Oleh: Julia Ummu Adiva
Di penghujung tahun dan memasuki awal tahun selalu ada kado pahit bagi masyarakat indonesia, dan hal ini rasanya bukan untuk pertama kalinya. Lagi lagi masyarakat mengeluhkan harga bahan pokok yang serasa roller coaster bak harga yang kian melejit seperti beras, tepung, kacang kedelai, telur, ayam, cabai dan sayur sayuran lainnya.
Dilansir dari ccnindonesia.com, 24/12/2022 bahwa Bank Dunia (World Bank) dalam laporan terbarunya 'Indonesia Economic Prospects Desember 2022' menyebutkan harga beras di Indonesia paling mahal di antara negara kawasan Asia Tenggara (ASEAN) lainnya.
Mahalnya harga beras di Indonesia dipicu oleh dukungan harga pasar bagi produsen di bidang pertanian, yang terdiri dari kebijakan yang menaikkan harga domestik untuk produk pertanian pangan. Karena harga eceran beras Indonesia secara konsisten merupakan yang tertinggi di ASEAN selama satu dekade terakhir, laporan Bank Dunia dikutip ulang Jumat (23/12).
Namun laporan tersebut langsung dibantah oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Ia mempertanyakan dasar perhitungan dan kapan pengambilan data tersebut. Karena tentu hal ini sangat berpengaruh relevan tidaknya dengan hasil di lapangan. Ia menyatakan Bank Dunia mengambil sampel atau data lama, sehingga jauh berbeda dengan fakta yang ada, Pungkasnya.
Masih berlanjut, bulan Februari nanti Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) mengatakan sebanyak 300 ribu ton beras impor bakal masuk ke Indonesia yang sudah pada tahap negosiasi. Ujar Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Epi Sulandari dalam seminar daring, Jumat (23/11).
Di kota malang pun sangat terasa sekali akan kenaikan bahan pokok, terutama di tiga komoditi seperti cabai rawit, telur dan daging ayam terus merangkak naik. Dikutip dari liputan6.com, 22/12/2022. Dan kenaikan sejumlah harga barang pokok ini tak hanya di rasakan di sejumlah wilayah, tapi seluruh Indonesia.
Melihat di Indonesia banyak lahan-lahan kosong bertuan tapi tidak dikelola, kemudian di sisi lain banyak di antara petani justru tidak memiliki lahan sendiri untuk mereka tanami. Pada akhirnya mereka hanya menjadi buruh tani di negeri sendiri. Bahkan di antara mereka harus menjual lahan akibat penggusuran proyek besar negara.
Padahal pangan merupakan kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia karena pangan selain dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan, pangan juga membentuk SDM sebagai aset pembangunan bangsa dan negara. Sebab hal ini saling berkaitan erat.
Indonesia sendiri dalam memenuhi segala kekurangan kebutuhan pokoknya masih bergantung pada impor dan keterikatan Indonesia dalam perjanjian internasional seperti WTO menjadikannya tidak mandiri dan selalu bergantung pada pangan luar negeri. Karena itu kemandirian pangan Negara tidak pernah terwujud dalam sistem ini.
Ketahanan sebuah Negara tidak hanya diukur dari kekuatan militernya, tapi juga bagaimana ketahanan pangannya. Sehingga persoalan kebutuhan rakyat ini menjadi permasalahan yang harus segera diselesaikan. Negara harus hadir dalam masalah ketersedian pangan karena hanya negara yang memiliki kapasitas untuk melakukannnya.
Hal ini menjadi problem krisis yang terus terulang setiap waktu karena saat ini pemerintah hanya memberi solusi teknis pragmatis, namun harus dilakukan koreksi total pada konsep pengelolaan pangan. Sebab berbagai problem yang tidak teratasi selama ini malah terus bertambah akibat tata kelola yang rusak secara sistematik.
Ketidakmampuan negara mewujudkan ketahanan pangan disebabkan karena penerapan tata kelola neo-liberal dengan sistem politik demokrasi. Pengelolaan yang buruk ini berpangkal dari di jauhkannya negara dari fungsinya sebagai ri’ayah su’un al-ummah (pemelihara urusan umat). Sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw, “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggungjawab terhadap rakyat yang dia urus.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Faktanya, pemerintah hanya sebatas regulator yaitu penyusun regulasi. Itu pun regulasi yang berpihak pada korporasi, yang hanya mementingkan tuannya.
Maka solusi untuk mengakhiri penderitaan rakyat dan berbagai kesulitan pangan hanyalah dengan kembali kepada penerapan islam. Karena, hanya dalam islam kita akan mendapati pemerintahan yang benar-benar Mukhlis, murni mengurusi umatnya hanya karena Allah.
Islam merupakan sistem aturan yang kompleks. Masalah ketahanan pangan dapat di selesaikan dengan mudah oleh islam.
Ada lima prinsip pokok tentang ketahanan pangan yang bisa di gagas dan di terapkan, yang pernah dijalankan dimasa panjang dari kekhilafahan islam, yang tetap relevan dari masa ke masa.
Pertama, optimalisasi produksi, yaitu mengoptimalkan seluruh potensi lahan untuk melakukan usaha pertanian berkelanjutan yang dapat menghasilkan bahan pangan pokok. Peran berbagai ahli dalam bidangnya mulai dari mencari lahan optimal untuk benih tanaman, teknik irigasi, pemupukan, penanganan hama hingga pemanenan dan pengolahan pascapanen.
Kedua, adaptasi gaya hidup, agar masyarakat tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi pangan. Nabi mengajarkan agar seorang mukmin baru makan tatkala lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Ketiga, manajemen logistik, dimana masalah pangan beserta yang menyertainya( irigasi, pupuk, anti hama) sepenuhnya dikendalikan pemerintah, yaitu dengan memperbanyak cadangan saat produksi berlimpah dan mendistribusikannya secara selektif secara pada saat ketersediaan mulai berkurang. Disini teknologi pascapanen menjadi penting.
Keempat, prediksi iklim, yaitu analisis kemungkinan terjadinya perubahan iklim dan cuaca ekstrim yang mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan, serta intensitas sinar matahari yang diterima bumi.
Kelima, mitigasi bencana kerawanan pangan yaitu antisipasi terhadap kemungkinan kondisi rawan pangan yang disebabkan oleh perubahan drastis kondisi alam dan lingkungan.
Dalam prinsip inilah islam mewujudkan ketahanan pangan. Cara ini hanya bisa tercapai jika di dukung sistem ekonomi islam, sistem pemerintahan Islam. (Prof. Fahmi Amhar, 2018)
Wallahu’alam bishshawab[]
Tags
Opini