Nilai Raport, Tepatkah Sebagai Standar Kecerdasan?




Oleh: Yeni Rifanita, S.Pd
 (Ibu dan Pendidik)


Ujian akhir semester saat ini sedang diadakan oleh oleh sebagian besar sekolah. Mulai dari tingkat TK SD SMP bahkan sekolah menengah atas. Untuk menghadapi ujian tersebut biasanya anak-anak akan dikejar dengan berbagai materi pembelajaran dan target dengan sekup nilai-nilai tertentu. Hasil akhir melalui pembagian raport seolah menunjukkan mana anak yang pintar atau cerdas dan mana anak yang tidak, seolah-olah nilai raport adalah penentu kecerdasan seorang siswa.

Tidak jarang pula kita temui orang tua yang akan menilai anaknya hanya dari sisi prestasi akademi saja lebih-lebih lagi ketika mereka cerdas dalam bidang besar seperti ilmu matematika fisika dan ilmu pasti lainnya. Anak-anak di kungkung dalam standar nilai-nilai yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan minat dan bakat anak. Tak jarang pula banyak orang tua yang membodoh-bodohi anaknya sendiri jika nilai di dalam raport yang dicapai anak dibawah standar. Amat disayangkan jika hal ini terjadi khususnya pada keluarga muslim, padahal anak memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda ada anak yang cerdas di fisika belum tentu cerdas di kesenian ada anak yang pandai di bahasa belum tentu pandai di geografi ada pula anak yang pandai dalam bidang sains belum tentu pandai di bidang olahraga semua adalah bergantung kepada minat dan bakat anak.

Karena tuntutan standarisasi penilaian tinggi, maka tak jarang kita temukan siswa yang mengalami kesulitan untuk mengejar target nilai tersebut. Bahkan ada pula siswa tidak sedikit dari mereka bermain curang seperti mencontek atau melihat catatan. Semua dilakukan oleh siswa tersebut lantaran kesulitan memahami materi pembelajaran.

Orang tua yang bijak, semestinya memahami bahwa anak di anugerahi Allah dengan bakat dan kemampuan yang berbeda satu sama lain. Sehingga, tidak seharusnya orang tua memaksa anak untuk pandai dan meraih nilai tinggi di segala bidang. Tidak salah, apabila anak diberikan kesanggupan untuk mencapai nilai-nilai tinggi tersebut, namun memaksa semua anak untuk memiliki kemampuan yang sama adalah hal yang salah. Mustinya yang menjadi fokus guru dan para orang tua adalah implementasi berupa pembentukan sikap dan karakter anak dalam proses pembelajaran. Bukan hanya sekedar deretan angka-angka. Standar penilaian seperti ini tentu lahir dari sistem pendidikan sekuler, dimana sistem ini menyebabkan guru mengejar materi ajar semata tanpa memperhatikan terbentuknya karakter dan kepribadian yang baik pada anak.

Sistem ini juga menyebabkan lahirnya generasi yang minim adab dan akhlak. Maka, kerap dijumpai orang-orang dengan sederetan gelar secara akademis namun tidak sesuai sikap nya dengan gelar yang dimiliki. lahir pula generasi sakit mental, mudah rapuh dan putus asa dengan keadaan. Tentu saja kita tidak menginginkan hal ini terus-menerus terjadi.

Lalu bagaimana Islam menyoal terkait penilaian hasil belajar anak ini?.

Islam adalah agama yang paripurna, memiliki sistem pendidikan terbaik sepanjang masa. Nilai-nilai akademis bukanlah target akhir dari pendidikan Islam. Lahirnya kepribadian mulia pada murid adalah fokus utama guru dalam menyampaikan pembelajaran di sekolah.
Menurut A. Yunus dalam jurnal Mimbar studi Islam "Pendidikan Islam adalah segala upaya atau proses pendidikan yang dilakukan untuk membimbing tingkah laku manusia baik individu maupun sosial untuk mengarahkan potensi yang sesuai dengan fitrahnya melalui proses intelektual dan spiritual berlandaskan nilai-nilai Islam untuk mencapai kehidupan dunia dan akhirat.

Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Abdurrahman al-Baghdadi Pendidikan dimasa khilafah adalah dalam rangka membentuk syakhsiyah Islamiyyah (Kepribadian Islam), Soleh, taqwa memahami hukum Allah dan menjalankannya karena dorongan iman. Selain itu siswa-siswa juga didorong untuk menguasai ilmu agama (fakih fiddin) serta menguasai ilmu di bidang sains dan teknologi serta menjadikan mereka memiliki jiwa kepemimpinan.

Maka dari itu, sistem pendidikan Islam memfokuskan perhatian nya bukan pada standar nilai, melainkan pada implementasi hasil belajar yang tercermin dari kepribadian pelajar. Melalui penerapan kurikulum yang berdasarkan aqidah Islam, karena akidah Islam menjadi asas bagi kehidupan seseorang muslim. Tsaqofah Islam merupakan mata pelajaran wajib di sekolah untuk seluruh jenjang pendidikan, selain itu antara waktu belajar ilmu-ilmu sains dan tehnik disesuaikan dengan waktu pelajaran ilmu Islam dan bahasa Arab. Adapun program pendidikan khilafah wajib seragam, sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh negara. Hal inilah yang menjadikan unggulnya sistem pendidikan Islam.

Bukan hanya mencetak generasi bermoral dan berkepribadian yang baik, pendidikan Islam juga mampu melahirkan generasi penerus yang cerdas, menguasai disiplin ilmu tertentu dan bertakwa pada Allah Subhanahu wata'ala. Tokoh-tokoh kenamaan yang lahir dari sistem pendidikan Islam seperti Al Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Maryam Al Astrulabi dll. Inilah bukti nyata keberhasilan sistem pendidikan Islam dalam mencetak generasi cerdas dan berkepribadian Islam. Tentu saja sistem pendidikan seperti ini tidak bisa diterapkan dalam ideologi kapitalis sekuler, sistem pendidikan Islam hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam pula yakni Khilafah Islamiyyah.

Wallahu a'lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak