Oleh : Nunik, Ciparay - Kab. Bandung.
Puluhan ribu orang berpakaian merah putih tampak memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta pada Sabtu (26-11-2022). Mereka adalah peserta Silaturahmi Relawan Nusantara Bersatu. Dalam deklarasi tersebut, mereka menyatakan, “2024 manut Jokowi.” Artinya, “2024 menaati atau ikut keputusan Jokowi.”
Deklarasi ini jelas merupakan upaya menggalang dukungan politik jelang Pemilu 2024. Tidak selayaknya Presiden bertemu dengan pendukungnya sebagaimana seorang capres. Pertemuan Presiden dengan pendukung (sukarelawan) rawan ditunggangi kepentingan politik tertentu karena hawa pemilu dan pilpres sudah terasa kuat, meski 2024 masih dua tahun lagi.
Inilah realitas politik dalam kapitalisme, menghalalkan segala cara untuk meraih tujuan. Demi memperoleh dukungan rakyat, deklarasi pun digelar, tidak peduli situasi sedang sedih dan berduka.
Penyelenggaraan deklarasi politik ini merupakan langkah nirempati. Betapa tidak, rakyat Indonesia tengah berduka karena bencana gempa bumi di Cianjur, Jawa Barat.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terhitung hingga Ahad (27-11-2022), 321 orang dinyatakan meninggal dunia, 11 orang dinyatakan masih hilang. Sementara itu, 73.874 orang mengungsi, sedangkan korban luka berat mencapai 108 orang.
Di tengah duka korban gempa Cianjur, ada sekelompok orang yang malah mengadakan deklarasi politik, acara yang jauh dari kesan berduka, atau setidaknya berempati terhadap korban. Dalam acara tersebut, mereka sibuk mengelu-elukan jagoannya, seolah bersukacita di atas penderitaan masyarakat.
Seharusnya seorang muslim berempati terhadap penderitaan muslim lainnya sebab umat Islam ibarat satu tubuh. Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut merasakan sakit. Dahulu, pemimpin Umar bin Khaththab juga pernah menghadapi musibah pada masa pemerintahannya. Saat itu, Madinah mengalami “tahun abu (aam ramadah)”. Selama sembilan bulan, tidak ada hujan sama sekali di Semenanjung Arab. Kekeringan melanda, paceklik pun terjadi.
Terjadi gagal panen. Hewan-hewan ternak mati. Kalaupun ada yang bertahan hidup, badannya kurus kering. Penduduk Madinah kesulitan mendapatkan makanan. Penduduk Madinah masih bisa makan dari cadangan makanan yang selama ini disimpan di gudang negara. Namun, ternyata penduduk di sekitar Madinah berdatangan ke Madinah dan meminta bantuan makanan. Khalifah Umar ra., pun membantu mereka. Cadangan makanan akhirnya menipis karena begitu banyaknya warga yang datang ke Madinah, sedangkan hujan tidak kunjung turun. Kondisi rakyat yang kesulitan makan, Umar bin Khaththab pun bersumpah tidak akan makan daging, susu, dan samin sampai paceklik berakhir dan kondisi rakyat kembali seperti sediakala. Umar bin Khaththab memenuhi sumpahnya ini. Beliau ra., makan roti dan zaitun saja hingga paceklik berakhir. Akibatnya, kulit Umar ra. yang selama ini putih kemerahan, berubah menjadi hitam.
Seharusnya sosok pemimpin umat, berempati terhadap rakyatnya yang kesulitan, bahkan terjun langsung merasakan kesulitan rakyat. Selain itu, ia juga sigap menyelesaikan masalah rakyat, sebagaimana Khalifah Umar ra. yang memerintahkan Gubernur Mesir Amr bin Ash untuk mengirim makanan dari Mesir ke Madinah. Amr pun mengirimkan kafilah unta yang mengangkut makanan. Begitu panjangnya kafilah itu hingga seakan-akan ujungnya sudah sampai di Madinah, sedangkan ekornya masih di Mesir. Masalah ketiadaan makanan pun terselesaikan hingga paceklik berakhir.
Pemimpin yang serupa dengan Umar ini tidak akan bisa ditemukan dalam sistem saat ini, sebab sistem saat ini pemimpin yang dipilih buka lagi berdasarkan kemampuan atau kapabilitas yang dimiliki, tetapi seberapa besar uang yang didapatakan. Pemimpin yang sikapnya sama dengar umar, hanya bisa didapatkan dalam sistem Islam. Sebab pemimpin yang akan dipilih dilihat dari kemampuan atau kapabilitas yang dimilikinya. Sehingga ketika terpilih, ia memahami dan mengurusi rakyatnya.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini