Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Peringatan Hari Ibu 2022 akan dilaksanakan pada 22 Desember. Tahun ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah membuat tema Hari Ibu 2022. Menurut KemenPPA, catatan penting dari Peringatan Hari Ibu di Indonesia adalah bukan perayaan Mother’s Day sebagaimana yang diperingati di negara lain.
Sejarah mencatat dicetuskannya Hari Ibu di Indonesia merupakan tonggak perjuangan perempuan untuk terlibat dalam upaya kemerdekaan bangsa dan pergerakan perempuan Indonesia dari masa ke masa dalam menyuarakan hak-haknya guna mendapatkan perlindungan dan mencapai kesetaraan. Oleh karena itu, tema dan sub tema PHI setiap tahun akan berlandaskan catatan penting tersebut.
Tema utama PHI ke-94 adalah 'PEREMPUAN BERDAYA INDONESIA MAJU'. Selain tema utama, ditetapkan sub-sub tema untuk mendukung tema utama yang dimaksud.
Apabila kita mau mencermati, seluruh sub tema begitu nampak mengarahkan perempuan pada pemberdayaan ekonomi. Sub tema pertama misalnya, disebutkan bahwa tujuanya adalah untuk ;
-Mendorong kewirausahaan perempuan dengan mendorong adanya kebijakan publik untuk mengatasi unpaid care work.
-Mendorong peningkatan kemampuan wirausaha perempuan dalam pemanfaatan teknologi dalam berusaha.
-Mendorong kemampuan berwirausaha bagi perempuan penyintas kekerasan.
Dukungan pemerintah yang begitu besar terhadap pemberdayaan perempuan dalam ekonomi, tidak lepas dari pandangan bahwa ini adalah solusi mengatasi kemiskinan keluarga. Pasalnya, kemiskinan di negeri ini masih begitu tinggi. Menurut laporan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 mencapai 26,16 juta orang atau 9,54% dari total penduduk Indonesia.
Selain itu, pemberdayaan ini juga akan mendukung tercapainya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga, perempuan tidak lagi dipandang rendah dan tidak mudah menjadi korban kekerasan.
Padahal pemberdayaan ekonomi perempuan melalui arus ide kesetaraan gender ini, hanyalah akan menghancurkan perempuan dan keluarga. Lihat saja bagaimana generasi muda rusak, terseret dalam kehidupan liberal dan materialistik. Dan tidak bisa dibantah lagi, jika dibalik kerusakan tersebut ada peran ibu sebagai pendidik generasi yang hilang. Jika pemberdayaan perempuan terus digenjot, kerusakan generasi akan semakin parah.
Mirisnya, pemerintah seakan tak peduli dan menolak mengatakan bahwa kerusakan generasi terjadi akibat hilangnya peran ibu di dalam rumah tangga. Pemerintah malah memfasilitasi kaum ibu agar tetap berdaya di tempat kerja.
Seperti membuat kebijakan tentang daycare, full day school, memperpanjang cuti hamil dan melahirkan. Apalagi negara bahkan sangat diuntungkan dengan pemberdayaan kaum ini.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak, Leny Rosalin mengatakan, "Kita harus mengejar ketertinggalan ini, memberikan kesempatan kerja kepada perempuan. Hasil studi McKinsey Global juga menyebutkan, kalau kita memberdayakan perempuan, sebetulnya produk domestik bruto (PDB) kita bisa naik. Kalau kita bisa menaikan partisipasi angkatan kerja perempuan 3 persen saja, PBD Indonesia bisa naik USD 135 miliar di 2025," imbuhnya.
Pemberdayaan kaum ibu yang selalu digenjot untuk meningkatkan perekonomian keluarga dan negara sejatinya adalah bentuk eksploitasi. Pemberdayaan ibu seharusnya dikembalikan kepada peran utama ibu sebagai pendidik generasi calon pemimpin masa depan. Pemberdayaan sebagai ibu generasi tentu butuh sistem pendukung yang dibangun oleh negara dalam semua aspek kehidupan. Dengan demikian, Ibu bisa fokus mengemban tugasnya dan tidak dibebani dengan kewajiban mencari nafkah. Sistem pendukung tersebut adalah sistem kehidupan Islam yang berasal dari Al-Khaliq pencipta dan pengatur kehidupan. Sistem kehidupan Islam ini akan terwujud dalam negara yang menerapkan politik ekonomi Islam yang disebut Khilafah Islamiyah.
Politik ekonomi Islam menjamin pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu, pemenuhan yang menyeluruh. Pemenuhan kebutuhan itu harus sampai pada tataran terpenuhinya kebutuhan perempuan.
Termasuk dalam hal makanan, pakaian, hingga tempat tinggal yang layak. Bukannya diekploitasi untuk meningkatkan ekonomi negara. Dalam Khilafah, bekerja bagi perempuan hanyalah pilihan bukan tuntutan keadaan. Sebab Islam telah menjamin kebutuhan pokok perempuan.
Adapun kewajiban mencari nafkah berada pada pundak suami, ayah, atau kerabat laki-laki. Namun, bila tidak ada suami, ayah, atau pun wali, maka jaminan langsung akan diberikan oleh negara.
Negara memberikan santunan tiap bulan, untuk mencukupi kebutuhan asasiyah para perempuan apabila dalam kondisi tersebut.
Syekh Taqiyudin an-Nabhani dalam kitab Nizamul Ijtima'i fi al-Islam. Dalam kehidupan rumah tangga, Allah memberikan peran bagi suami sebagai pemimpin rumah tangga. Wajib memimpin, melindungi, dan menafkahi anggota keluarganya. Sedangkan peran isteri adalah sebagai ibu dan pengurus rumah. Bertanggung jawab mengatur rumahnya dibawah kepemimpinan suami. Inilah cara Islam memuliakan dan melindungi perempuan.
Bukan menjadi pencari nafkah dengan berpartisipasi dalam sektor ekonomi. Akan tetapi, caranya dengan mengembalikan perempuan pada fungsi utama sebagai pendidik generasi, pengurus rumah tangga.
Islam memberikan tanggung jawab pada seorang ibu untuk menjaga kehamilan, menyusui, mengasuh, dan mendidik anak, serta mengatur rumah suaminya.
Tidak ada beban bagi perempuan untuk bekerja keras mensejahterakan ekonomi keluarga. Karena hal tersebut merupakan tanggung jawab laki-laki yakni suami.
Sekalipun Islam tidak melarang perempuan bekerja, tetapi mereka boleh bekerja semata mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat, selama tanggung jawab sebagai isteri dan ibu tetap terlaksana dengan baik. Karena itulah, hanya kembali kepada Khilafah, kaum ibu akan mendapatkan kesejahteraan dan kemuliaannya.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini