kekarasan yang dilakukan oleh geng motor, serta tindakan saling bully yang masih mendominasi perilaku remaja dan pelajar saat ini.

Inilah, potret bobroknya generasi produk sistem sekulerisme liberal, sistem kehidupan yang sedang bercokol saat ini. sistem rusak ini membuat remaja memisahkan agama dari kehidupan. Agama tidak lagi dijadikan petunjuk dalam berfikir dan bertingkah laku. Para pemuda berjalan menurut hawa nafsu mereka, sehingga mereka menyibukan diri untuk mengejar eksistensi diri, popularitas, memburu kesenangan fisik, hiburan, dan nilai-nilai materialistik lainnya.

Dan hal ini makin parah ketika negara tidak punya visi penyelamat generasi. Negara kapitalisme yang menggaungkan kebebasan, berlepas tangan dari tanggung jawabnya menjaga generasi atas nama "Hak Asasi Manusia" (HAM). Negara kapitalisme hanya mencukupkan diri pada upaya-upaya pragmatis, seperti penangkapan pelaku tawuran, himbauan, dan sejenisnya. Jadilah generasi mengikuti kemana arus bertiup, dan cenderung abai terhadap bahaya yang mungkin mengancam dirinya.
Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam yang disebut Khilafah, dalam menjaga generasi. Islam memandang bahwa kualitas pemuda sangat penting dalam eksistensi peradaban Islam. 

Bahkan seorang Syekh Ibnu Baas, dalam kitabnya fatwa Syekh Ibnu Baas, mengatakan :"Musuh-musuh Islam berusaha merintangi jalan para pemuda muslim, mengubah pandangan hidup mereka, baik memisahkan mereka dari agama, menciptakan jurang antara mereka dengan ulama dan norma-norma yang baik di masyarakat. Mereka memberi label buruk terhadap ulama sehingga para pemuda menjauh, menggambarkan para ulama dengan sifat dan karakter yang buruk, menjatuhkan reputasi para ulama yang dicintai masyarakat, atau memprovokasi penguasa untuk bersebrangan dengan mereka,"

Karena itu, Islam memerintahkan semua pihak bertanggung jawab untuk mendidik para pemuda agar menjadi sosok yang berkualitas untuk kemuliaan Islam dan bermanfaat bagi umat. Dari lingkungan terkecil, Islam memerintahkan orang tua agar mendidik anak mereka dengan akidah Islam. Sehingga sedari kecil, para generasi memiliki bekal untuk berfikir dan berperilaku sesuai syariat Islam. 

Tak hanya itu, penanaman akidah ini menggiring para generasi sadar dan paham potensi yang mereka miliki untuk peradaban. Akhirnya jiwa-jiwa mereka terpupuk oleh kerinduan menyerahkan dirinya untuk kemuliaan Islam dan kaum muslim. Ketika para generasi itu keluar dari rumah mereka, mereka akan menemui dan berbaur dengan masyarakat Islam yang khas. Masyarakat dalam Khilafah senantiasa memiliki budaya amar ma'ruf nahi munkar. Mereka tidak akan membiarkan kemaksiatan terjadi di dalam entitasnya. 

Karena itu, para generasi mendapat tempat untuk belajar dan mempraktikan pemahaman Islam mereka dalam kehidupan ini. Sedangkan negara berperan untuk menjaga generasi secara komunal. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam.
Output sistem pendidikan dalam Khilafah akan melahirkan generasi yang memiliki syaksiyah Islam. Yakni mereka yang memiliki pola berpikir dan bersikap (bertingkah laku) sesuai aturan Islam.
Mereka juga akan dibekali dengan ilmu-ilmu duniawi agar survive dalam kehidupan.

Pendidikan seperti ini akan semakin menguatkan pendidikan akidah yang sudah para generasi dapatkan dari keluarga mereka.
Alhasil, para generasi Khilafah akan senantiasa tersibukan dalam aktivitas-aktivitas untuk kemuliaan Islam. Selain dari sistem pendidikan, output generasi yang demikian juga didukung oleh sistem pergaulan Islam dan media dalam Islam. 

Jikalau ada yang bermaksiat seperti melakukan tawuran, Khilafah akan memberikan sanksi kepada para remaja tersebut. Batasan anak dan orang dewasa dalam Islam adalah usia baligh. Jika remaja tersebut sudah baligh, maka dia akan diberi sanksi. Jika mereka berbuat onar, maka mereka akan mendapatkan sanksi ta'zir. 
Jika mereka melakukan penganiayaan atau bahkan pembunuhan, mereka akan mendaptkan sanksi qishas. 

Sanksi Islam yang diterapkan oleh Khilafah akan memberi efek jera dan penebus dosa (jawabir) bagi pelakunya, sekaligus sebagai pencegah bagi yang lain agar tidak melakukan hal serupa (zawajir). Dengan demikian, tidak ada celah sedikitpun bagi para pemuda untuk melakukan tindak kekerasan, kejahatan, dan maksiat lainnya. Seperti inilah, Khilafah menjaga generasi dengan mekanisme yang sangat komperhensif sehingga mampu melahirkan para generasi yang berkualitas emas.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak