Oleh : Mimin Aminah
Ibu Rumah Tangga
Bocah Taman Kanak-kanak (TK) di Mojokerto diduga telah menjadi korban perkosaan tiga anak Sekolah Dasar (SD), pelaku perkosaan merupakan tetangga korban dan teman sepermainan. Kepala Satuan Reserse kriminal Polres Mojokerto Ajun Komisaris Polisi Gondang Prienggondhani membenarkan bahwa pihaknya, menerima laporan kasus tersebut. "Sementara dalam proses penyelidikan" ujarnya (Liputan6.com,20/1/2023).
Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang tahun 2022, bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa. Pengaduan paling tinggi adalah klaster Perlindungan Khusus Anak (PKA) sebanyak 2.133 kasus, kasus tertinggi adalah kasus anak yang menjadi korban kejahatan seksual dengan jumlah 834 kasus.
Data tersebut mengindikasikan anak Indonesia rentan menjadi korban kejahatan seksual dengan berbagai latar belakang, situasi dan kondisi anak dimana berada" kata Ketua KPAI Al Maryati Sholihah. Kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat, pelakunya pun bukan saja orang dewasa tetapi anak kecil pun bisa jadi pelaku, anak ingusan yang baru SD yang sejatinya masih main kelereng jadi pelaku pemerkosaan. Ini baru sebagian kecil kasus yang terungkap karena jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak ini merupakan fenomena gunung es.
Tentu banyak faktor yang menjadi penyebabnya, diantaranya banyaknya tayangan dan tontonan yang merusak pikiran dan memicu syahwat yang bisa diakses siapapun termasuk anak kecil melalui gadget nya, ditambah kurangnya perhatian orang tua, sistem ekonomi kapitalis yang dianut negara ini membuat rakyat hidup jauh dari sejahtera, ketika kemiskinan melanda, kondisi ekonomi semakin menghimpit ditambah lapangan pekerjaan yang sulit buat para suami, memaksa perempuan bekerja untuk mencari nafkah, menjadikan peran istri sebagai Ummu Warobbatul Bait tidak dapat terwujud dengan optimal, jadilah si anak sibuk dengan gadgetnya tanpa ada yang mengawasi.
Disisi lain negara yang menerapkan sekulerisme, dimana sistem pendidikannya menjauhkan agama dari kehidupan, menjadikan anak tidak punya pegangan hidup, maka lengkaplah sudah, kemiskinan yang bisa membuat kondisi kejiwaannya tidak sehat sehingga bisa menghantarkan perilaku jahat pada anak, ditambah jiwa yang kosong dari pemahaman agama, hukum yang ada pun tidak mampu mencegah terjadinya kekerasan seksual pada anak, Undang Undang Perlindungan Anak sebagai salah satu hukum yang diandalkan ternyata tidak mampu mencegahnya, kesemuanya ini menunjukan ketidakmampuan negara dalam mengurus rakyatnya.
Berbeda dengan Islam, Islam memiliki aturan yang lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini. Dimulai dari keimanan kepada Allah SWT dan hari Akhirat, kesadaran akan dosa apabila melakukan kekerasan seksual yang akan dipertanggungjawabkan kelak di Yaumil akhir, menjadikan setiap individu akan berusaha menjauhinya, keyakinan akan adanya pertanggungjawaban di akhirat akan membuat setiap individu taat pada aturan Allah dan menjauhkan diri dari segala bentuk kemaksiatan.
Demikian juga kontrol masyarakat sebagai wujud kepedulian terhadap sesama, aktivitas amar ma'ruf nahi munkar akan menjadi penjaga agar umat tetap berada dalam koridor Syariat dan meninggalkan maksiat, ditambah negara, yang menerapkan aturan dalam sistem sosial dan sanksi yang tegas dan membuat jera sehingga mampu mencegah secara tuntas terjadinya kekerasan seksual ini bahkan segala bentuk kekerasan yang lainnya. Wallahu a'lam bish shawwab.