Oleh : Devi Lestari Br.Sianturi
Seiring berkembang pesatnya teknologi digital, termasuk disektor keuangan, lahirlah metode pembayaran baru yang disebut paylater atau bayar nanti. Apabila tidak berhati-hati, kemudahan transaksi menggunakan skema ini bisa menjebak konsumen pada sikap konsumtif yang berujung dengan tumpukan utang.
Bijak memilih kebutuhan dengan menyusun daftar prioritas pun bisa menjadi penyelamat dari jebakan sistem pembayaran yang satu ini. Berdasarkan riset KataData Insight Center, dari 5.204 responden yang di survei, sebanyak 16,5 persen adalah gen Y atau milenial yang banyak menggunakan fitur PayLater. Sementara dari gen Z jumlahnya berkisar di angka 9,7 persen.
Relawan Edukasi Anti Hoaks Indonesia (Redaxi) Irmawati Puan Mawar menjelaskan, skema PayLater mirip dengan kartu kredit yang memberikan batas berbelanja. Namun, skema ini memberikan jaminan yang lebih rendah dari kartu kredit sehingga mampu menarik minat konsumen. Berawal dari mudahnya mengakses pinjaman, pengguna layanan tunda bayar (paylater) mengaku “kebablasan” sampai akhirnya terjebak pada tunggakan yang menguras pendapatan hingga menggagalkan rencana menyicil rumah.
Pemahaman rendah soal risiko paylater, ditambah mitigasi risiko gagal bayar yang lemah telah memicu fitur Buy Now Pay Later (BNPL) berujung menjadi jerat utang yang melilit, kata peneliti Institute for Development of Economic Studies (Indef), Nailul Huda.
Hal tersebut menyebabkan masyarakat yang baru saja mendapatkan Kartu Tanda Penduduk (berusia 17 Tahun) sudah dapat mengajukan pinjaman. Maka dari itu pengguna BNPL mayoritas berusia 17 – 35 tahun dari Generasi Milenial dan Gen Z, sedangkan usia di atas 35 tahun perlahan juga meningkat.
Adapun kemudahan pengajuan yang diberikan BNPL memungkinkan bagi beberapa orang yang tidak dapat mengajukan kartu kredit bisa menikmati peminjaman dalam pembelian barang favoritnya dengan mudah. Bahkan, kemudahan itu membuat beberapa orang tergiur untuk menggunakan BNPL dua atau lebih pada aplikasi online yang berbeda. Kemudahan metode pembayaran untuk berbagai kalangan dan generasi tersebut dapat meningkatkan pengeluaran dan pembelian yang tidak dibutuhkan, atau pembelian secara impulsif.
Namun mayoritas pengguna BNPL merupakan Milenial dan Gen Z yang memiliki karakteristik berbeda dan memiliki kerentanan terhadap utang dan konsumsi berlebih karena cenderung memiliki pengetahuan finansial (financial literacy) yang kurang. Gen Z sebagai generasi yang mendambakan kemudahan dan serba instan serta BNPL sebagai instrumen awal mereka untuk meminjam memiliki risiko lebih besar dibandingkan Milenial atau generasi lainnya.
Di sisi lain, Gen Z saat ini sebagian besarnya masih didominasi usia sekolah, dengan kata lain belum berpenghasilan. Berdasarkan survei nasional oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) disebutkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia 2022 mencapai 49,68%. Angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan dan pemahaman yang masih rendah terhadap penggunaan produk keuangan dan pengelolaan keuangannya.
Oleh karena itu penggunaan berlebih BNPL dan kurangnya finansial literacy dapat menyebabkan pengguna masuk ke dalam lingkaran utang atau jebakan finansial (financial trap). Lalu bagaimana membayarnya jika mereka yang terjebak adalah seorang yang belum berpenghasilan tetap? Hal tersebut tentu memungkinkan munculnya berbagai faktor risiko besar lainnya.
Dari uraian problematika di atas konsumerisme dan hedonisme yang melanda generasi muda ini juga telah dimanfaatkan oleh rentenir gaya baru untuk menjerat mangsa. Kemudahan akses untuk pinjam uang, membuka peluang untuk memenuhi keinginan demi gaya hidup ala Barat.
Apalagi Negara memfasilitasi jeratan haram dengan berbagai dalih, seperti terdaftar di OJK, bunga rendah, tanpa syarat adanya penghasilan dan lainnya, sehingga dianggap sebagai hal biasa bahkan sangat memudahkan. Padahal nyatanya jeratan menggurita membahyakan masa depannya.
Masalah ini jelas-jelas bertentangan dengan syari'at Islam karena dalam islam harus mempunyai akad dalam jual beli sedangkan pada aplikasi Paylater tidak adanya akad secara langsung dan kemudian dalam aplikasi ini membuat peminat-Nya terjerat oleh riba dari setiap potongan persennya atau setiap keuntungan yang didapat. Didalam Islam riba sangat tidak diperbolehkan dan jatuh hukum haram sebagaimana Allah SWT Berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ الرِّبَا أَضْعَافاً مُّضَاعَفَةً وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ . وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِين
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir." (Qs. Ali Imron [3]: 130).
Dan pada aplikasi paylater juga membuat peminat-Nya terjerat oleh utang piutang hingga ratusan juta yang merugikan sedangkan di dalam Islam utang piutang harus dibayar karena sangat memberatkan diakhirat. Sebagaimana
Dari Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (HR Bukhari)
Jelas aplikasi ini sangat berbahaya apalagi digunakan pada generasi muda yang mungkin masih dibawa umur dan tidak berpenghasilan. Ini juga akan membuat pada generasi muda terjerat kedalam riba dan utang piutang yang akan memberatkan mereka sendiri.
Dan hal ini tak akan terjadi dalam Islam.
Dengan sistem hidup sesuai dengan Islam, pemuda akan terhindarkan dari jebakan yang membahayakan ini. Pemuda terjamin hidupnya juga pendidikannya, aman dari godaan gaya hidup barat dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas untuk menghantarkannya menjadi insan mulia yang selalu dekat dengan syari'at Allah SWT.
Dan untuk mewujudkan ini semua hanya dengan sistem Islam dan tegaknya khilafah di tengah-tengah kehidupan kita yang sekarang rusak ini.
Wallahu'alam .