PERINGATAN HAKORDIA DI TENGAH MARAKNYA KORUPSI?




Oleh: Nahla Nabila
(Pegiat Literasi) 

Tanggal 9 Desember kemarin diperingati sebagai Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia). Acara puncak peringatan Hakordia yang diselenggarakan di Jakarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengusung tema "Indonesia Pulih Bersatu Lawan Korupsi"  

Acara ini dihadiri oleh Bapak Wakil Presiden Ma'ruf Amin, juga beberapa tokoh dan pejabat negara. Bapak Ma'ruf Amin dalam sambutannya menegaskan bahwa Korupsi adalah musuh utama seluruh bangsa. Sementara itu ketua KPK, Firli bahuri menyampaikan bahwa pemberantasan korupsi telah menjadi fokus perhatian dunia karena banyak negara menyadari dampak kerugian korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan global. (aclc.kpk.go.id).

Di Indonesia sendiri korupsi seakan-akan sudah menjadi budaya, dan ini terjadi hampir di semua sektor dari tingkat atas sampai bawah. Ini terlihat dari data yang dilampirkan oleh KPK. Sejak tahun 2004 hingga 20 Oktober 2022, KPK telah menangani 1.310 kasus tindak pidana korupsi (databoks.katadata.co.id). 

Menurut penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW), berdasarkan data penindakan KPK, sepertiga pelaku korupsi yang diungkap selama 18 tahun terakhir berasal dari lingkup politik, baik legislatif (DPRD maupun DPR RI) dan kepala daerah, dengan jumlah 496 orang (tirto.id, 11/12/2022). Ini terlihat dari kasus-kasus korupsi yang selama ini terungkap di Media Indonesia. Baru-baru ini saja ada penangkapan Bupati Bangkalan yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap jual beli jabatan, OTT wakil ketua DPRD Jawa Timur terkait suap alokasi dana hibah APBD dan ditahannya gubernur Papua yang terjerat kasus korupsi dan gratifikasi.

Namun di tengah upaya penindakan korupsi yang dilakukan oleh KPK, kepercayaan publik terhadap lembaga ini justru makin lemah. Berdasarkan hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 19-21 Juli 2022 terhadap 52 responden, kepercayaan masyarakat terhadap lembaga KPK berada di posisi terendah dalam 5 tahun terakhir. Menurut peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada  (UGM), Zaenur Rohman, hal ini terjadi karena KPK dinilai telah kehilangan independensinya sebagai lembaga anti korupsi. Selain itu, Undang-Undang nomor 19 tahun 2009 tentang KPK yang merupakan revisi kedua atas UU 30/2002 justru semakin mengkerdilkan wewenang KPK sebagai lembaga. Dan KPK semakin susah dijadikan teladan integritas karena banyaknya pelanggaran etik yang dilakukan oleh Insan KPK, khususnya para pimpinannya.(nasional.kompas.com, 9/12/2022).

Lalu apa penyebab terjadinya korupsi? Menurut Jack bologne dalam bukunya The Accountan Handbook of Fraud and Commercial Crime, ada 4 faktor penyebab korupsi yaitu: Greedy (keserakahan), opportunity (kesempatan), need (kebutuhan), dan exposure (pengungkapan). Faktor ini secara singkat dikenal sebagai teori GONE.

Keserakahan membuat seseorang tidak pernah puas dan tidak merasa bersyukur dengan apa yang telah dimilikinya. Selalu menginginkan yang lebih, dan pada akhirnya menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Kebutuhan barang atau fasilitas untuk menunjang kehidupan juga bisa membuat seseorang melakukan korupsi. Gaji atau penghasilan yang diperoleh seringkali tidak cukup untuk menutup segala kebutuhan hidup, apalagi harga barang makin lama makin melambung tinggi. Adanya Kesempatan membuat para pelaku korupsi makin leluasa melakukan aksinya. Apalagi adanya dukungan atau pembiaran dari orang-orang sekitar, seperti keluarga dan rekan kerja. Padahal seharusnya mereka mengingatkan atau melaporkan hal tersebut. Dan dengan tidak adanya Pengungkapan akan tindakan yang dilakukannya, maka pelaku korupsi akan terus melakukan perbuatannya. Di sinilah diperlukan hukuman atau konsekuensi tegas yang bisa membuat koruptor merasa jera dan tidak berani melakukan perbuatan tersebut kembali.

Tindakan korupsi sebenarnya telah terjadi sejak zaman Rasulullah. Ini bisa kita lihat dari beberapa kisah yang terjadi pada zaman itu.
Bersumber dari Muadz bin Jabal yang berkata, Rasulullah saw. telah mengutus saya ke Negeri Yaman. Ketika saya baru berangkat, ia mengirim seseorang untuk memanggil saya kembali, maka saya pun kembali. Nabi bersabda, "Apakah engkau mengetahui mengapa saya mengirim orang untuk menyuruhmu kembali? Janganlah kamu mengambil sesuatu apa pun tanpa izin saya, karena hal itu adalah ghulul (korupsi). Barang siapa melakukan ghulul, ia akan membawa barang ghulul itu pada hari kiamat. Untuk itu saya memanggilmu, dan sekarang berangkatlah untuk tugasmu." (HR. At-Tirmidzi).

Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab al-Minhaj fi Syarh Sahih Muslim ibnu al-Hajjaj, diceritakan bahwa suatu ketika Abdullah bin al-Lutbiyah ditunjuk untuk menjadi pemungut zakat di Bani Sulaim. Usai menyelesaikan tugasnya, ia kembali menghadap Rasulullah dan melaporkan hasil zakat dari masyarakat Bani Sulaim. Rasulullah lalu mendapati hal yang tidak benar dalam laporan yang disampaikan al-Lutbiyah. Usai mengetahui kalau al-Lutbiyah melakukan korupsi, Rasulullah langsung berpidato di hadapan khalayak ramai. Beliau memberitahukan kepada masyarakat Muslim pada saat itu tentang ketidakbenaran yang telah dilakukan al-Lutbiyah.

Imam Malik bin Anas dalam kitab Al-muwaththa, meriwayatkan bahwa suatu ketika Nabi saw. mengutus Abdullah bin Rawahah ra. untuk memungut hasil panen buah-buahan kaum Yahudi Khaybar. Rupanya mereka telah bersekongkol untuk menyuap Abdullah bin Rawahah supaya meringankan pungutan tersebut. Mereka telah mengumpulkan perhiasan kaum perempuan sebagai sogokan. Melihat sikap Yahudi tersebut, Abdullah bin Rawahah marah lalu berkata, "Wahai Yahudi, demi Allah! Kalian adalah makhluk Allah yang paling ku benci. Bukanlah hal itu yang mendorong ku untuk berbuat zalim kepada kalian. Sungguh suap yang kalian berikan adalah haram. Kami tidak akan memakannya." Kaum Yahudi terkejut lalu memuji beliau, "Dengan inilah tegak langit-langit dan bumi".

Dari kisah di atas, dapat kita simpulkan hal-hal yang bisa mencegah terjadinya korupsi . Yang utama adalah adanya ketakwaan pada individu. Makna dari takwa adalah menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Maka seseorang yang bertakwa akan senantiasa terikat dengan hukum-hukum Allah di mana saja dan kapan saja. Dia akan takut untuk melakukan maksiat, termasuk korupsi, karena selalu merasa diawasi oleh Allah. Kemudian juga harus ada pada individu sifat qana'ah, yaitu sifat merasa puas dan cukup dengan segala pemberian dari Allah selalu merasa bersyukur dengan apa yang telah didapatnya. Selanjutnya adalah amanah. Allah Swt. telah memerintahkan kaum muslim untuk menunaikan amanah, sesuai firmanNya:
"Sungguh Allah menyuruh kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya. jika kalian memutuskan hukum diantara manusia, putuskanlah hukum dengan adil (TQS An-nisa: 58). Inilah yang sudah langka di tengah masyarakat sekuler saat ini. Yang terakhir adalah sanksi tegas. Munculnya para koruptor baru, mengindikasikan bahwa mereka tidak takut dengan sanksi yang ada saat ini. Hukuman bagi para koruptor saat ini tergolong ringan. Bahkan ketika sudah ditangkap dan dipenjara pun mereka masih bisa menikmati fasilitas-fasilitas yang nyaman. Dan setelah bebas pun mereka tidak merasa menyesal dan bahkan boleh mencalonkan kembali menjadi pejabat negara. Dan bukan tidak mungkin korupsi yang dilakukannya akan terulang kembali. 

Sementara dalam Islam, hukuman yang diberlakukan untuk para koruptor bisa dalam berbagai bentuk, mulai dari publikasi, peringatan, penyitaan aset, pengasingan, cambuk, potong tangan , hingga hukuman mati. Jika begini, masih adakah yang berani korupsi?
Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak