Oleh: Ummu Aqila
Tanggal 25 November sampai dengan 10 Desember setiap tahunnya digelar peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan(16HKtP). Secara global, kampanye ini digagas oleh Women's Institute ini lahir sejak 1991. Tanggal 25 November dipilih sebagai bentuk penghormatan kepada Mirabal Bersaudara yang dibunuh karena melawan aktivitas politik dan menggugat kediktatoran rezim Rafael Trujillo di Republik Dominika pada 1960. Di Indonesia sendiri, Komnas Perempuan sudah terlibat dalam kampanye tersebut sejak 2001.
Peringatan Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan(16HKtP) tahun 2022 ini, diperingati berbagai lembaga, termasuk Komnas Perempuan, Organisasi Perempuan Mahardhika, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP). Peringatan dilangsungkan diberbagai kota besar dengan harapan untuk mendapatkan perhatian lebih terhadap perempuan.
Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kasus femisida (pembunuhan terhadap perempuan) terjadi makin ekstrem. Menjadi catatan tahunan Komnas Perempuan berbagai bentuk pelanggran HAM terhadap perempuan dilakukan dalam rumah tangga dan relasi intim merupakan tempat yang tidak aman bagi perempuan (Data Komnas Perempuan, 25-11-2022).
Para pegiat kesetaraan gender pun menyimpulkan bahwa fenomena KtP lahir dari gagasan ketidak setaraan laki-laki terhadap perempuan. Oleh karenanya, untuk menghilangkan diskriminasi yang marak terjadi, perempuan didorong untuk berdaya dan memimpin.
Organisasi Perempuan Mahardika yang melakukan aksi nasional memperingati 16 HAKTP juga memaparkan betapa maraknya kekerasan terhadap pekerja perempuan, terutama di sektor tekstil, makanan, ataupun minuman yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan. Sudahlah rentan kekerasan, buruh perempuan ternyata juga menjadi kelompok pertama yang akan di-PHK (Tempo, 27-11-2022).
Faktanya, ide kesetaraan yang mereka perjuangkan malah membawa perempuan pada kemalangan yang makin nyata. Begitu pun konsep HAM, menjadikan semua orang merasa bebas bertindak atas nama hak asasi. Keadaan ini justru mendorong seseorang berbuat jahat pada yang lainnya.
Kampanye yang digelar dengan menyuarakan paparan realita pelanggaran HAM, kesetaran gender tuntutan aspirasi dan perlindungan lahir dari pandangan hidup Barat yang serba liberal. Liberalisasi yang lahir dari paham sekulerlah akar persoalan maraknya kekerasan terhadap perempuan. Oleh sebab itu, memperjuangkan UU TP-KS yang dianggap mampu menghukum pelaku kekerasan adalah perbuatan nihil ketika sistem demokrasi yang menjamin liberalisasi di negeri ini masih diterapkan.
Persoalan kekerasan terhadap perempuan jelas membutuhkan solusi tuntas yang menyentuh akar persoalan. Solusi yang tinggi yang mampu memberantas semua tindak kejahatan bahkan menjadi rahmat seluruh alam. Dan solusi ini hanya ada pada Islam Kaffah yang diterapkan dalam sebuah institusi negara.
Islam memandang perempuan adalah mahkluk Allah yang wajib dilindungi, mempunyai kedudukan sejajar dengan laki-laki dalam ketakwaannya. Dan Allah SWT memberikan syariat yang berbeda kepada keduanya. Hal demikian ditujukan untuk menciptakan hubungan yang harmonis dalam keluarga dan juga masyarakat.
Allah menetapkan kewajiban nafkah pada para laki-laki dan kewajiban ummun warabbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga) bagi perempuan, sungguh hal itu bukanlah untuk merendahkan yang satu dan meninggikan yang lain. Semua itu diatur semata karena Sang Pencipta manusia lebih mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya.
Perempuan adalah mitra laki-laki, baik dalam kehidupan domestik maupun publik. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perempuan adalah saudara kandung laki-laki.” (HR Abu Daud). Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya, perempuan itu mirip dan semisal dengan laki-laki.” (An-Nihayah, 2: 492).
Negara Islam menjamin perlindungan perempuan dari segala macam bahaya, termasuk kekerasan. Pertama, Negara akan menjamin media steril dari tayangan yang berbau pornografi dan kekerasan. Kedua, Negara menjamin ekonomi perempuan, sehingga peran perempuan mengoptimalkan menjalankan amanah sebagai ibu dan manajer rumah tangga. Ia akan berusaha sebaik mungkin untuk mengasuh anak-anak mereka, menjadi madrasatul ula, dan menciptakan rumah yang aman dan nyaman bagi seluruh penghuninya. Ketiga, Negara akan memberi sanksi yang sangat menjerakan bagi pelaku kekerasan.
Inilah konsep Islam kaffah dalam melindungi perempuan yang tidak akan pernah bisa didapatkan dalam sistem kehidupan sekuler liberal hari ini. Wallahu alam bishowab