Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Angka orang dengan HIV tiap tahunnya terus meningkat. Data epidemiologi UNAIDS menyebutkan bahwa hingga 2021 jumlah orang dengan HIV mencapai 38,4 juta jiwa. Kelompok perempuan dan anak menunjukkan angka yang memprihatinkan. Di Indonesia, terdapat sekitar 543.100 orang hidup dengan HIV dengan estimasi 27 ribu kasus infeksi baru pada 2021. Sekitar 40 persen kasus infeksi baru terjadi pada perempuan, sedangkan lebih dari 51 persennya terjadi pada kelompok remaja (15-24 tahun), dan 12 persen infeksi baru pada anak(SINDOnews.com,Senin, 28 November 2022 ).
Telah diakui bahwa HIV/AIDS menjadi salah satu masalah serius.Sudah umum diketahui bahwa HIV/AIDS adalah penyakit menular. Meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS terjadi pasti karena faktor-faktor yang menyebabkan penyakit tersebut tersebar tak mampu dicegah. Di Indonesia, faktor penyebab dan penyebaran HIV/AIDS terbesar ialah melalui hubungan seks tidak aman dan bergantian jarum suntik oleh para pengguna narkotika (disperkimta.bulelengkab.go.id, 26/04/2018).
Hubungan seks tidak aman yang dimaksudkan adalah seks tanpa alat pengaman seperti kondom. Hubungan seks seperti ini biasanya dilakukan oleh pasangan di luar pernikahan. Maka bisa disimpulkan, bahwa seks bebas dan narkoba menjadi dua poin penting yang sangat mempengaruhi penyebaran HIV/AIDS secara nasional.
Mengetahui hal ini, menjadi jelas bagi kita bahwa akan sangat sulit (kalau tidak mau dibilang tidak mungkin bisa) mengurangi angka penderita HIV/AIDS. Sebab kedua hal tersebut marak dalam kehidupan kita.
Persepsi yang benar untuk Kebangkitan
dalam model kehidupan bercorak sekuler liberal seperti saat ini, urusan seksual dianggap sebagai urusan pribadi seseorang. Negara tidak menggolongkan seks bebas sebagai tindak kriminal, kecuali yang dilakukan oleh anak di bawah umur atau pasangan selingkuhan. Itupun jika ada pihak yang merasa keberatan dan melaporkan kasus terkait hal itu ke aparat keamanan.
Tak heran kalau akhirnya seks bebas berkembang pesat ke dalam berbagai bentuk. Baik seks bebas komersil ataupun nonkomersil. Dari seks bebas oleh pasangan lawan jenis, hingga yang dilakukan oleh pasangan sejenis. Pasangan sejenis justru akhir-akhir ini semakin percaya diri menunjukkan eksistensi hubungan mereka ke publik.
Meski negeri kita menganut norma-norma ketimuran yang melarang adanya hubungan percintaan sejenis, namun relasi seperti itu tetap tak dianggap kriminal ketika dilakukan oleh orang dewasa yang suka sama suka. Makanya para pasangan sejenis terus berupaya untuk diterima sepenuhnya oleh negara dan masyarakat.
Sayangnya, youtuber terkenal yang mengaku smart memberi panggung pada para pasangan sejenis ini. Baru-baru ini podcast-nya mendapat sorotan dari netizen karena jelas-jelas mengkampanyekan LG8T. Bayangkan, berapa banyak penonton channel itu yang akan terpengaruh dengan konten unfaedah tersebut? Berapa banyak lagi jumlah pelaku seks sesama jenis yang lahir dan akan tertular HIV/AIDS?(tintasiyasi,21/5/2022).
Seks bebas sangat erat dengan narkoba. Seperti dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan. Berbicara tentang narkoba, mengapa narkoba sangat sulit diberantas? Hal itu tentu tak terlepas dari sekularisme yang dianut negeri ini. Sekularisme menyebabkan banyak orang hanya mempertimbangkan manfaat dalam berbuat. Akhirnya ada orang-orang yang memanfaatkan narkoba sebagai ladang bisnis. Ada orang-orang yang menggunakan narkoba sebagai pelarian dari masalah. Ada orang-orang yang mudah terpengaruh narkoba karena mental yang lemah.
Artinya, seks bebas dan narkoba yang menjadi faktor utama penyebaran HIV/AIDS, sulit diberantas karena sekularisme liberal merajai paham kehidupan bermasyarakat dan bernegara kita. Solusi yang ditawarkan tak menyentuh akar permasalahan.
Namun bila masyarakat kita mau sepakat mengganti sekuler liberal dengan syariah Islam, tentu kita optimis seks bebas dan narkoba bisa dihentikan serta angka penderita HIV/AIDS nol persen bisa terwujud. Wallahu a’lam bishshawab. []
Tags
Opini