Kasus Terorisme Dan Peningkatan Deradikalisasi



Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)



Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono menyatakan peristiwa ledakan bom di Polsek Astanaanyar, Kota Bandung, Jawa Barat, harus dijadikan sebagai momentum untuk memperkuat berjalannya program deradikalisasi di masa depan.

"Peristiwa kemarin (ledakan di Astanaanyar) tentunya akan menjadi (evaluasi dari) program (deradikalisasi) kita ke depan," katanya usai upacara pelepasan Sailing Camp Perti Saka Bahari di Jakarta, Jumat.

Bahkan, Wakil Presiden Ma'ruf Amin pun meminta agar Majelis Ulama Indonesia kembali mengefektifkan Tim Penanggulangan Terorisme (TPT) yang sebelumnya dibentuk untuk mengurangi benih-benih terorisme.
Ini disampaikan Kiai Ma'ruf karena terorisme kembali muncul setelah terjadinya bom bunuh diri di Astanaanyar, Bandung.

Kasus bom bunuh diri di Bandung ini, telah menjadi pemantik peningkatan proyek deradikalisasi. Komitmen ini pun makin nyata dengan pengesahan RKUHP. Dengan adanya pasal 191 RKUHP yang menyatakan bahwa makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut.
Dimana hal ini makin menyederhanakan definisi makar, sehingga seseorang semakin mudah mempidanakan orang lain. 
Tentu perkara ini makin memperlihatkan bahwa negara bertambah represif dan makin gencar melakukan upaya deradikalisasi. 

Negara makin taat pada komitmen global yang sejatinya merupakan bentuk serangan terhadap Islam. Sebagaimana kita pahami bersama, perang melawan terorisme maupun perang melawan radikalisme merupakan propaganda Barat untuk menyerang Islam. 
Saat ini, Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat lebih sering menggunakan istilah "perang melawan radikalisme" ketimbang "perang melawan terorisme". Mungkin karena proyek melawan radikalisme itu mempunyai dan dapat mengenai objek sasaran yang lebih luas.

Perang melawan radikalisme digunakan untuk menyasar siapapun yang anti terhadap Barat, baik pada aspek pemikiran maupun politik. Misalnya, umat Islam yang ingin menerapkan syariat Islam secara kaffah dan menegakkan kembali institusi Khilafah dapat mereka tuding sebagai kelompok radikal. Tentu ini merupakan langkah Barat untuk melanggengkan ideologi kapitalisme dan imperialismenya di dunia, khususnya di negeri-negeri Islam. Melalui propaganda perang melawan radikalisme, Barat dapat melakukan framing negatif dengan memberikan stigma radikal tersebut kepada muslim yang menentang ideologi kapitalisme. Sebaliknya, mereka memuji-muji muslim yang pro terhadap ideologi kapitalisme sebagai kelompok moderat. 

Para penganut Islam moderat, jelas menolak formalisasi syariat oleh negara, dalam format sistem Khilafah. padahal, Khilafah merupakan ajaran Islam sebagaimana akidah, akhlak, ibadah, dan muamalah. Istilah radikalisme oleh Barat telah dijadikan sebagai alat untuk menyerang dan menghambat kebangkitan Islam. Barat melakukan monsterisasi bahwa Islam adalah paham radikal yang membahayakan. Monsterisasi inilah yang kemudian melahirkan Islamophobia di Barat dan seluruh dunia Islam. Oleh karena itu, kemunculan Islamophobia tidak bisa dilepaskan dari perang peradaban Islam dengan peradaban kapitalisme.

Ideologi kapitalisme sejatinya kini sedang berada di tepi jurang keruntuhannya. Sejalan dengan itu, Amerika sebagai pusat kapitalisme dunia juga sedang dilanda berbagai keterpurukan, berbagai gejolak politik, ekonomi, sosial, serta kondisi buruk akibat pandemi, diprediksi akan mempercepat rangkaian fase kejatuhan ideologi kapitalisme saat ini.

Pada konteks perang peradaban, kondisi ini sangat menguntungkan bagi umat Islam yang sedang berjuang mengembalikan ideologi Islam ke pentas kehidupan melalui berdirinya kembali negara Khilafah. Apalagi secara internal, 
kesadaran umat Islam untuk mendirikan kembali institusi Khilafah kini makin menguat. Hal tersebut tentu terkait dengan makin meningkatnya pemahaman umat terhadap ide Khilafah sebaga ajaran Islam.

Diperkuat pula oleh kenyataan bahwa kondisi keterjajahan dan keterpurukan umat Islam saat ini, memang membutuhkan institusi Khilafah sebagai kekuatan global untuk menyelesaikannya. Ideologi Islam, adalah halangan terbesar atas eksistensi ideologi kapitalisme-sekulerisme. Orang-orang kafir Barat, akan senantiasa mencari jalan agar umat ini tetap terlelap dengan ide-ide mereka. Menghalau stigma radikal kepada Islam, memang harus dilakukan tetapi bukan berarti beralih sebagai pengusung moderasi. Umat Islam seharusnya punya agenda tersendiri untuk menuju kebangkitan Islam yang hakiki.

Yakni berdakwah, memberi kesadaran pemahaman yang benar kepada umat. Menjelaskan kerusakan ide-ide yang bertentangan dengan Islam, mengkaji Islam secara kaffah agar tidak terjebak pada pemikiran yang salah lagi merusak. Serta terus menguatkan ikatan akidah dan ukhuwah agar tidak mudah dipecah belah oleh musuh-musuh Islam. Pemahaman inilah, yang harus ditanamkan pada benak umat Islam hingga hukum-hukum Islam benar-benar tegak di muka bumi, dalam naungan Khilafah yang pada akhirnya akan membawa kerahmatan bagi seluruh alam ini.


Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak