Trafficking Marak, Buah Dari Sekulerisme dan Kapitalisme




Oleh: Tri S, S.Si


Kasus trafficking tak henti-hentinya terjadi. Belum lama ini terjadi penggerebekan oleh aparat, tepatnya di kawasan wisata Tretes, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Sebelumnya aparat mendapat laporan dari masyarakat sekitar, kemudian melakukan penyelidikan di sebuah ruko di Kecamatan Gempol, Pasuruan. Setelah petugas keamanan ruko diinterogasi, ditemukan fakta bahwa DGP dan RN menjadi dalang  kasus penyekapan 19 perempuan yang diduga dipekerjakan sebagai PSK. Dari 19 perempuan, 4 di antaranya masih di bawah umur atau anak-anak. Kepala Subdit Renakta Ajun Komisaris Besar Polisi Hendra Eko Yulianto, membenarkan pengungkapan kasus tersebut. Selain dipekerjakan di warkop, korban juga dijual sebagai PSK dengan harga antara Rp 500 ribu hingga Rp 800 ribu (viva.co.id, 19/11/22).


Sebenarnya kasus perdagangan manusia atau human trafficking telah marak terjadi di berbagai penjuru dunia. Terutama negara dengan tingkat kependudukan tinggi dan perekonomian rendah. Berawal dari tawaran pekerjaan hingga iming-iming gaji yang tinggi, tentu tidak sedikit yang tergoda dan akhirnya terjebak menjadi korban perdagangan manusia. Ironinya, kebanyakan kasus menimpa perempuan dan anak-anak. Hal ini seperti kembali ke masa perbudakan, manusia tidak memiliki kuasa atas dirinya sendiri. 


Apalagi saat kebutuhan manusia akan materi dimanfaatkan para pelaku untuk melanggengkan bisnisnya dengan berbagai tipu daya. Kasus trafficking ini terjadi ketika manusia tidak lagi menghormati manusia lainnya. Mereka dikuasai oleh nafsu serakah sehingga kehilangan akal sehat. Sehingga mampu melakukan bermacam cara demi mendapatkan keuntungan materi. Termasuk melakukan jual beli manusia tanpa belas kasihan. Keberadaan manusia tidak memiliki nilai yang berharga bahkan derajat perempuan dan anak-anak sering kali dipandang sebelah mata. Mereka hanya dianggap sebagai kaum lemah dan menjadi mangsa untuk dimanfaatkan.


Apalagi kondisi perekonomian saat ini tengah sulit dan tidak sedikit yang menginginkan cara instan dengan hasil maksimal. Hal ini terjadi karena kebahagiaan dunia menjadi tujuan sehingga standar halal dan haram dalam syariat pun diabaikan. Kehidupan yang jauh dari aturan, baik agama maupun norma-norma. Dampak dari penerapan sistem kapitalis sekuler saat inilah yang telah mengubah cara pandang kehidupan manusia menjadi berwatak layaknya binatang. Segala sesuatu hanya berdasarkan hawa nafsu bukan pemikiran dan pemahaman mendasar mengenai hakikat penciptaan.


Terpuruknya kehidupan masyarakat tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab negara. Minimnya jaminan kesejahteraan dan penghidupan yang layak memicu setiap individu berupaya memenuhi kebutuhannya sendiri. Masyarakat harus menderita kemiskinan yang pada akhirnya hilangnya fungsi akal dan mudah tergiur akan tipu daya sehingga tidak menyadari ancaman bahaya. Sebagaimana tidak menyadari terjadinya pelanggaran hukum syara. Karena orientasi masyarakat hanya berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya.


Disamping itu, negara juga tidak mampu memberikan penyelesaian atas banyaknya kasus trafficking. Terbukti meski sudah terdapat regulasi yang mengaturnya, tetapi tetap saja kasus serupa terus bermunculan bahkan korbannya pun semakin bertambah. Ini menunjukkan bahwa keberadaan regulasi bukanlah solusi mendasar yang dibutuhkan. Karena kerusakan yang terjadi berawal dari sistem yang diterapkan. Sistem yang tengah merusak segala tatanan kehidupan dari perekonomian, jaminan keamanan dan keselamatan hingga kehidupan sosial masyarakat timbul sederet kasus kriminalitas termasuk trafficking.


Oleh karena itu, solusi yang mampu menuntaskan segala permasalahan hingga ke akarnya tidak lain dengan membuang kapitalisme sekulerisme dan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Karena hanya Islam yang memberikan jaminan bahkan perlindungan pada setiap jiwa manusia. Tak hanya itu, negara juga wajib menjaga aqidah, kehormatan dan harta per kepala warga daulah, tanpa membedakan gender apalagi status sosial. Negara akan bertanggungjawab penuh atas kemaslahatan hidup umatnya.


Rakyat butuh solusi komprehensif yang melibatkan tiga lapisan yang saling berkaitan. Pertama, memaksimalkan fungsi masing-masing komponen keluarga dalam hal pengawasan dan pendidikan. Baik pendidikan berupa edukasi akan ragam kejahatan yang patut diwaspadai maupun pendidikan agama dengan menguatkan pola pikir yang berasaskan akidah Islam.


Kedua, kontrol dari masyarakat dalam mengindera kemungkinan adanya sindikat yang dinilai mencurigakan. Peran ini tidak boleh diabaikan karena sikap saling peduli yang terwujud melalui 'amar makruf nahi munkar' benar benar efektif dalam menyelamatkan masyarakat dari bahaya besar.


Ketiga adalah campur tangan negara dalam memberikan jaminan rasa aman dengan memperketat pengawasan oleh oknum aparat. Termasuk juga menindak tegas seluruh pihak yang terlibat baik dari dalam negeri maupun luar negeri agar menimbulkan efek jera. Oleh karena itu, negara harus memiliki power yang disegani dan ditakuti dalam skala internasional.


Aspek lain yang tak boleh diabaikan oleh negara dalam menangani masalah human trafficking adalah jaminan atas terpenuhinya seluruh kebutuhan hidup rakyat. Yang dengan ini, rakyat tidak akan terjebak oleh lilitan ekonomi yang mencekik, yang memaksa mereka  harus menceburkan diri menjadi korban eksploitasi demi kebutuhan hidup. Hanya saja, peran besar ini tidak akan terwujud kecuali jika negara berani membuang kapitalisme dan mengadopsi sistem Islam untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Baik pendidikan, ekonomi, sosial maupun politik.


Sehingga sudah sepantasnya perjuangan menegakan Islam dalam kehidupan dilakukan oleh seluruh umat. Karena hanya dengan penerapan Islam, kebahagiaan di dunia dan di akhirat dapat terwujud.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak