Pelajar Tendang Nenek, Potret Buram Pendidikan Sekuler




Oleh: N. Vera Khairunnisa


Beberapa waktu lalu, viral di media sosial sebuah video yang menunjukkan sekumpulan pelajar sedang mengendarai empat sepeda motor. Hal ini lantaran para pelajar tersebut menghentikan kendaraannya dan salah seorang dari mereka menendang seorang nenek hingga jatuh tersungkur. Kasus ini terjadi di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. 

Pelajar yang menendang lansia itu mengungkapkan motifnya kepada polisi. Mereka mengaku menendang nenek karena iseng.

"Jadi untuk sementara ini, (alasan menganiaya) tidak sengaja atau iseng-iseng. Para pelajar ini (mengaku) tidak ada niat untuk melukai dan lain sebagainya," kata Kapolres Tapsel, AKBP Imam Zamroni.

Sungguh memprihatinkan perilaku para pelajar hari ini. Mereka melakukan perbuatan tercela, di saat seragam sekolah masih melekat pada badan. Hal ini seolah menunjukkan pendidikan hari ini tidak mampu menjadikan mereka memiliki kepribadian yang baik.

Semakin jelas ketika melihat fakta di lapangan, kejadian serupa begitu banyak bertebaran. Para pelajar yang semestinya mampu menunjukkan sikap sebagai seorang yang terpelajar, namun justru melakukan tindakan-tindakan vandalisme.

Kita tentu sering mendengar berita adanya tawuran antar pelajar, atau juga tentang pembullian yang dilakukan oleh pelajar satu terhadap pelajar lainnya, atau sikap arogan dan tidak sopannya pelajar terhadap gurunya, dan sebagainya. 

Mengapa para pelajar hari ini banyak yang memiliki perilaku buruk seperti contoh-contoh di atas? Padahal, mereka sekolah dan mendapatkan fasilitas belajar. Hal ini harusnya menjadi bahan evaluasi untuk sistem pendidikan kita.

Sebab, kejadian pelajar yang melakukan tindak kekerasan, berperilaku tidak sopan dan berbuat kasar ini menjadi hal yang tidak asing lagi. Artinya, ada indikasi yang menunjukkan masalah serius dengan sistem atau kurikulum pendidikan hari ini.

Kalau kita cermati, semua ini akibat dari landasan sistem dan kurikulum pendidikan hari ini yang cenderung mengacu pada sekulerisme, yakni pemisahan agama dari kehidupan. Hal ini bisa terlihat dari bagaimana pelajaran Agama yang hanya mendapat porsi sedikit di sekolah.

Tujuan pendidikan hari ini pun lebih condong pada mencetak generasi yang siap kerja. Adapun bagaimana kepribadian atau akhlak pelajar, tidak terlalu diperhatikan. Hari ini, digadang-gadang pendidikan karakter sebagai alternatif untuk mencetak generasi yang baik. 

Namun nyatanya, hal ini sulit diwujudkan, karena yang menjadi landasannya adalah sekulerisme. Maka seperti apa sebetulnya standar karakter yang baik itu. Selain itu juga yang menjadi pertanyaan, mengapa kita harus memiliki karakter yang baik? Motivasinya untuk apa?

Ketika standar karakter tidak jelas, begitupula motivasi untuk melakukan perbuatan baik itu tidak kuat, maka akan sangat mudah untuk berubah, sesuai dengan kondisi dan lingkungan tempat ia tinggal.

Hal ini tentu berbeda dengan Islam. Islam memiliki seperangkat aturan yang mampu mencetak generasi unggul. Generasi yang mustahil mengisi waktunya dengan iseng-iseng menendang seorang nenek. Generasi yang waktunya senantiasa diisi dengan amal sholih.

Bagaimana cara Islam mencetak generasi?

Pertama, Islam menetapkan bahwa yang menjadi asas sistem pendidikan dan kurikulum pendidikan adalah akidah Islam. Sehingga segala hal yang menyangkut urusan pendidikan, harus disesuaikan dengan akidah Islam. Pelajaran-pelajarannya, metode pengajaran, dsb harus mengacu pada asas ini.

Kedua, Islam menetapkan bahwa yang menjadi tujuan diadakannya pendidikan adalah untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam, serta menguasai sains dan teknologi. Untuk mencapai hal ini, maka dilakukan upaya serius dengan menyiapkan sarana prasarana yang memadai.

Ketiga, Islam menetapkan bahwa pendidikan menjadi hak seluruh warga negara, baik yang muslim maupun yang non muslim, yang kaya maupun yang miskin. Pendidikan ini wajib diberikan secara cuma-cuma alias gratis. Jikapun harus bayar, maka akan ditetapkan biaya yang sangat terjangkau sehingga tidak memberatkan rakyat.

Selain dengan menerapkan sistem pendidikan yang berasaskan Islam, negara juga wajib menerapkan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sistem ekonominya, sistem sosial, sistem sanksi dan peradilan, dan sebagainya harus berlandaskan akidah Islam.

Sebab, semuanya saling menopang satu sama lain. Pelayanan tidak mungkin bisa diberikan secara mudah dan murah, jika sistem ekonomi yang diterapkan kapitalisme. Masyarakat yang gemar amar ma'ruf nahi munkar, senantiasa berupaya menciptakan suasana yang Islami, tidak mungkin muncul dalam sistem sekulerisme. Rakyat yang sholih, senantiasa memiliki rasa takut kepada Allah pun tidak mungkin lahir dari sistem yang mengusung tinggi kebebasan, semisal demokrasi dan HAM.

Oleh karena itu, jika mengharapkan akan terlahir generasi unggul yang berkepribadian Islam, maka wajib memilih Islam sebagai aturan dalam segala aspek kehidupan. Hal ini karena Islam sudah terbukti selama berabad-abad mampu melahirkan generasi unggul.

Generasi yang lahir dari sistem Islam, adalah generasi yang memiliki kepribadian kuat. Mereka senantiasa mengikatkan segala aktivitasnya dengan aturan Allah SWT, karena meyakini bahwa segala apa yang diperbuat di dunia, akan mendapat balasannya di akhirat kelak. Mereka bisa kita jumpai pada masa Rasulullah SAW. dan para sahabat, serta masa kejayaan Islam. Merekalah generasi terbaik sebagaimana yang digambarkan dalam al Qur'an.


 خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (QS. Ali Imran: 110)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak