Ditulis oleh: Sri Wahyu Anggraini, S.Pd
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Di tengah derasnya arus penolakan beberapa rancangan pasal RUU KUHP DPR RI dan pemerintah justru mengesahkan rancangan undang-undang tersebut padahal ada banyak permasalahan yang lebih layak diselesaikan tapi faktanya tidak demikian
Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) disahkan menjadi Undang-undang. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad beragendakan pengambilan keputusan atas RUU KUHP. "Apakah RUU KUHP dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang," ucap Sufmi Dasco Ahmad, di Gedung DPR Senayan. Seluruh anggota DPR yang hadir menyetujui RUU KUHP untuk disahkan menjadi undang-undang. (kemenkumham.go.id, 06/12/2022)
Sungguh pemerintah dan DPR tidak mempunyai itikad baik dan menipu rakyat dengan mengesahkan RU KUHP menjadi undang-undang, dan merupakan kemunduran dari perlindungan kebebasan sipil di Indonesia
Sebagaimana dikatakan Pengacara publik dari LBH Jakarta Charlie Meidino Albajili menyatakan pemerintah dan DPR tak mempunyai iktikad baik dan menipu rakyat dengan mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU di tengah gelombang penolakan. "Dulu ini ditunda pembahasannya karena dibilang ada penolakan dari masyarakat, tapi sekarang penolakan tetap jalan, dan pasal yang dulu dikritisi di Reformasi Dikorupsi (2019) tetap ada. Jadi ini pemerintah sebenarnya sedang menipu rakyatnya," kata Charlie saat dihubungi melalui sambungan telepon. RKUHP yang kini telah disahkan menjadi UU cacat prosedur karena partisipasi masyarakat tidak diakomodasi dengan baik dan penuh. Akibatnya, substansi yang termuat dalam peraturan pidana baru itu sangat berbahaya bagi demokrasi dan masa depan bangsa. "Pemerintah lagi-lagi meng-goal-kan UU secara cacat prosedural karena aspirasi masyarakat beberapa prosedurnya tidak melaksanakan partisipasi masyarakat yang tulus sebagaimana dimandatkan putusan MK [Mahkamah Konstitusi]. (cnnindonesia.com, 06/12/2022)
Selain Pasal-pasal yang terkandung dalam draf akhir RUU KUHP masih memuat pasal-pasal antidemokrasi, melanggengkan korupsi di Indonesia, membungkam kebebasan pers, menghambat kebebasan akademik, mengatur ruang privat masyarakat, diskriminatif terhadap perempuan dan kelompok marginal, mengancam keberadaan masyarakat adat, dan memiskinkan rakyat," ujar Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur di sela-sela aksi demonstrasi menolak RUU KUHP di depan Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selain YLBHI, terdapat sekitar 100 organisasi demokrasi, HAM dan mahasiswa yang bergabung dalam aliansi tersebut. Beberapa di antaranya, Imparsial, Kontras, AJI, BEM UI, HWRG, ELSAM, ICJR, PSHK, dan lembaga lainnya.( Beritasatu.com, 06/12/2022)
Sungguh ironis bahwasannya sistem politik demokrasi yang dibangun atas asas liberalisme semakin menunjukkan ke otoriterannya. Memberikan wewenang penuh kepada manusia untuk membuat undang-undang yang mengatur seluruh aspek kehidupan sesuai kehendak mereka. Karena itu RUKUHP yang disahkan adalah produk akal manusia yang dilegalisasi oleh negara. Inilah sejatinya yang menjadi akar persoalan perdebatan yang sering terjadi di setiap pemerintahan ketika akan mengesahkan sebuah aturan perundang-undangan. Sebab sampai kapanpun akal manusia yang lemah tidak mampu mengakomodir seluruh pendapat manusia dan yang terpenting bahwa akal manusia tidak mampu memahami aturan yang terbaik untuk manusia yang menjamin terwujudnya keberkahan hidup. Oleh karena itu RUKUHP atau undang-undang lainnya sangat mudah direvisi sesuai kehendak yang sedang berkuasa. Berbagai proses panjang dialami untuk mengsahkan RKUHP mengindikasikan bahwa hukum yang dibuat manusia dapat dengan mudah di otak-atik sesuai kepentingan yang ingin diraih.
Disinilah potensi penyalahgunaan kekuasaan itu terjadi. Sekalipun jika ada lembaga yang mampu mengawasi, tidaklah menjamin undang-undang yang dihasilkan bebas dari kepentingan kekuasaan, seperti undang-undang cipta kerja yang disahkan pada tahun 2020 yang sangat syarat akan kepentingan kapitalis bukan kepentingan rakyat. Sebagian besar produk hukum dalam demokrasi adalah hasil kongkalikong antara wakil rakyat Penguasa dan pengusaha. Aturan dalam sistem demokrasi juga nampak bertujuan untuk mengkokohkan kekuasaan rezim yang berkuas, saking lenturnya pasal-pasal karakter dijadikan alat untuk membungkam lawan politik penguasa. Undang-undang produk sistem politik demokrasi tidak akan mampu menjawab persoalan yang sedang dihadapi masyarakat aturan yang ada dipastikan akan menambah ruwet persoalan bahkan menimbulkan persoalan baru
Oleh karenanya tidak ada jalan lain selain mengubah secara total sistem politik yang mengantar segala aspek kehidupan di negeri ini yaitu dengan sistem politik yang dituju umat adalah sistem politik Islam Khilafah islamiyah. Dalam Khilafah aturan yang diterapkan adalah syariat Islam legalitas undang-undang yang dihasilkan bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah sebab hak membuat hukum hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala manusia tidak berhak membuat dan menyusun aturan undang-undang sendiri
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِۦٓ إِلَّآ أَسْمَآءً سَمَّيْتُمُوهَآ أَنْتُمْ وَءَابَآؤُكُمْ مَّآ أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطٰنٍ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۚ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا إِلَّآ إِيَّاهُ ۚ ذٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
"Apa yang kamu sembah selain Dia, hanyalah nama-nama yang kamu buat-buat, baik oleh kamu sendiri maupun oleh nenek moyangmu. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang hal (nama-nama) itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf 12: Ayat 40)
Dari ayat ini sangat jelas bahwa manusia hanyalah pelaksana hukum Allah, dimana wewenang tersebut diberikan kepada khalifah sebagai pemimpin negara adapun wakil rakyat yang disebut Majelis Umat dalam Islam bertugas untuk melakukan koreksi terhadap kebijakan penguasa, menerima keluhan masyarakat untuk disampaikan kepada Penguasa dan memberikan masukan kepada khalifah meski masukkan tersebut tidak mengikat. Majelis umat tidak memiliki wewenang membuat dan menyesuaikan undang-undang seperti wakil Rakyat dalam demokrasi. Karena itu tidak akan terjadi politik transaksional untuk meloloskan undang-undang pesanan pihak tertentu. Karena aturan yang berlaku adalah hukum Allah, maka aturan tersebut tidak berpeluang untuk berubah-ubah mengikuti kehendak manusi. Dengan ini supremasi hukum akan selalu terjaga, Selain itu aturan yang diberlakukan menyelesaikan persoalan dan persengketaan secara tuntas tanpa menimbulkan persoalan baru aturan memiliki standar yang jelas yang bisa dipahami ukurannya oleh manusia. Sehingga mampu menghilangkan kezaliman satu pihak atas pihak lain. Demikian lahannya penerapan aturan Islam kata yang mewujudkan keadilan yang menyelesaikan seluruh bentuk kehidupan umat manusia
Wallahu A'lam Bishawab
Tags
Opini