Oleh : Ummu Aqeela
Produk-produk yang tidak mengantongi sertifikat halal bakal terkena sanksi pada tahun 2024 mendatang. Hal tersebut ditegaskan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
BPJH menegaskan bakal memberikan sanksi kepada para pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikat halal untuk produk-produknya pada 2024.
"Oleh karena itu, sebelum kewajiban sertifikasi halal tersebut diterapkan, kami mengimbau seluruh pelaku usaha untuk segera mengurus sertifikat halal produknya," ujar Kepala BPJPH Kemenag Aqil Irham di Jakarta, Sabtu (7/1/2023).
Menyediakan jaminan halal bagi rakyat adalah bagian dari tanggung jawab negara atau pemerintah sebagai pelayan urusan rakyat. Sebab hal ini merupakan hajat publik yang vital, sehingga negara harus mengambil peran sentral dalam pengawasan mutu dan kehalalan barang.
Rasulullah SAW. bersabda, “Imam atau khalifah adalah Raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya”, (HR. Al-Bukhari).
Karena itu, proses sertifikasi kehalalan wajib dilakukan secara cuma-cuma oleh negara, bukan dijadikan ajang bisnis. Negara wajib melindungi kepentingan rakyat dan tidak boleh mengambil pungutan dalam melayani masyarakat. Biaya sertifikasi halal akan menggunakan dana dari Baitul Mal. Jaminan kehalalan sebuah produk akan ditentukan dari awal, mulai proses pembuatan bahan, proses produksi, hingga distribusi akan senantiasa diawasi. Pengawasan ini untuk memastikan seluruh produk dalam kondisi aman, bahkan Islam akan mensterilkan bahan-bahan dari pasar agar masyarakat tak lagi bingung dalam membedakan halal dan haram.
Negara juga akan memberlakukan Sistem Sanksi Islam, yakni memberikan sanksi kepada kalangan industri yang menggunakan cara dan zat haram serta memproduksi barang haram. Negara juga memberikan sanksi pada pedagang yang memperjualbelikan barang haram kepada kaum muslimin.Kaum muslimin yang mengkonsumsi barang haram juga dikenai sanksi sesuai nash syariat. Misalnya, peminum khamr dikenakan sanksi jilid empat puluh atau delapan puluh kali. Muslim yang mengonsumsi makanan haram mengandung unsur babi, dikenakan pidana ta’zir oleh pengadilan. Paulina Lewicka, dalam bukunya “food and foodways of Medieval Cairenes : Aspects of Life in an Islamic Metropolis of the Eastern Mediterranean”menulis, pemberlakuan sanksi baik moral maupun fisik juga diterapkan. Teguran Rasulullah SAW. penghancuran penyimpanan minuman keras dan penahanan oleh petugas keamanan masa Khalifah merupakan sanksi yang diberikan kepada mereka yang minum minuman keras.
Selain itu negara akan terus membangun kesadaran umat Islam akan pentingnya memproduksi dan mengkonsumsi produk halal. Sebab sertifikasi halal tak bermanfaat jika umat Islam sendiri tidak peduli dengan kehalalan produk yang dikonsumsi. Kesadaran atas dorongan keimanan yang terbangun tidak akan membiarkan masyarakatnya mengais keuntungan dari sesuatu yang tak halal. Dibutuhkan pula partisipasi masyarakat untuk mengawasi kehalalan berbagai produk yang beredar di masyarakat. Yakni dengan mendirikan lembaga pengkajian mutu untuk membantu pemerintah dan publik mengontrol mutu juga kehalalan berbagai produk.
Hasil penelitian mereka bisa direkomendasikan kepada pemerintah untuk dijadikan acuan kehalalan suatu produk. Karena itu rakyat begitu membutuhkan peran negara yang mampu melindungi mereka dari segala bentuk keharaman baik keharaman dalam aturan yang diterapkan, juga barang dan makanan yang dikonsumsi.Butuh sanksi tegas kepada siapa saja yang bermain main dengan urusan yang haram. Dan semoga institusi tersebut benar-benar menjalankan perannya atas dasar menggapai ridho Allah bukan atas dasar materi semata.
Wallahu’alam bishowab