Oleh : Afrin Azizah
Beberapa negara besar sudah menunjukkan ketegasannya dengan mengeluarkan statement penolakan terhadap adanya penyelewengan seksual ( LGBT ). Sebut saja negara Rusia, dimana sudah melakukan pengesahan UU Anti-LGBT pada akhir bulan November kemarin, " LGBT hari ini adalah elemen perang hibrida dan dalam perang hibrida kita harus melindungi nilai-nilai kita, masyarakat kita, dan anak-anak kita," kata Alexander Khinstein, salah satu arsitek RUU. ( www.kompas.com 25/11/2022 )
Tidak ketinggalan dengan negara Jepang, dimana pengadilan Tokyo memutuskan larangan pernikahan antar sesama jenis. ( www.cnnindonesia.com 01/12/2022 )
Dimana putusan larangan pernikahan sesama jenis di Jepang, diambil sehari setelah Senat Amerika Serikat meloloskan undang-undang perlindungan pernikahan sesama jenis.
Dari dua negara ini, bisa dinilai bahwa masing-masing negara tersebut memiliki benteng dari budaya barat agar tidak mempengaruhi budaya didalam negeri.
Lalu bagaimana dengan Indonesia ?
Saat ini Indonesia tidak bisa dipungkiri, kurangnya ketegasan negara dalam mengatasi penyelewengan seksual ( LGBTQ )di dalam negeri. Indonesia sendiri sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam, miris jika masih bergelut dengan hukum buatan manusia yang sudah terbukti tidak memberikan solusi tegas.
Dalam hukum Indonesia, menurut Pasal 29 KUHP menyatakan, larangan terhadap orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama jenis kelamin yang diketahuinya atau sepatutnya diduganya belum dewasa. Anehnya, hukum tersebut berlaku hanya pada orang yang berusia di bawah 18 tahun yang dijelaskan dalam Pasal 495 ayat (1) RUU KUHP.
Lalu bagaimana dengan orang yang berusia di atas 18 tahun? Seakan jawabannya, Indonesia tidak mengkriminalisasi homoseksual ( LGBTQ ) di atas usia 18 tahun. Menurut Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ), tidak menganggap perbuatan homoseksual sebagai suatu tindakan kriminal, selama hanya dilakukan antar orang dewasa.
Sungguh ironi, ketika negeri ini berasas pada kapitalis sekuler. Dimana aturan bernegara harus terpisah dengan agama. Padahal dalam Islam sudah jelas, bahwa perbuatan yang menyalahi fitrah manusia ( LGBTQ ) termasuk salah satu perbuatan dosa besar. Tidak memandang pelaku itu di bawah umur ataupun di atas umur 18 tahun, baik sudah menikah ataupun belum menikah. Allah SWT berfirman :
" Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas." ( QS. Al Syu'ara : 165-166 )
Dalam Islam, sikap melampaui batas ( ghuluw ) adalah sikap tercela dimana tidak akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya dan tidak akan membuahkan hasil yang baik dalam segala urusan.
Sehingga hukum bagi pelaku bersifat tegas, yang diharapkan tidak ada penyimpangan fitrah yang terjadi pada manusia. Sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah dalam Al Qur'an dan Sunnah, bahwa homoseksual ( LGBTQ ) merupakan perbuatan hina dan pelanggaran berat yang merusak harkat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah paling mulia.
Bercermin dari perilaku homoseksual yang terjadi pada kaum Nabi Luth, Allah SWT membalikkan bumi dari atas menjadi bawah. Allah SWT berfirman :
" Maka tatkala datang azab kami, Kami jadikan negeri Kaum Luth itu yang di atas ke bawah ( Kami Balikkan ), dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. ( QS. Hud : 82 )
Sejarah mencatat, bahwasanya Khalid bin Walid pernah mengeksekusi mati pelaku homoseksual. Rasulullah SAW bersabda :
" Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah kedua pelakunya." ( HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad )
Maka dengan adanya hukuman yang tegas dalam Islam, manusia akan kembali ke jalannya sesuai dengan syariat Allah SWT. Bukan dengan hukum buatan manusia sekarang yang menganut sistem kapitalis sekuler, dimana memisahkan antara agama dengan kehidupan.
Allah SWT berfirman :
" Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari ( akibat ) perbuatan mereka, agar mereka kembali ( ke jalan yang benar )." ( QS. Ar-Rum : 41 )
Wallahua'lam bilshawab..