Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Pernak-pernik menjelang Natal 25 Desember 2022 semakin marak dipasang pada berbagai tempat di Surabaya, sebagai langkah dalam menjaga semangat toleransi dan keharmonisan antar umat beragama. Kota yang dijuluki sebagai kota pahlawan ini menurut Eri Cahyadi selaku Wali Kota Surabaya, menduduki posisi keenam sebagai kota dengan tingkat toleransi yang tinggi di Indonesia dan di posisi pertama di tingkat Jawa Timur.
Oleh karenanya jalinan silaturahmi pada para tokoh masyarakat, suku, dan lintas budaya terus digalakkan oleh pihak pemkot Surabaya. Perkumpulan adat/suku di Surabaya dan warga muslim Maluku yang tinggal di kota Surabaya bersedia melakukan penjagaan di gereja-gereja saat Natal nanti, sebagaimana tahun sebelumnya pernah dicontohkan oleh Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser) dan Kelompok kesiapsiagaam Angkatan Muda Muhammadiyah ( Kokam). Pemasangan ornamen keagamaan ini pun akan bergantian dipasang disesuaikan dengan hari keagamaan yang akan dirayakan. (https://suarapubliknews.net : 17 Desember 2022).
Penghargaan serupa diberikan pada kota Palangka Raya. Kota yang terletak di Provinsi Kalimantan Tengah ini didapuk sebagai Kota Peduli HAM oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mana salah satu aspek yang masuk dalam kriteria penilaian adalah aspek keberagaman dan pluralisme (https://www.borneonews.co.id : 15 Desember 2022). Demikian pula dengan Kota Metro yang juga ditunjuk oleh Kemenkumham sebagai kota Peduli HAM. Kota yang dipimpin oleh, dr.H.Wahdi Siradjuddin,Sp.OG(K) memiliki berbagai program andalan yang salah satunya adalah Program peningkatan SDM (sumber daya manusia) yang dimulai dari sebelum kelahiran hingga dewasa (https://info.metrokots.go.id.)
Sebagai negara yang menggunakan sistem Kapitalis bukanlah suatu yang mengherankan jika ide-ide Pluralisme dalam moderasi beragama diluncurkan. Negara yang tak memberi perlindungan terhadap akidah umat dan rendahnya kesadaran akan haramnya ide pluralisme tersebut menempatkan akidah umat Islam dalam bahaya. Gencarnya serangan moderasi beragama yang berbalut toleransi telah membuat muslim meremehkan prinsip beragama yang erat kaitannya dengan akidah.
Moderasi beragama merupakan cara pandang beragama ala barat yang sekuler yaitu memisahkan agama dengan kehidupan, yang tentunya berbenturan dengan paham keagamaan Islam yang biasa disebut oleh politisi dengan sebutan Radikal. Pluralisme merupakan paham yang memandang semua agama adalah sama dan benar karena semua bersumber dari Tuhan yang sama. Pluralisme seringkali diwujudkan dalam toleransi yang kebablasan yang melanggar batas akidah seorang muslim, mencampuradukkan yang haq dan yang bathil seperti mengucapkan selamat Natal, perayaan bersama, doa lintas agama, dan lain-lain. Tentunya hal itu dapat membahayakan akidah yang dapat berujung pada pemurtadan.
Sejak dahulu kala tak pernah ada permasalahan dalam hal toleransi dan pluralisme karena syariat Islam telah mengatur bentuk toleransi antar umat beragama. Baik sesama muslim maupun dengan non muslim yaitu tidak mengganggu atau memusuhi non muslim, dan membiarkan mereka melakukan ibadah sesuai keyakinan mereka, tidak ada paksaan untuk masuk Islam. non muslim yang tunduk terhadap Daulah akan diberikan perlindungan dan persamaan sesuai dengan batas-batas syariat. Mereka tidak boleh di dzalimi, muslim dilarang mencela sesembahan mereka tanpa dasar ilmu, muslim diperintahkan melakukan diskusi dengan non muslim dengan cara yang ma’ruf.
Batasan-batasan toleransi dan indahnya pluralisme sesuai syariat Islam tersebut hanya bisa diketahui dan diterapkan apabila setiap individu memiliki kesadaran dalam mempelajari agamanya, sehingga tercipta masyarakat yang satu pemikiran, mampu melakukan amar ma’ruf nahi munkar, tidak mudah tergelincir dalam penyesatan akidah dan menginginkan sebuah Negara yang mampu melindungi akidah setiap warga negaranya melalui penerapan syariat Islam secara Kaffah.
Tags
Opini