Oleh : Maulli Azzura
Tidak bisa dipungkiri angka perceraian di negri ini menunjukan grafik yang sangat tinggi. Bukan tanpa sebab, pada dasarnya banyak pemicu mengapa angka perceraian tersebut sangat tinggi. Namun akar permasalahan tersebut adalah buah sistem kapitalis yang menciptakan berbagai problem kehidupan, ditambah melemahnya aqidah Islam yang terpancar dalam diri seoramg Muslim untuk selalu taat pada hukum Allah.
Pasang surut perekonomian di negara Indonesia merupakan hal yang sudah biasa setiap tahunnya. Dengan adanya peristiwa seperti ini, sangat memberikan dampak yang signifikan bagi keharmonisan rumah tangga. Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang belakangan ini semakin meningkat, membuat kondisi ini menjadikan momok yang menakutkan bagi para kepala keluarga dalam mencari nafkah. Sehingga bagi para kepala keluarga yang terkena PHK dipaksa untuk memutar otak agar bisa mendapatkan pekerjaan kembali. Seperti kasus pada beberapa perusahaan di Indonesia, di antara beberapa faktor yang sangat memicu terjadinya kasus PHK besar-besaran adalah sedikitnya permintaan konsumen terhadap barang yang diproduksi, sedangkan perusahaan terus memproduksi barang setiap harinya, sehingga harga barang produksi menurun. (Kumparan.com 22/11/2022)
Selain faktor ekonomi, salah satu penyebab dari tingginya angka perceraian adalah sosial media. Jika zaman dahulu, untuk melakukan kegiatan prostitusi atau perzinaan seseorang harus datang ke suatu tempat terlebih dahulu. Namun saat ini, dengan mudahnya kemaksiatan itu didapatkan dengan berduduk santai di dalam rumah melalui hand phone dan sosial media. Bahkan negara memfasilitasinya disertai disertasi hukum yang oportunis yang sama sekali tidak memberikan efek jera terhadap pelaku kemaksiatan.
Oleh karena itu, pentingnya bekal untuk mempertahankan rumah tangga yang dimulai dari memiliki tujuan pernikahan. Dibina dengan Islam dan menghasilkan keluarga yang penuh dengan ketaatan. Sehingga akan diperoleh keluarga yang samawah. Baik kepala keluarga dan seorang istri yang patuh terhadap pimpinannya dalam lingkup keluarga. Kontrol aqidah yang didasari Islamiyah akan senantiasa mengontrol dari tindakan atau perilaku yang tidak terpuji.
Perumpamaan tentang seseorang yang sedang menaiki pesawat terbang lalu sang pilot tidak tahu kemana tujuan pesawat tersebut. Hal ini akan menimbulkan kekhawatiran pada seluruh penumpang pesawat. Ditambah lagi jika pilot tidak mengetahui dengan baik bagaimana mengoperasikan pesawat tersebut. Itulah yang dimaksud pentingnya memiliki visi dan misi pernikahan. Rumah tangga menjadi terarah dan ringtangan-rintangan yang akan dihadapi akan lebih mudah dikenali dan diatasi.
Dalam surah al-Qasas ayat 77 disebutkan
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan."
Salah satu indikasi rusaknya keluarga yang menyebabkan tingginya angka perceraian berpangkal dari lalai dan enggan nya kita menjadikan Islam sebagai tolak ukur dalam keluarga. Terlebih Islam telah mengajarkan bagaimana membentuk keluarga dan menjaga keutuhannya demi menjalani serangkaian kehidupan bersama pasangannya dan mencetak generasi yang Islami dengan mendidik keturunannya sebagai penerus perjuanagn Islam.
Namun demikian saja tidaklah cukup untuk mencegah tingginya angka perceraian. Sebab negaralah yang harusnya menjadi media kontrol dengan menjalankan syariat islam secara kaffah. Sehingga hal-hal yang menjadi pemicu keretakan rumah tangga yang dialami sejumlah rakyatnya bisa di minimalisir dan menciptakan masyarakat yang islami dan penuh keberkahan.
Wallahu'alam bishowab