Fenomena Mengemis Online Demi Cuan Merajalela, Islam Solusinya

 


Oleh Norhidayah, S.Pd.
(Praktisi Pendidikan)

Platform media sosial semacam Tiktok adalah tempat ‘maya’ dengan banyak manusia dari berbagai negara menjadi penggunanya. Tak terkecuali di Indonesia, pengguna Tiktok  lintas generasi dari anak usia SD hingga dewasa; menjadi penyaksi berbagai konten yang berseliweran di FYP (For Your Page). Mulai dari video ‘jedag-jedug’, resep masakan, hewan peliharaan hingga ‘ngemis online’.

Video live ‘ngemis online’ disaksikan ribuan penonton dengan berbagai komentar, berhasil menarik perhatian Menteri Sosial, yakni Ibu Tri Rismaharini. Beliau mengeluarkan surat edaran larang ‘Pengemis Online’ di Tiktok.

Dilansir dari Kompas com (15/1/2023), dalam surat edaran tersebut, Risma mengimbau gubernur dan bupati/wali kota untuk mencegah kegiatan mengemis, baik secara offline maupun online di media sosial yang mengeksploitasi para lanjut usia, anak, penyandang disabilitas, dan/atau kelompok rentan lainnya. Jika ditemukan kegiatan eksploitasi, pemda dan masyarakat diminta melaporkan ke kepolisian.

Konten memohon bantuan di media sosial Tiktok atau lebih sering disebut "pengemis online", menurut analisa sosiolog kemungkinan besar diorganisir oleh sindikat. Sebab konten seperti ini juga menjamur di banyak negara dan akhirnya ditindak oleh aparat kepolisian lantaran diketahui ada indikasi ekploitasi anak. Untuk itulah, pemerintah Indonesia disarankan berkoordinasi dengan pihak platform demi memastikan konten-konten serupa tidak disalahgunakan.

Aksi seorang ibu paruh baya sedang duduk di tengah kolam air dan mengguyur dirinya sendiri sudah berlangsung kira-kira empat jam. Tampil dalam siaran langsung di Tiktok, konten ini disaksikan 1.400 orang. Kalau ada penonton yang memberikan hadiah virtual berupa koin, bunga, atau gambar hati, ia akan berkata "terima kasih, terima kasih banyak" sembari mengguyur tubuhnya berkali-kali di depan kamera.
Sementara di kolom komentar, sejumlah pengguna meminta si ibu untuk berhenti siaran langsung. Ada pula yang curiga kalau ibu yang mengenakan jilbab dan daster ini disuruh orang lain.

Pemilik akun yang menayangkan video siaran langsung ini adalah @intan_komalasari92 yang memiliki 56.000 pengikut. Sejak 31 Desember 2022 hingga sekarang, akun ini setidaknya sudah 30 kali membuat konten "pengemis online".

Mengutip BBCnews Indonesia (13/1/2023), menurut sosiolog dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati, konten semacam ini, sebetulnya bukan hal baru. Tapi mulai membesar sejak pandemi Covid-19. Sebab waktu itu, banyak orang terkena pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Menurut Devie ada beberapa sebab mengapa konten pengemis online dianggap menguntungkan. Pertama karena mudah, murah, dan akan lebih luas potensi cakupan orang-orang yang bisa dimintai pertolongan. Tapi dari pantauannya, tak semua orang yang membuat konten meminta-minta ini dilatari oleh persoalan keterdesakan hidup akibat diberhentikan bekerja atau butuh dana untuk berobat.

Kedua ada yang yang didasari oleh kecanduan obat-obat terlarang sehingga cara paling gampang mendapatkan uang dengan pura-pura minta pertolongan.

Ketiga, karena ada kebutuhan-kebutuhan "gaya hidup" yang harus dipenuhi sehingga memilih jalan pintas seperti itu. Terakhir kemungkinan adanya sindikat kejahatan di balik konten seperti itu. Sebab di beberapa negara, ada komplotan yang ditangkap karena mengeksploitasi anak demi berusaha merebut empati orang. Makanya praktik di dunia nyata tidak kalah mengerikan, sampai melukai anggota tubuh sehingga kemudian mereka betul-betul mampu membuat calon target pemberi pertolongan iba dan akhirnya memberikan bantuan.

Di Tiktok, ada harga dari setiap hadiah virtual yang diberikan. Harga  satu koin Tiktok sekitar Rp250 dan biasanya berupa gambar bunga mawar, kopi, atau kerucut es krim. Untuk hadiah virtual bergambar singa memiliki 29.999 koin atau harganya sekitar Rp7,4 juta, hadiah bergambar roket dan kastil fantasi nilainya kurang lebih Rp5 juta atau setara 2.000 koin. Hadiah virtual paling mahal yakni TikTok Universe yang dibanderol senilai 34.999 koin atau seharga Rp8 juta. (bbc.com, 19/01/2023)

‘Ngemis online’ fenomena hadir di tengah-tengah masyarakat yang mengalami kesulitan dan kenestapaan dalam kehidupan sistem kapitalis. Sistem yang bertumpu pada materi, sehingga mengubah cara pandang dan standar hidup  seseorang. Sistem ini memperbolehkan  segala cara untuk meraih keuntungan materi duniawi dengan memanfaatkan manusia-manusia yang lemah dan miskin. Manusia yang ekonominya berada pada taraf kemiskinan, dieksploitasi dengan merendahkan harkat dan martabatnya. Bahkan ada yang melakukan demi tuntutan gaya hidup masa kini.

Fenomena ini menggambarkan sistem kapitalis yang sampai kapanpun tak mampu menyejahterakan rakyatnya. Negara seharusnya hadir untuk menyelesaikan problem kemiskinan dari akar masalah sehingga tak terjadi hal yang merendahkan manusia atau ada mafia yang memanfaatkaan kemiskinan rakyat demi meraih keuntungan pribadi.

Solusi tuntas persoalan ini membutuhkan kerjasama semua pihak. Mulai dari individu yang memiliki kesadaran untuk menjaga kemuliaan sebagai manusia, masyarakat yang memberikan kontrol dan juga negara yanag menjamin hidup rakyat dan juga memberikan asas yang tepat dalam memanfaatkan teknologi untuk kemajuan bangsa dan kebaikan umat manusia.

Mengemis bukanlah profesi, Islam melarang meminta-minta, sebagaimana sabda Nabi saw., “Barang siapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.” (HR Muslim no. 1041).

Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian pergi di pagi hari lalu mencari kayu bakar yang di panggul di punggungnya (lalu menjualnya), kemudian bersedekah dengan hasilnya dan merasa cukup dari apa yang ada di tangan orang lain, maka itu lebih baik baginya daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik mereka memberi ataupun tidak, karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Dan mulailah dengan menafkahi orang yang engkau tanggung.” (HR Bukhari no. 2075, Muslim no. 1042).

Dua hadis tersebut sebenarnya sudah cukup menunjukkan sikap seorang Muslim yang seharusnya ketika diuji dengan ekonomi sulit, yaitu tetap melakukan ikhtiar bekerja dalam menjemput rezeki tanpa harus meminta-minta. Namun, fenomena mengemis online seharusnya tidak pernah ada jika negara benar-benar menjalankan fungsi dan pengurusannya kepada rakyat dengan baik dan amanah. Seperti apa langkah yang tepat?

Pertama, negara mengedukasi dan mendidik masyarakat agar tertanam kesadaran untuk menjaga martabat dan kemuliaannya sebagai manusia dengan senantiasa terikat aturan Allah Swt. yakni tidak melakukan yang dibenci-Nya dan menjalankan perintah-Nya.

Kedua, atmosfer saling menasihati dalam kebaikan antaranggota masyarakat harus menjadi kebiasaan yang terus menerus dihidupkan. Masyarakat harus paham bahwa berdakwah amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi setiap hamba-Nya. Dengan pembiasaan semacam ini, akan terbentuk kepekaan dan kepedulian yang tinggi antarindividu masyarakat dalam mencegah kemaksiatan, perilaku negatif, dan kriminalitas.

Ketiga, negara memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Pemenuhan yang dimaksud bukan memberi secara cuma-cuma, melainkan berupa kemudahan bagi masyarakat untuk mencari nafkah, semisal membuka lapangan kerja, memberi modal usaha, dan pelayanan publik yang gratis atau murah.

Fungsi negara ialah menjamin pemenuhan dan pelayanan kepada rakyat dengan optimal dan maksimal. Jika individu, masyarakat, dan negara menjalankan fungsinya dengan baik, kemiskinan bisa terminimalisasi. Tidak akan ada fenomena pengemis jalanan atau online.

Dengan penerapan Islam secara kafah dalam setiap aspek kehidupan, hidup menjadi berkah. Visi misi hidup manusia pun akan kembali pada jalan yang sebenarnya, yaitu untuk taat dan beribadah kepada Allah Swt.

Wallahu a'lam bishawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak