Oleh: Dini Koswarini
Semakin banyaknya kasus pelecean seksual memberikan dampak buruk pada tatanan kehidupan. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya kasus pemerkosaan anak SD terhadap siswi TK.
Pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa dianggap sebagai perilaku yang sangat tercela, lalu bagaimana ketika pelakunya hanyalah seorang anak yang masih duduk di Sekolah Dasar?
Bahkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan sebanyak 4.683 aduan masuk ke pengaduan sepanjang 2022. Nyaris dari lima ribu pengaduan itu bersumber dari pengaduan langsung, pengaduan tidak langsung (surat dan email), daring dan media massa. (Republika, 22/01/2023)
Kondisi ini menunjukan buah kebobrokan negara dalam mengurus rakyatnya dalam berbagai aspek, khususnya Sistem Pendidikan, Ekonomi, dan pengaturan media.
Diperjelas pula oleh KPAI jika kekerasan seksual terjadi di ranah domestik di berbagai lembaga pendidikan baik itu berbasis keagamaan maupun umum.
Dengan demikian bisa kita lihat jika sistem pendidikan saat ini nyatanya tidak mampu membentuk karakter serta kepribadian yang baik. Meskipun sudah menggunakan berbagai kurikulum karakter dalam menjalankan sistem pendidikan, namun outputnya justru yang terbentuk malah rusak.
Meskipun dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3 yang disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Maka pendidikan berbasis karakter yang menjadi program pemerintah diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan.
Fakta lain yang bisa kita ketahui pula, ternyata upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam sistem pendidikan tidak lepas dari intervensi asing yang berlandaskan ideologi kapitalisme sekuler. Sehingga pendidikan hanya dijadikan sebagai alat untuk mencapai kepentingan mereka yang sifatnya materi. Maka tidak heran jika wahyu ilahi dicampakkan dan agama tidak diberikan ruang peran dalam proses pembinaan dan pengajaran setiap program pendidikan. Maka tidak heran jika hal tersebut akan merusak akidah dan pemikiran generasi muda.
Dalam Islam, negara sebagai pilar yang menerapkan sistem pendidikan juga sistem sosial pergaulan sesuai syariat. Melalui pendidikan, kurikulum yang diterapkan, proses belajar dan media ajar akan mengacu pada akidah Islam.
Dengan demikian anak-anak akan memiliki akidah yang kokoh. Begitu pula dalam asuhan Islam, akan membentuk rasa peduli dan empati, tidak seperti dalam sistem sekuler yang justru membentuk masyarakat menjadi individualis kapitalistik.
Solusi tuntas hanya dapat diperoleh dengan merubah asasnya, yaitu dengan menjadikan akidah islam sebagai asas. Islam memiliki aturan yang lengkap yang mampu mencegah dan menyelesaikan persoalan ini.
Tags
Opini