Korban Gempa Terkatung-Katung Akibat Lemahnya Tanggung Jawab Negara




Oleh : Ami Ammara


Pemerintah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mengatakan, jumlah korban meninggal dunia akibat gempa magnitudo 5,6 pada Senin (21/11/2022) bertambah menjadi 635 orang. Data itu setelah tim SAR gabungan menemukan tiga jenazah korban tertimbun longsor.

Bupati Cianjur, Herman Suherman mengatakan, pencarian hari terakhir korban hilang tertimbun longsor akibat gempa lebih dimaksimalkan meski setiap sore lokasi diguyur hujan deras. "Tidak menyurutkan niat tim SAR gabungan untuk melakukan berbagai upaya pencarian," katanya di Cianjur, Selasa (20/12/2022). REPUBLIKA.CO.ID

Sebagian korban gempa masih bertahan di tenda pengungsian, 'terkatung-katung' untuk memulai hidup normal.
Satu bulan setelah gempa bumi berkekuatan 5,6 mengguncang Cianjur, Jawa Barat. Banyak warga yang belum mendapatkan dana stimulus untuk memperbaiki rumah karena ketidaksinkronan data.

Mereka juga gamang dengan kepastian relokasi. Nampak ketidak optimalan periayahan korban gempa, apalagi persoalan utama adalah rumah tinggal.
Seharusnya negara bergerak cepat untuk menyelesaikannya, mengingat Cianjur adalah sesar gempa.

Mitigasi Bencana dan Sistem Kapitalisme

Secara geologis, letak Indonesia berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Ditambah lagi dengan julukan ring of fire, atau Lingkaran Api Pasifik. Kedua hal tersebut yang menjadikan Indonesia sering mengalami bencana.

Maka dari itu, sudah sewajarnya jika negara kita memiliki cara memanajemen bencana guna mengawasi dan menanggulangi bencana. Salah satu cara untuk menanggulangi bencana tersebut adalah dengan mitigasi.

Hanya saja, negeri yang diatur oleh kapitalisme ini seringkali abai terhadap mitigasi bencana. Anggaran belanja negara nampak banyak dialokasikan untuk mega proyek pesanan kapital. Sehingga ketika terjadi bencana, nyawa rakyat banyak yang menjadi taruhannya.

Jadikan Islam sebagai Solusi

Dalam perspektif Islam, kita melihat bahwa gempa merupakan bagian dari qadha (ketetapan) Allah. Qadha dari bencana alam seperti gempa ini berada di dalam wilayah yang melibatkan manusia jadi manusia bisa melakukan ikhtiar untuk mengurangi risiko kerusakan atau bahkan menghindari bencana alam. Maka dari sini dibutuhkan peran penguasa dalam membuat kebijakan.

Penguasa mampu melakukan upaya fase pra-bencana, seperti mitigasi dan kesiapsiagaan. Seperti dengan menetapkan standar perencanaan gedung dan bangunan untuk mengurangi kerusakan yang ada seperti yang telah dicontohkan oleh pemerintah Jepang, terutama di daerah yang rawan bencana. 

Akan tetapi penanganan teknis saja tidak cukup. Penguasa harus memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pelindung nyawa rakyat. Sehingga ketika melakukan fase pra-bencana mindset yang pertama kali dibentuk adalah bagaimana melindungi nyawa rakyat bukan hanya sekadar meminimalisir kerusakan materi semata seperti yang terdapat pada sistem kapitalisme sekarang ini. 

Wujud kepemimpinan seperti itu tidak akan terwujud kecuali dalam sistem kepemimpinan islam, yaitu khilafah. Secara teknis, solusi dalam menangani bencana dalam sistem Islam tidak jauh berbeda dengan sistem yang lainnya. 

Namun yang membedakan adalah cara pandang tentang adanya pencipta bencana yaitu Allah SWT. Khalifah (penguasa) akan mengajak rakyatnya untuk merenungi kemaksiatan apa yang telah dilakukan sehingga Allah mendatangkan murkaNya. 

Juga tak lupa untuk mengajak mereka bertaubat. Hal ini bermanfaat untuk menjaga kondisi ruhiyah masyarakat terutama yang tinggal di daerah yang rawan bencana. 

Adapun secara teknis, khilafah akan membuat manajemen dan perencanaan yang baik. Khilafah akan melakukan modifikasi faktor terjadinya bencana alam sehingga dapat mengurangi dampak terhadap manusia dan sekitarnya. 

Dalam melakukan langkah ini, khilafah dapat menggunakan dana di Baitul Mal yaitu kas umum negara. Termasuk dalam kebijakan ini adalah pertama, mitigasi (meminimalisir dampak bencana alam) seperti perencanaan standar gedung dan bangunan, kedua, kesiapsiagaan (perencanaan menganggapi bencana alam) seperti rencana kesiapsiagaan, ketiga, tanggap darurat (upaya meminimalkan bahaya bencana alam) seperti pencarian dan pertolongan korban bencana, keempat, pemulihan (normalisasi kehidupan masyarakat) seperti perawatan medis. 

Itulan cara khilafah dalam menghadapi bencana alam. Tidak hanya melakukan penanganan teknis dan memikirkan kerugian materi belaka, tapi juga melakukan upaya penyelamatan ruhiyah juga memprioritaskan nyawa masyarakat.

Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya Islam telah diturunkan dengan kelengkapan aturannya. Islam mengatur aspek rohani; aspek poleksosbud hankam dan aspek diri sendiri. 

Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak