Oleh: Wilujeng Sri Lestari, S. Pdi
Indonesia memasuki era siaran digital per 2 November 2022. Ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran yang menyatakan kewajiban penghentian siaran televisi analog paling lambat 2 November 2022 pukul 24.00 WIB (Pasal 97 ayat (1) b).
Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Menkominfo No. 11 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran yang juga mengungkapkan kewajiban semua lembaga penyiaran untuk menyetop siaran analog pada 2 November 2022.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan bahwa siaran televisi analog ke digital tersebut merupakan arahan dari The International Telecommunication Union (ITU) yang merupakan badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bidang teknologi informasi dan komunikasi. Perpindahan siaran analog ke digital merupakan amanat UU Cipta Kerja untuk dilakukan paling lambat dua tahun sejak mulai berlakunya aturan tersebut.
Kebijakan penghentian siaran analog tersebut bukanlah kebijakan baru, bahkan sudah ada sebelum adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. (www.Republika, 5/11/2022).
Mahfud MD juga menyebutkan masih ada beberapa stasiun TV yang belum mematikan siaran analognya. Hal itu berkaitan dengan perpindahan saluran analog ke digital. Ia menegaskan jika masih ada stasiun TV yang menyiarkan saluran secara analog maka akan dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum. (www.Republika, 4/11/2022).
TV Digital bukan Solusi
Direktur Operasi Sumber Daya Kominfo Dwi Handoko mengatakan, penggantian transmisi analog ke digital akan menciptakan efisiensi pemakaian spektrum frekuensi, mampu menghemat bandwidth, kebal terhadap gangguan (noise) dan dilengkapi dengan sistem yang mampu memperbaiki kesalahan pengiriman data akibat gangguan forward error correction (FEC) sehingga informasi yang diterima utuh kembali. (www.media indonesia, 14/10/2021)
Namun, pernyataan tersebut tentunya adalah alasan karena spektrum frekuensi tersebut sedianya akan dialihfungsikan untuk internet 5G. Dengan adanya migrasi TV digital, daerah-daerah yang tidak tersentuh atau terlindung sinyal komunikasi nantinya bisa dibangun infrastruktur akses internet 5G, tentunya dengan kecepatan lebih tinggi dibandingkan 4G. Sehingga layanan telekomunikasi Indonesia diharapkan akan makin meningkat.
Maka wajar jika TV digital diklaim mampu menyolusi persoalan interferensi frekuensi radio di kawasan perbatasan antarnegara. Pasalnya, interferensi yang disebabkan penggunaan frekuensi yang tumpang tindih akan mengganggu telekomunikasi, penyiaran dan komunikasi lainnya seperti internet.
Namun, negara yang sudah menyelesaikan proses ASO, tetapi digital dividennya belum bisa digunakan secara optimal untuk internet 5G akan tetap mengalami kesulitan, karena persoalan interferensi frekuensi radio akibat kesenjangan teknologi di antara dua wilayah yang berbeda negara. Batam dan Singapura contohnya.
TV Digital Menguntungkan Pemilik Modal
Kapitalisme menganggap bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini orientasinya adalah kapital atau uang. Sistem ekonomi kapitalisme hanya mementingkan para pemilik modal. Tranformasi TV analog ke TV digital salah satunya.
Peralihan TV analog menuju TV digital membutuhkan alat yang disebut Set Top Box (STB). Salah satu produsen STB yaitu PT Industri Telekomunikasi Indonesia atau PT INTI hingga akhir tahun ini telah menargetkan jumlah produksi STB sebanyak 50 ribu unit.
Untuk bisa mengakses TV digitalpun, masyarakat memerlukan instrumen berupa televisi yang memadai untuk pemasangan STB tersebut. Tidak semua televisi layar datar yang bisa ditransformasikan menjadi TV digital, apalagi televisi tabung. Sedangkan bantuan dari pemerintah hanya berupa STB saja. Belum lagi nasib stasiun-stasiun TV lokal yang selama ini masih bergerak di TV analog. Selain instrumen penyedia layanan siaran digital, dalam masalah dana mereka akan kalah dengan stasiun TV swasta dan internasional.
Dari sini sangat jelas bahwa yang diuntungkan adalah para pemilik modal, para konglomerat media besar. Sedangkan rakyat hanya sebagai pelaksana peraturan, yang harus merogoh kocek lebih dalam lagi untuk menikmati layanan televisi.
Islam Solusi Permasalahan Media.
Di dalam Daulah Islam, media ada dalam ranah Departemen Penerangan. Walaupun sebagai instansi yang mandiri, namun posisinya berhubungan langsung dengan pemerintah atau Khalifah.
Setiap orang yang memiliki kewarganegaraan Daulah Islam boleh mendirikan suatu media informasi, baik cetak, audio, audio visual, analog maupun digital. Dan pendirian media Informasi ini tidak memerlukan pendaftaran, hanya menyampaikan informasi dan laporan ke Lembaga Penerangan terkait pendirian media informasi tersebut.
Dalam hal konten, dengan adanya televisi digital akan memudahkan masyarakat mengakses berbagai informasi yang lebih luas. Dan Islam mengatur konten-konten yang akan di tayangkan pada media informasi tersebut. Dan ini menjadi tanggung jawab langsung Khalifah. Daulah akan menindak tegas konten - konten yang tidak mengedukasi, konten yang berisi pemikiran yang rusak dan menyesatkan.
Daulah juga akan menyediakan instrumen penyedia layanan siaran media. Sehingga tidak akan ada celah bagi pengusaha untuk membisniskannya kepada masyarakat.
Daulah Islam juga kan mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum-hukum syariah. Tindakan dan sanksi tegas telah Khalifah tetapkan bagi orang atau lembaga yang melanggar ketetapan Khalifah. Hal ini dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum muslimin. Juga dalam rangka membangun masyarakat islami yang kuat yang selalu berpegang teguh pada aturan Allah SWT.
Wallahu 'alam bi'showab.