Oleh Maya Dhita E. P.
Pegiat Literasi
Tak hanya di dalam negeri, imbas pengesahan RKUHP khususnya tentang aturan larangan seks di luar nikah bagi penduduk lokal dan pelancong turut membuat heboh media-media asing.
Dikutip dari cnbcindonesia, (10/12/2022), media-media asing seperti media Hongkong, South China Morning Post, melaporkan keengganan turis asing untuk datang ke Indonesia karena tidak bisa tinggal di hotel bersama pacarnya. Media Eropa, Euronews menyatakan keprihatinannya kepada kementerian pariwisata Indonesia. Artikel juga memuat pernyataan keras Amerika Serikat (AS) yang menegaskan KUHP baru bisa menghentikan investasi internasional dalam industri pariwisata. Dan masih banyak lagi media asing yang jelas-jelas menyayangkan disahkannya undang-undang tersebut.
Hal ini tentu berdampak pada iklim investasi dan memengaruhi pendapatan negara dari sektor pariwisata dan perjalanan. Bagaimana tidak, para pelancong yang sebagian besar non muslim dengan gaya hidup bebasnya pasti akan sangat terganggu dengan aturan ini. Tentu saja mereka akan memilih untuk berlibur ke negara yang tidak mengikat kebebasan mereka.
Lalu apakah pasal tentang perzinaan ini benar-benar hendak mengatasi masalah perzinaan yang marak terjadi di area destinasi pariwisata? Mari kita lihat bagaimana bunyi pasalnya.
Mengutip draft final 6 Desember 2022 rancangan RUU KUHP, terdapat bagian yang mengatur masalah perzinaan, yaitu bagian Keempat pada Bab XV tentang Tindak Kesusilaan.
Terdapat pasal terkait persetubuhan atau hubungan seksual di luar pernikahan. Pada bagian penjelasan dijelaskan, hubungan seksual dimaksud dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang terikat dalam perkawinan dengan laki-laki atau perempuan bukan suami atau istrinya. Atau, oleh laki-laki atau perempuan tak terikat perkawinan dengan laki-laki atau perempuan yang diketahui terikat dengan perkawinan. Atau, laki-laki atau perempuan yang tak terikat perkawinan.
Mengutip draft tersebut, pada pasal 411 ditetapkan, (1) setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Namun, pada ayat (2) disebutkan, tindak pidana tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan oleh (a) suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau (b) orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Dijelaskan, anak dimaksud adalah berusia 16 tahun.
Dan, pada ayat (4) ditambahkan, pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
Dari sini jelas sekali bahwa aturan tentang perzinaan menunjukkan pola pikir sekuler anggota dewan karena memasukkan zina dalam delik aduan, sedangkan pelapor dibatasi dari pihak keluarga saja. Maka saat tidak ada laporan, perbuatan zina tersebut tidak akan mendapat hukuman. Hal ini menjadikan perzinaan menjadi legal saat tidak ada pengaduan dari keluarga terkait. Akhirnya menjadi tidak bermasalah bagi turis dan pelancong untuk melakukan perzinaan asalkan tidak ada pengaduan dari pihak keluarga.
Begitu berbelitnya aturan yang dibuat di sistem kapitalis ini. Seakan ingin menetapkan aturan demi kemaslahatan, tetapi dibuat sedemikian rupa agar tidak kehilangan potensi untuk mendapatkan sumber pendapatan yang besar. Alih-alih mengatasi masalah perzinaan, malah memberikan celah bagi legalnya perzinaan. Dari sinilah sumber berbagai macam kerusakan mental, penyakit menular, dan hancurnya masa depan generasi.
Berbeda dengan sistem Islam yang memandang perzinaan sebagai jarimah (kejahatan yang dilarang oleh syariat Islam) yang memiliki konsekuensi yang berat.
Ada tiga jenis hukuman zina (hadd), yaitu, hukuman rajam, dera, dan pengasingan (penjara). Beratnya konsekuensi dan hukuman bagi pelaku zina, menjadi proteksi yang tujuannya sebagai pemelihara jiwa dan perwujudan kemuliaan Islam.
Sebegitu pentingnya syariat Islam diterapkan dalam sendi-sendi kehidupan. Aturan-aturannya mampu menjawab segala permasalahan tanpa membuat permasalahan baru. Saat syariat Islam diterapkan secara sempurna maka ia akan menjaga agama, jiwa, akal, harta dan keturunan manusia. Untuk itu tidak perlu lagi kita mengkhawatirkan hal-hal yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Tidak perlu takut kehilangan sumber pendapatan dari sektor pariwisata. Saat kita meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menjamin hal yang lebih baik yang akan kita dapatkan. Hal yang lebih berkah dan mendapatkan rida Allah Swt.
Wallahualam bissawab.