Oleh: Mariyam Sundari
(Sahabat Pena Pejuang)
Ngeri! Itu yang terlintas dipikiran saya, ketika membaca informasi di media terkait penyakit menular yang tergolong mematikan HIV/AIDS yang kini tumbuh subur, dan sudah menjalar diberbagai kota di Indonesia. Di Aceh misalnya, seperti yang dikatakan kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lhokseumawe Safwaliza total kasus positif HIV/AIDS di Kota Lhokseumawe, mencapai 88 kasus. (Republika, 2/12/2022).
Safwaliza juga mengatakan, ada peningkatan delapan kasus di tahun 2022, dibandingkan pada tahun 2021 yang hanya mencapai 80 kasus di Kota Lhokseumawe yang positif HIV/AIDS. Ini menunjukkan, ada peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Itu terhitung yang melapor, yang tidak melapor mungkin akan lebih banyak lagi.
Apa yang menjadi penyebab, penyakit HIV/AIDS ini menjalar tumbuh subur begitu cepat. Penyakit mematikan ini, merupakan penyakit kelamin yang diakibatkan oleh pergaulan bebas, seks bebas, berganti-ganti pasangan, jarum suntik bagi pengidap narkotika, juga termasuk yang paling dominan adalah hubungan sesama jenis (homo seks). Yang saat ini, banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak terutama Indonesia yang terkesan memberikan lampu hijau.
Seperti, kedubes Inggris di Jakarta, pada 17 Mei 2022 yang lalu, pernah mengibarkan bendera pelangi. Yang dibiarkan, Ini jelas memberi ruang bagi mereka (homo seks), untuk leluasa menjalankan aktivitasnya (homo) di negeri ini.
Dampak yang ditimbulkan adalah, muncul penyakit-penyakit kelamin, yang begitu cepat penularannya. Jumlah penderita HIV/AIDS didominasi usia 14 sampai 45 tahun, ini terkategori usia produktif.
Virus HIV ini sangat berbahaya bisa menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Sehingga, bagi penderita akan rentan sekali terserang penyakit. Apalagi jika human immunodeficiency virus (HIV) ini tidak segera ditindak lanjuti dengan baik, maka virus itu akan cepat berkembang menjadi acquired immune deficiencysyndrome (AIDS).
Kalau penyakit HIV ini sudah menjalar tumbuh subur, siapa yang akan bertanggung jawab. Sebenarnya program-program yang dicanangkan pemerintah, seperti Aliansi Nasional UNAIDS yang diperingati setiap 1 Desember, dan lain-lain. Yang tujuannya untuk mencegah HIV/AIDS terutama pada anak-anak. Tidak akan memperoleh hasil maksimal sebelum akar masalahnya dibersihkan.
Yang menjadi akar masalah adalah, perilaku mereka yang menyimpang (homo seks) ini, harus dibersihkan dahulu sampai ke akar-akarnya, bukan sebaliknya malah dibiarkan atas dasar hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi. Perilaku homo seks ini tidak patut ditoleransi. Namun, ini adalah penyakit kelainan yang harus segera diobati.
Untuk mencegahnya dibutuhkan beberapa pihak, antara lain: dalam lingkup keluarga terutama orang tua, dalam mendidik putra-putri, sebaiknya selalu memperhatikan kepada siapa mereka bergaul. Serta memberikan pengarahan dan memahamkan baik-buruk yang harus dilakukan dan ditinggalkan.
Termasuk dalam memilih dan memasukkan putra-putri ke sekolah, sebaiknya harus memastikan terlebih dahulu bahwa sekolah tersebut baik adab dan budayanya. Sehingga, akan melahirkan generasi yang tidak menyimpang dari syariat.
Lingkungan masyarakat juga perlu, dimana kepedulian masyarakat harus dikedepankan. Jika ada penyimpangan dalam masyarakat sebaiknya segera dicegah. Semata-mata untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Karena ini hukumnya wajib bagi setiap muslim.
Peran negara adalah peran yang sangat dominan. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Membasmi perilaku-perilaku menyimpang, dengan cara memberikan sanksi tegas kepada pelaku maksiat, yang berefek jera. Sehingga, tidak mudah bagi seseorang yang ingin melakukan perbuatan yang melanggar suariat, karena beratnya sanksi akan ditanggung. Begitulah seharusnya negara bertindak terhadap kemaksiatan. Sanksi yang tegas itu, hanya ada dalam negara Islam (Khilafah). Yang bersumber dari wahyu Allah Swt. Bukan sanksi-sanksi buatan manusia, yang kian berubah-ubah juga tidak berefek jera yang membuat pelaku tetap menjalankan aksinya. Saatnya kembali pada aturan Islam yang dinanti. Wallahualam.[]
Tags
Opini