Oleh : Lilik Yani (Muslimah Peduli Peradaban
Masjid bagi umat Islam adalah tempat suci untuk beribadah. Bukan sekedar untuk ibadah ritual seperti salat berjamaah, tadarus Quran saja tapi juga ibadah lain yang lebih luas maknanya.
Umat Islam sangat senang berada di masjid, bisa interaksi dengan para ulama dan belajar banyak ilmu. Begitu pula mendiskusikan tentang masalah umat, mencari solusi terbaik dengan Islam pula.
Sekulerisme membatasi peran agama hanya dalam ranah privat. Demikian pula membatasi masjid hanya sebagai tempat ibadah saja.
Hal ini berbeda dengan fungsi masjid sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW. Pada masa itu masjid adalah pusat berbagai kegiatan, mulai ibadah hingga pendidikan, juga tempat melakukan kegiatan politik, dengan makna politik yang dipahami kaum muslimin.
Kekhawatiran terpecah belahnya umat akibat masjid untuk kegiatan politik muncul karena lemahnya pemahanan umat akan politik yang hanya membatasi dalam politik praktis, sebagaimana juga yang diamalkan oleh parpol hari ini
Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan masjid maupun rumah ibadah lainnya harus bebas dari kepentingan partai politik maupun lainnya. Ini disampaikan Ma'ruf usai adanya pengibaran bendera salah satu partai politik di wasjid wilayah Cirebon yang menuai kritik masyarakat.
"Saya pikir itu sudah ada aturannya ya, bahwa tidak boleh kampanye di kantor pemerintah, di tempat-tempat ibadah, dan di tempat pendidikan. Itu saya kira sudah ada (aturannya)," ujar Ma'ruf dalam keterangan persnya usai menghadiri acara Haul ke-51 K.H. Tubagus Muhammad Falak Abbas bin K.H. Tubagus Abbas di Pondok Pesantren Al-Falak Pagentongan, Bogor, Sabtu (07/01/2023) malam.
Karena itu, seluruh partai politik peserta pemilu harus menaati undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang di dalamnya menjelaskan bahwa pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan untuk berkampanye.
Ma'ruf menyampaikan, tindakan pengibaran bendera partai di tempat ibadah berpotensi untuk menimbulkan konflik antarjemaah. Sebab, dengan banyaknya jemaah yang dimiliki suatu tempat ibadah, maka akan semakin banyak juga preferensi politik yang dimiliki.
Perbedaan Persepsi Makna Politik
Politik menurut Islam adalah mengurusi masalah umat. Jadi lebih luas jangkauannya dibanding makna politik yang dipahami umat saat ini. Di mana politik yang mereka pahami hanya seputar pemerintahan, atau bisa disebut politik praktis.
Jika Wapres melarang partai politik kampanye di masjid itu karena dianggap untuk kepentingan organisasi. Sementara masjid adalah milik umat, tempat ibadah umat muslim. Andai para pemimpin tahu definisi politik menurut Islam maka tidak akan melarang siapapun berada di masjid karena ingin membantu memikirkan masalah umat.
Dan partai politik pun jika memahami makna politik menurut Islam maka yang mereka pikirkan, diskusikan, rencanakan adalah mencari solusi masalah umat dengan menyandarkan pada aturan Allah.
Masalah-masalah yang terjadi pada umat itu apa saja, kemudian para ulama, para pemimpin sibuk mencarikan jalan keluar sesuai panduan Islam itu seperti apa. Masing-masing partai sibuk berkreasi mencari solusi masalah umat, bukan untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan partai.
Bagaimana Peran Pemimpin Islam dalam Mengatasi Masalah Ini?
Jika sistem kapitalis sekuler yang terjadi saat ini maka yang terjadi cenderung memisahkan masalah dari kehidupan. Masjid hanya untuk beribadah semata. Salat berjamaah lima waktu, atau tadarus Al Qur'an jika ada, TPQ sore hari untuk anak-anak belajar Iqro.
Setelah salat Subuh masjid sepi dan kembali dikunci. Dibuka ketika jelang Ashar sampai salat Isya. Bakda Isya sudah kembali sepi. Tadarus dilakukan saat bulan Ramadan saja biasanya.
Demikian peran rutinitas masjid yang terjadi di era kapitalis sekularis. Akankah dipertahankan seperti itu? Sementara peran masjid di zaman Rasulullah dan para sahabat sangat luas. Segala aktivitas bernilai ibadah bisa dilakukan di masjid.
Selain ibadah ritual, tidak hanya untuk belajar membaca Al Qur'an saja, tapi bisa daurah ilmu apapun yang bisa menunjang ibadah. Juga untuk mendiskusikan masalah umat, hingga mendapatkan solusi terbaik demi kesejahteraan hidup umat.
Jika sudah terbukti betapa peran masjid sangat penting dan menunjang ibadah, maka saatnya beralih pada sistem Islam yang sudah terbukti berhasil diterapkan sejak zaman Rasulullah, berlanjut pada sahabat dan para Khalifah. Kalau sudah ada yang berhasil, masihkah berpikir ulang untuk beralih pada sistem yang terbukti baik?
Wallahu a'lam bish shawwab
Surabaya, 15 Januari 2023
Tags
Opini