Kemewahan di Tengah Penderitaan, Pantaskah?



Salis F. Rohmah



Tahun 2022 menjadi penuh cerita karena rangkaian peristiwa tejadi di akhir tahun ini. Deretan peristiwa kembali muncul menggores cerita baru dalam mengisi tahun. Seperti musibah gempa yang terjadi di Cianjur yang menewaskan ratusan penduduk dalam sekejap. Peristiwa tersebut harusnya menjadi momen muhasabah bersama di atas duka yang dibalut rasa solidaritas persaudaraan. Di mana musibah adalah teguran dari Yang Maha Kuasa atas tingkah laku kita mengisi kehidupan ini. Bukan Allah mengingatkan dalam firman-Nya QS. Ar Rum ayat 41 yang artinya: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."

Beribu momen duka lainnya seperti banjir di berbagai daerah, PHK terjadi di mana-mana, stunting juga tak kalah menjadi masalah negeri yang butuh segera ditangani. Selain intropeksi atas berbagai hal, seharusnya problem-problem segera dituntaskan agar tak menjadi masalah di kemudian hari. Apalagi sebagai pihak pemerintah yang mempunyai hak mengatur dan mengurusi rakyatnya.

Di tengah problem yang sedang dihadapi bangsa ini, justru orang nomer satu di negara ini punya gawe besar mengisi akhir tahun. Hajatan pernikahan putra pemimpin tertinggi negeri ini mengalihkan fokus kegiatan negara. Betapa tidak? Keamanan negara alias Paspampres diturunkan untuk keamanan pada hari berbahagia tersebut. Persiapan mewah dihabiskan untuk menjamu banyaknya tamu yang hadir dalam acara tersebut. Tamu penting berdatangan, pastinya menghabiskan banyak uang untuk pesta pernikahan tersebut. Lalu menjadi pertanyaan, pantaskah hal demikian oleh pemimpin negeri ini?

Padahal berbagai contoh pemimpin muslim terdahulu sangat berhati-hati dalam memenuhi urusan pribadinya ketika menjadi pemimpin. Misal seperti Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mengharuskan dirinya tidak memakai lampu yang dibelanjakan dari uang umat ketika menyelesaikan urusan pribadinya. Pernah suatu ketika seseorang datang kepada beliau di malam hari, ingin berbincang dengan sang Khalifah. Namun Khalifah bertanya terlebih dahulu atas urusan apa orang tersebut menemuinya, apakah urusan pribadi atau kepentingan umat. Mengetahui yang datang karena kepentingan pribadi seketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz mematikan lampu yang dipakai sehingga keduanya berbincang dalam keadaan yang lebih gelap. Masyaallah betapa luar biasa kehati-hatian sang Khalifah bahkan lebih memilih tidak memakai sarana yang diberikan ketika itu bukan menyangkut urusan umat.


Setiap pemimpin pasti akan mempertanggungjawabkan atas segala pengurusannya hingga akhirat kelak. Keimanan dan kesadaran inilah yang membuat para pemimpin muslim khawatir bahkan bersikap wara' atas sarana yang diberikan kepada dirinya. Bukannya memperlihatkan kepada rakyatnya kemewahan dalam hidup sedangkan rakyat masih banyak yang berada dalam kesusahan. Bahkan pemimpin terbaik kaum muslim yaitu Rasulullah SAW juga tak pernah bermewah-mewahan ketika beliau menjadi pemimpin. Begitupun Abu Bakar dan Umar. Figur-figur pemimpin yang harus menjadi tauladan bagi kaum muslim terutama pemimpin muslim hari ini dalam menjalani kepemimpinannya. 

Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak