Oleh: Arethaa-pengamat ekonomi
Kemudahan sistem pembayaran seiring dengan berkembangnya teknologi digital terutama sektor keuangan, melahirkan sebuah metode pembayaran baru yang dinamakan "paylatter" atau bayar nanti. Apabila tidak berhati-hati, kemudahan transaksi menggunakan skema ini bisa menjebak konsumen pada sikap konsumtif yang berujung dengan tumpukan utang.
Paylater adalah suatu metode pembayaran yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan transaksi dan membayarnya di kemudian hari. Sistem pembayaran paylater sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Kita lebih mengenal sistem paylater dengan sistem kredit. Jadi, paylater adalah metode pembayaran yang menawarkan angsuran tanpa perlu menggunakan kartu kredit. Perusahaan digital yang bersangkutan akan menalangi pembayaran lebih dahulu saat kamu membeli produk. Kemudian, kamu akan membayar tagihan sesuai dengan tanggal jatuh tempo pada bulan selanjutnya.
Kelebihan yang ditawarkan PayLater adalah kemudahan transaksi, cepat, dan efisien. “Umumnya, kalangan milennial membeli gawai (ponsel atau laptop) dengan menggunakan fitur PayLater, sementara gen Z menggunakannya untuk membeli produk mode dan aksesoris,” ujar Irmawati dalam webinar “Mengulik Kegemaran Generasi Muda terhadap Sistem Pembayaran Digital ‘Pay Later’”, Jumat (11/11/2022) di Makassar, Sulawesi Selatan.
Namun, mayoritas pengguna sistem paylatter adalah Gen Z dan Millenials dimana mereka memiliki kerentanan terhadap hutang dan cenderung memiliki pengetahuan finansial (Financial literacy) yang kurang. Gen Z sebagai generasi yang mendambakan kemudahan dan serba instan serta paylatter sebagai instrumen awal mereka untuk meminjam memiliki risiko lebih besar dibandingkan Milenial atau generasi lainnya.
Di sisi lain, Gen Z saat ini sebagian besarnya masih didominasi usia sekolah, dengan kata lain belum berpenghasilan. Berdasarkan survei nasional oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia 2022 mencapai 49,68%. Angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan dan pemahaman yang masih rendah terhadap penggunaan produk keuangan dan pengelolaan keuangannya.
Hal ini membuat pengguna paylatter memasuki jurang gaya hidup Konsumerisme dan hedonisme. Saat ini gaya hidup ala Barat ini telah dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru untuk menjerat mangsa. Kemudahan akses untuk pinjam uang, membuka peluang untuk memenuhi keinginan demi gaya hidup ala Barat.
Mari kita menilik kebelakang. Jauh sebelum adanya sistem paylatter ini, kita sebagai konsumen membeli barang apa yg dibutuhkan saja. Kalau sekarang gaya hidup Konsumerisme telah menjangkiti generasi muda sehingga generasi muda membeli apa saja yang mereka inginkan, bukan yang mereka butuhkan. Gaya hidup hedonisme pun akhirnya mereka bawa, dari mulai gadget, pakaian, kendaraan dll. Hanya mau yang bermerek, malu katanya.
Hendaknya negara tidak memfasilitasi jeratan haram seperti paylatter. Tetapi sekarang banyak dalih yang digunakan seperti telah terdaftar di OJK, bunga rendah, tanpa syarat adanya penghasilan dan lainnya, sehingga dianggap sebagai hal biasa bahkan sangat memudahkan. Padahal nyatanya jeratan menggurita membahyakan masa depannya.
Hal ini tak akan terjadi dalam Islam. Dengan sistem hidup sesuai dengan Islam, pemuda akan terhindarkan jebakan yanag membahayakan ini. Pemuda terjamin hidupnya juga pendidikannya, aman dari godaan gaya hidup barat dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas untuk menghantarkannya menjadi insan mulia.
Tags
Opini