Ditulis oleh: Sri Wahyu Anggraini,S.Pd
(Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Apabila kita mendengar dan berbicara tentang pemuda, maka kita akan mendapati tentang banyak hal. mulai dari usianya yang masih muda, semangatnya yang tinggi, fisiknya yang masih kuat, banyak pemikiran yang dapat diserap, dan lain sebagainya. hingga masalah penampilan pun menjadi bahan perbincangan. Karena kita memahami bahwa Pemuda adalah Agen Perubahan, Generasi terdepan, Generasi Harapan Bangsa. Tapi sangat disayangkan makna ini tak terbentuk dengan Generasi yang kita harapkan sebagai, sebagaiman fakta berikut.
Belasan pelajar dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Palembang diamankan tim Subdit III Jatanras Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Sumsel. Para pelajar ini diduga terlibat begal yang meresahkan masyarakat Palembang. Seorang pelajar yang tertangkap berinisial MMF (19) mengakui semua perbuatannya. Dari pengakuannya, aksi tawuran tersebut merupakan cara agar para pelaku dapat mengambil barang berharga milik korban. "Pertama kami melakukan begal di Jembatan Keramasan Kertapati bulan 10 kemarin. Kedua baru malam kemarin di dekat tol Pemulutan. Hasilnya dua motor berhasil kami ambil," ungkap MMF. (sumsel.idntimes.com, 11/10/2022).
Ini adalah contoh dari salah satu fakta yang diluar sana lebih banyak kejadian yang demikian. Generasi yang diharapkan justru menjadi Generasi yang ditakutkan. Rasa prihatin dan miris dengan melihat kondisi para pemuda saat ini. Banyak anak muda kita terpapar krisis moral, adab yang buruk dan senang melakukan kekerasan yang merupakan salah satu penyakit yang kini menjangkiti sebagian pemuda di Tanah Air, seperti Tawuran, Bully, tindak kriminal yang dimana pelakunya didominasi oleh Pemuda.
Permasalahan aksi kriminalitas anak lainnya bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba dengan sendirinya. Ini adalah imbas dari sistem sekuler liberalisme yang tengah mengangkangi negeri ini. Sekularisme menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan. Sistem ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, semua digarap lepas dari agama. Tidak ada akidah yang menjadi tuntunan dan sekaligus rem bagi remaja dalam bertindak. Dicampakkannya agama (Islam) dari kehidupan, bahkan pelan tetapi pasti mulai diamputasi dari sistem pendidikan, telah membentuk generasi bingung akan jati dirinya yang berujung nihilnya rasa takut pada Allah Sang Penguasa kehidupan.
Akibatnya, mereka menjadikan hawa nafsu sebagai tolok ukur perbuatan. Para pelaku seolah mewujudkan gharizah baqa’ rasa ingin berkuasa dan menguasainya dengan aksi kekerasan. Liberalisme yang mendewakan kebebasan juga telah membentuk generasi yang miskin rasa tanggung jawab. Mereka bebas melakukan apa saja tanpa berpikir dampak perbuatannya sehingga dengan mudah menimpakan kesalahan pada pihak lain. Sering kali justru orang tualah yang harus menanggungnya.
Ditambah lagi dengan kegagalan dunia internasional memahami hakikat anak. Hukum internasional mendefinisikan anak adalah manusia yang berusia kurang dari 18 tahun dan tidak boleh ada sanksi pidana atas mereka. Hal ini telah membuat para penegak hukum gamang menjatuhkan sanksi yang menjerakan. Padahal, definisi anak dalam hukum internasional tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Terbukti, yang berusia di bawah 15 tahun sekalipun telah banyak menjelma menjadi sosok tidak berbeda dengan orang dewasa. Suatu kesalahan besar ketika memosisikan mereka sebagai anak-anak yang setiap kesalahannya ditoleransi bahkan dibela.
Islam solusi Tuntas
Negara adalah benteng sesungguhnya yang akan melindungi generasi dari kerusakan, adapun mekanisme perlindungannya dapat dilakukan secara sistematis melalui institusi negara yaitu daulah Khilafah. Daulah Khilafah akan menerapkan seperangkat hukum Islam untuk mewujudkan pembentukan generasi khairu ummah dan pembentuk peradaban gemilang diantaranya:
Pertama, sistem itu haruslah mampu memberikan batasan tepat tentang fase anak dalam kehidupan manusia. Hal ini penting agar perlakuan yang diberikan tepat sesuai perkembangan fisik dan psikisnya.
Menurut Prof. Dr. Hj. Huzaemah T. Yanggo dalam buku Fiqh Anak, secara terminologi, “balig” atau “al-bulugh” bermakna ‘habisnya masa kanak-kanak dan beralih menjadi dewasa’, yakni masa ia telah memiliki kelayakan mendapat tugas-tugas secara sempurna. Artinya, mereka sudah terkena taklif (pembebanan) hukum; jika melanggar syariat akan berdosa dan jika menjalankan syariat akan mendapat pahala. Mereka telah bertanggung jawab atas segala perbuatannya, tidak bisa melimpahkannya kepada pihak lain. Baligh adalah hal pasti, tetapi akil (matang dalam pemikiran) bukanlah sesuatu yang instan. Fakta membuktikan, banyak orang yang sudah balig, bahkan berusia dewasa, tetapi sikapnya kekanak-kanakan.
Kedua, memiliki seperangkat sistem pendidikan dan interaksi sosial yang mampu membentuk generasi bertakwa yang paham hakikat hidup, bertanggung jawab, dan mampu membawa kebaikan bagi dunia. Kurikulum pendidikan disusun dalam langkah membentuk kepribadian Islam yang utuh pada siswa baik dari sisi akidah tsaqofah maupun penguasaan IPTEK. Sistem pendidikan dalam Islam tentu saja tidak hanya pasrah pada pihak sekolah. Tapi adanya sinergi antara orang tua (keluarga), masyarakat dan sekolah.
Ketiga, memiliki sanksi hukum yang tegas, adil, serta memberikan efek jera bagi pelaku dan juga masyarakat. Islam sangat menghargai nyawa manusia. Tidak heran jika pelaku pembunuhan dikenai sanksi yang sangat berat. Sebagai gambaran, sanksi atas pembunuhan yang disengaja adalah dengan qishas (dibunuh pula), pembunuhan yang mirip sengaja (menggunakan alat tertentu dengan tujuan menyiksa atau menyakiti, tetapi ternyata korban meninggal) mendapat sanksi diyat (tebusan) 100 ekor unta (40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting), sedangkan pembunuhan tidak disengaja adalah membayar 100 ekor unta sebagai diyat.
Terkait keadilan hukum Islam, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!” (HR Bukhari no. 6788 dan Muslim no. 1688)
Keempat, Dalam bidang sosial yakni masyarakat yang bertaqwa akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran dan menjaga pergaulan sosial sesuai dengan masyarakat yang taat pada peraturan syariat. Adanya budaya amar ma'ruf nahi munkar dihidupkan sehingga orang-orang merasa sungkan untuk melakukan perbuatan maksiat.
Inilah mengapa agama tidak boleh dipisahkan dari kehidupan manusia. Agama adalah fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sesungguhnya hanya Islam yang mampu membangun karakter generasi yang berkepribadian Islam membangun peradaban serta melindungi generasi dari berbagai hal yang merusak karakter tersebut.
Dan satu -satunya Negara yang mampu melakukan fungsi besar itu, mau tidak mau adalah negara yang kuat, memiliki ideologi yang dipegang erat, ideologi yang terpancar dari suatu akidah yang tidak lagi goyah. “Negara itu adalah negara Islam, Khilafah Islamiah,”
Wallahu A'lam Bishawab...
Tags
Opini