Oleh : Khasanah isma
( Guru /Pemerhati sosial)
Belum dikatakan dakwah jika tanpa tantangan,khususnya berupa penolakan, dakwah pada hakikatnya memang perjalanan yang berliku penuh onak dan duri,bukan jalan yang ditaburi dengan bunga-bunga,karena memang sunatullahnya begitu,dimana ketika kita menyampaikan yang haq akan selalu berhadapan dengan yang bathil,semua serba berat, serba susah, serba menguras rasa,fikir dan jiwa, namun di hadapan Allah semua ada
harganya,yang berjuang dengan yang tidak itu banyak bedanya.
Begitu pun rasul SAW dan para sahabatnya ketika berdakwah,mengingat dakwah beliau adalah dakwah pemikiran, mereka berusaha mengubah pemikiran masyarakat dari pemikiran jahilayah menuju pemikiran Islam, dari kegelapan menuju cahaya terang, dan sejarah akan berulang dari zaman ke zaman, pun saat ini , di negeri yang konon masih mengaku memegang teguh sistem demokrasi sebagai hukum jahiliyah modern, yang tak kalah jahilnya bila disejajarkan dengan hukum yang diterapkan kaum kafir qurays pada saat nabi dakwah fase Mekkah, bahkan saat ini situasinya lebih parah, tidak hanya jahiliyah, namun disertai pula dengan tindakan zholim secara terang
-terangan dalam bentuk legitimasi undang- undang.
KUHP baru Menyasar Perjuangan Dakwah Islam Kaffah
Beberapa waktu lalu (6 Desembe r 2022), para wakil rakyat mengesahkan RKUHP menjadi KUHP,
Padahal didalamnya masih ada sekitar 20 pasal yang menjadi kontroversi menurut berbagai kalangan, dikarenakan mengandung beberapa pasal karet yang dapat menjerat siapa pun dengan mudah untuk dianggap melakukan tindak pidana hingga menyeret rakyat kepenjara,
terutama bagi aktivis pengemban dakwah islam kaffah (Khilafah), ada beberapa pasal yang disinyalir membungkam dakwah islam kaffah,
pasal tersebut dinilai rawan dijadikan alat gebuk penguasa dalam menjalankan arogansinya terkait dakwah Khilafah sebagai ajaran Islam yang begitu mulia, meski disatu sisi mereka kerapkali masih menggaungkan bahwa negeri ini negara demokrasi ,akan tetapi yang terjadi sesungguhnya adalah anti Demokrasi,
kedaulatan tak lagi ditangan rakyat, karena faktanya menempatkan rakyat sebagai musuh utama penguasa ,jika ia lantang bersuara.
DPR yang seharusnya mewakili suara rakyat, namun nyatanya tidak mendengar keluhan rakyat yang masih keberatan dengan diberlakukannya KUHP baru , maka berangkat dari persoalan tersebut mari kita mengkritisi beberapa pasal karet yang rawan menjerat para aktivis dakwah Khilafah karena dinilai memiliki kerancuan dalam memaknainya.
Pasal-pasal yang disinyalir akan menghambat jalannya perjuangan dakwah Khilafah
Pasal 188 berbunyi:
(1) Setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme- leninisme _atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila_ di muka umum dengan lisan atau tulisan termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) mengakibatkan terjadinya kerusuhan dalam masyarakat atau kerugian Harta Kekayaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 190 berbunyi:
(1) Setiap orang yang menyatakan keinginannya di muka umum dengan lisan, tulisan atau melalui media apapun untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Dari beberapa pasal tersebut tersirat begitu jelas betapa rezim tengah berusaha melakukan pembungkanan dan b/ memberangus syiar islam, seperti pada pasal 190 , setiap oang yang menyatakan keinginannya didepan umum dengan lisan dan tulisan atau media apa pun untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara maka dipidana penjara paling lama 5 tahun, kalimat tersebut jelas maknanya menyasar kepada perjuangan dakwah islam kaffah yang selama ini sering dibenturkan dengan Pancasila, Jadi ketika ada yang bicara dakwah islam kaffah ( Khilafah) , baik secara lisan dan tulisan disama artikan bahwa ia anti pancasila dan pro terhadap ideologi Khilafah, jelas ini tidak objektif,tidak apple to apple, mensejajarkan Pancasila dengan Khilafah, dari mengatakan Khilafah itu ideologi saja pemerintah sudah salah, karena Khilafah itu bukan ideologi,Khilafah adalah adalah sistem pemerintahan islam,
pembahasan terkait Khilafah adalah sebagaimana kita membahas sistem pemerintahan lainnya seperti demokrasi, monarkhi, otokrasi dll, itu baru sejajar, dengan kata lain Khilafah masuknya ke tataran teknis ( pelaksanaan),pancasila itu lebih kepada tataran ideologis, jadi tidak tepat bila membenturkan pancasila dengan Khilafah, jika mau apple to apple, narasinya adalah Demokrasi versus Khilafah, atau Pancasila VS Ideologi Islam.
Apalagi dipasal 188 yang seolah mengulang substansi dari UU Ormas terdahulu, bahkan cakupannya lebih meluas karena secara mudah dapat menyasar individu mana pun yang dianggap menyebarkan "paham lain" dengan maksud mengubah pancasila, akan dikenakan penjara 4 tahun, jelas ini pembingkaman namanya.
Ada lagi, pasal terkait Ormas islam, dalam pasal 261yang menyatakan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun bagi anggota masyarakat yang bergabung dengan organisasi yang dianggap bertujuan melakukan tindakan pidana, ,
Itu artinya, pasal tersebut menegaskan bahwa pemerintah berwenang memberangus setiap Ormas islam yang visi- misinya berseberangan dengan penguasa, seperti HTI dan FPI,
dengan banyaknya pasal kontroversi tersebut menunjukan bukti
betapa demokrasi memiliki standar ganda dalam memaknai HAM terkait kebebasan berserikat dan berpendapat, kedaulatan ditangan rakyat
kenyataannya tak sampai pada maknanya yang hakiki, sebaliknya kedaulatan berada ditangan oligharki, ruang gerak rakyat dipersempit, dakwah islam dibungkam dalam jeratan pasal.
Umat Islam harus mengambil sikap
Melihat kondisi ini, sudah seharusnya umat islam,khususnya para ulama dan tokoh masyarakat bersatu mengambil sikap serius guna menolak tegas pasal- pasal yang menyasar terhadap perjuangan islam , umat bersama ulama hendaknya menggalang kekuatan untuk mengatur strategi agar pemerintah menggagalkan pelaksanaan KUHP yang tengah diberlakukan tiga thn ke depan, memang upaya ini mengandung resiko yang besar, tapi dampaknya akan jauh lebih besar jika sebagian besar umat berdiam diri dan menerima pengesahan ini, karena perlahan tapi pasti, siapapun Ormas islam yang nanti akan berdakwah mensyiarkan ajaran Islam akan diberangus , terutama Ormas islam yang dinilai menjadi oposisi kebijakan pemerintah,
sementara kebijakan yang selama ini pemerintah tetapkan telah begitu banyak melanggar aturan islam ,padahal mayoritas negeri ini justru beragama Islam, seperti UU MInol ( Minuman ber alkohol) yang diizinkan peredarannya merambah warung-warung kecil, pasal perzinaan dan pencabulan yang terlalu luas, terutama dalam menempatkan delik pengaduan, misal pasal kohabitasi alias kumpul kebo, jika ada tetangga kita yang melakukan kumpul kebo lalu warga atau instansi resmi seperti RT melaporkannya kepihak yang berwajib, maka laporan tidak dianggap sah malah bisa dilapor balik karena dianggap turut campur terhadap urusan privasi orang lain, kecuali bila yang melaporkan adalah ayahnya atau ibunya, dan saudara kandung si pelaku , ini jelas melegalkan dan semakin melanggengkan perzinaan, dimana dalam agama Islam zina merupakan dosa besar, lucunya lagi diantara 600 pasal itu tak ada satupun pasal yang menjerat kaum LGBT, kedalam tindak pidana,ini jelas mengancam generasi anak-anak kaum muslimin, padahal negeri ini negeri darurat LGBT.
Selanjutnya, jika umat islam berdiam diri, maka satu persatu ajaran Islam akan dipreteli secara masif dalam bentuk kebijakan berikutnya, artinya apa, pemerintah akan leluasa melakukan amandemen pasal demi pasal lagi diwaktu lain , misal bisa saja nanti akan menyusul UU terkait nikah beda agama dimana nantinya akan mendapat legalitas yang sah dari pemerintah pusat melalui DPR, mengingat saat ini nikah beda agama telah ada yang melegalkan dibeberapa daerah semisal Yogya, melalui PN telah mengesahkan nikah beda agama dengan alasan demi menghindari angka kohabitasi( kumpul kebo)
https://www.onlineindo.tv/2022/12/breaking-news-alasan-cegah-kumpul-kebo.html, intinya diamnya umat islam , tokoh masyarakat dan para ulama ( terutama MUI sebagai lembaga perwakilan umat islam) sama artinya dengan memberi peluang penguasa untuk semakin melahirkan kebijakan yang berseberangan dari ajaran Islam sementara negeri ini mayoritasnya umat islam, oleh karena itu bicaralah, dan bersatulah untuk menuntut pembatalan KUHP ini, mencari jalan keluar agar ajaran Islam terjaga kemuliaannya, mengingat ini merupakan hal yang sangat urgent,misal
kekhawatiran akan terjadinya UU yang sah terkait fiqih lintas agama seperti disahkannya UU nikah beda agama oleh negara suatu hari nanti perlu sejak dini dipikirkan, bukan malah sibuk mewacanakan elektabilitas pemilu 2024 , sementara umat dalam ancaman yang nyata,terlepas buhul agamanya satu demi satu,
jangan sampai menunggu kondisi umat menjadi sekuler kaffah, liberal kaffah baru terpikirkan mencari jalan keluarnya.
Jalan pintas agar masalah tuntas.
Benang kusut masalah di negeri ini tidak pernah lepas dari lemahnya manusia dalam menghasilkan produk hukum, faktanya bisa kita rasakan sekarang, yaitu terjadinya banyak pro dan kontra, hal ini menandakan bahwa sebuah produk hukum selama masih menjadi kontroversi dalam pelaksanaannya itu artinya tidak layak pakai untuk mengatur manusia,
Oleh karena itu tidak akan tercipta keadilan selama hukum diserahkan kepada manusia yang bersifat lemah, bayangkan bila si lemah mengatur yang lemah, yang terjadi hanyalah kekacauan seperti saat ini, bukankah kita butuh kekuatan untuk mengendalikan kelemahan, akal manusia tidak mampu mengurusi hal- hal yang cakupannya teramat luas ( negara), akal manusia tidak mampu secara objektif menentukan apakah sesuatu itu memberi efek baik atau buruk, perlu atau tidak, adil atau zolim ,hingga ia menetapkan seseorang itu layak di sanksi atau tidak ,karena didalam penetapannya terdapat konflik kepentingan yang senantiasa bermain, sehingga dia akan berpihak kepada siapa yang mampu memberi keuntungan, itulah wajah sistem Demokrasi.
Berbeda dengan ketika sistem islam diterapkan, sudah barang tentu akan mampu menjangkau semua urusan, menjamin terwujudnya keadilan, karena standar hukum yang diberlakukan berasal dari Dzat yang Maha Benar Maha Teliti, Maha adil, bahkan jauh dari konflik kepentingan, karena Allah adalah Dzat yang terlepas dari segala sifat- sifat makhluk.
Adakah yang lebih benar perkataannya selain Allah?
Adakah yang lebih benar janjinya selain Allah?
Tidak, demokrasi hanya dapat memberi banyak janji bukan bukti,
fakta sejarah pun membuktikan, bahwa islam dengan sistemnya mampu mewujudkan keadilan hingga dapat bertahan selama 13 abad lamanya mengatur dunia di tiga benua ( Afrika, Eropa dan setengahnya dari Asia), hukum islam memang kompatibel dengan seluruh urusan manusia, melalui hukum muamalah seperti: politik islam, pergaulan islam, pemerintahan islam, sistem ekonomi islam, pendidikan islam..
ada juga hukum uqubat yang mengatur sanksi atau hukuman huddud, jinayat takzir dan mukhallafat dimana semua hukum tersebut akan berlaku sama bagi siapa pun, baik individu tersebut itu pejabat, konglomerat ataupun rakyat biasa.
Jika umat masih memegang teguh demokrasi, maka umat akan selamanya berada dalam posisi yang lemah, umat islam hanya akan memiliki kekuatan besar jika menerapkan sistem islam yang kaffah,
mari kita hijrah ke sistem islam kaffah (Khilafah), jika ingin hidup menjadi berkah.
Tags
Opini