Ironi Impor Beras di Negeri Agraris




Oleh : Ratna Nuraini


Pada awal tahun 2022, pemerintah  merencanakan untuk tidak melakukan  impor beras. Namun, penyerapan beras yang dilakukan bulog gagal memenuhi target sehingga cadangan beras menipis.  Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau Perum Bulog pada bulan November hanya memiliki  cadangan  beras pemerintah  594.856 ton. Jumlah cadangan beras pemerintah  tersebut  jauh di bawah angka ideal minimal sebesar 1,2 juta ton. Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengatakan bahwa pihaknya sudah berupaya untuk melakukan penyerapan gabah dan beras dari petani dalam negeri. Namun, penyerapan tersebut masih di bawah target. Dalam proses perjalanannya, penyerapan  masih jauh dari target yang ditentukan, “ ujar Budi Waseso  saat Rapat Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Rabu (23/11)  (katadata.co.id, 26/11/2022).


Pada akhir tahun ini, Bulog meghadapi krisis CBP (cadangan beras pemerintah tentu saja akan mengancam swasembada pangan Indonesia. Sehingga  Bulog mengusulkan adanya  impor beras. Usulan ini ditanggapai oleh Kemendag. Kementerian Perdagangan atau kemendag menyatakan bahwa Indonesia sudah memiliki komitmen perdagangan dengan negara ASEAN khususnya Thailand dan Vietnam jika membutuhkan impor beras. Namun, keputusan impor beras harus melalui perhitungan Badan Pangan Nasional, “ kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Didi Sumedi, di kantor Kementerian Perdagangan, Senin (21//11) (katadata.co.id, 21/11//2022).


Semakin menipisnya CBP menunjukkan bahwa proyek lumbung pangan yang digalakkan oleh pemerintah telah gagal memenuhi stok kebutuhan masyarakat. Hal ini terjadi sebagai  akibat dari karut-marutnya rezim di negeri ini dalam mengurusi rakyatnya. Indonesia yang di kenal sebagai negara agraris yang memiliki lahan yang luas, tanahnya subur, musimnya mendukung untuk bertani malah harus mengimpor ke negara Thailand maupun Vietnam yang luas lahannya lebih sempit, mengapa? Karena negara ini tidak memiliki ideologi yang mampu mengarahkan penguasanya untuk memihak rakyat dalam mewujudkan kedaulatan swasembada dan ketahanan pangan.


Dalam sistem kapitallisme selalu mengedapankan untung rugi dalam memenuhi hajat hidup rakyatnya, berbeda dengan Islam dalam menjamin kebutuhan pokok rakyatnya  yang didasarkan atas keimanan dan ketakwaan. Jika tidak, makapenguasa  akan berdosa dan akan dimintai pertanggungjawaban secara langsung oleh Allah SWT. Rasulullah saw. bersabda :
Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari dan Muslim).


Berdasarkan pardigma ini, pemerintah (Khalifah) bertanggungjawab penuh untuk mewujudkan ketahanan dan kedaulatan pangan. Penguasa harus berupaya memaksimalkan produksi lahan pertanian melalui dukungan penuh kepada petani. Sehingga tidak tergantung dengan negara lain apalagi dengan pihak korporasi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak