Oleh : Ummu Aqeela
Pada zaman yang modern ini tentu kita semua sudah mengenal seks bebas, terlebih sudah banyak berita tentang seks bebas bertebaran, baik di koran maupun di sosial media. Seks bebas di kalangan remaja masa kini menjadi hal yang biasa. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 (dilakukan per 5 tahun) mencatat bahwa kurang lebih 2% remaja wanita dan 8% remaja pria dengan usia 15-24 tahun mengaku bahwa mereka sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Peristiwa seks bebas cenderung lebih banyak ditemukan di kota besar ataupun di suatu daerah Universitas. Salah satu kasus seks bebas yang sedang ramai diperbincangkan adalah tentang video asusila si kebaya merah.
Polda Jawa Timur menyita dua harddisk yang dibuat para pemeran video porno kebaya merah. Polisi menyebut ada 92 video porno dan ratusan foto asusila dalam harddisk yang disita.
Dirreskrimsus Polda Jawa Timur Kombes M Farman mengatakan harddisk disita untuk kepentingan penyidikan kasus yang melibatkan ACS dan AH tersebut. Polisi menyebut para tersangka membuat video porno kebaya merah atas pemesanan seharga Rp750 ribu. Pesanan berasal dari sebuah akun Twitter. (CNN Indonesia, 8 November 2022)Seks bebas mempunyai banyak faktor pendukung. Salah satu faktor utamanya adalah pergaulan yang terlalu bebas. Banyak remaja di luar sana yang berperilaku di luar batas wajar contohnya mabuk, pergi ke klub, dan bahkan ada yang sampai membeli jasa pemuas seks di media sosial. Selain itu, keimanan juga menjadi salah satu faktor penyebab seks bebas. Para remaja sering mengabaikan ibadah dan akhirnya jauh dari Tuhan. Itu sebabnya mereka mudah termakan oleh hawa nafsu sendiri.
Dipandang dari sisi agama, pergaulan bebas tentu bertentangan. Dalam Islam, mendekati zina saja tidak boleh, apalagi berzinanya. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT (artinya): "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk" (QS. Al Isra': 32)
Namun hari ini, pacaran sudah menjadi gaya hidup para remaja. Nggak pacaran, nggak gaul! Mereka tidak merasa malu-malu berinteraksi dengan lawan jenis. Berduaan, pegangan tangan, pelukan, di tempat sepi bahkan di keramaian pun berani. Semua sudah biasa, bukan hal asing lagi.
Mengapa Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, namun para pemudanya memiliki gaya hidup yang jauh dari aturan Islam? Besar kemungkinan, ini akibat dari adanya liberalisasi lifestyle di tengah-tengah masyarakat. Kita yang mayoritas muslim, dikondisikan untuk berkiblat pada gaya hidup dan budaya Barat yang penuh dengan kebebasan. Coba saja tanya pada para remaja, siapa yang menjadi idola mereka. Rata-rata mereka mengidolakan publik figur Korea atau Amerika. Atau, mereka mengidolakan publik figur dalam negeri yang life stylenya tidak jauh berbeda dengan Barat. Para remaja akan sangat terpengaruh dalam segala sisi oleh idola mereka. Dalam hal berpakaian, makanan, cara bergaul dan lain sebagainya akan mengikuti sang idola. Mereka terperosok pada gaya hedonis dan arus kebebasan yang sengaja dijejalkan oleh Barat ke tengah-tengah kaum muslim.
Apalagi di zaman yang serba canggih seperti hari ini, dengan mudah para remaja mengakses segala hal. Situs-situs dewasa pun bertebaran di mana-mana. Jika tidak diatur dengan jelas dan tegas, maka akan sangat merusak pemikiran dan perilaku generasi. Sayangnya hingga hari ini, kurang nampak adanya keseriusan dari pemegang kebijakan dalam rangka mencegah para remaja dari pergaulan bebas. Justru, yang ada malah berbagai kebijakan yang seolah tidak mempermasalahkan aktivitas tersebut.
Tentu saja, siapa pun tidak ingin generasi yang ada rusak. Kita mendambakan generasi yang sehat, beriman, bertakwa dan jauh dari segala hal yang berbau kemaksiatan. Generasi tangguh yang siap menyongsong peradaban. Hanya saja, generasi tersebut tidak akan lahir dari tatanan kehidupan sekuler dan liberal sebagaimana hari ini. Generasi tersebut hanya bisa lahir dari tatananan kehidupan yang diatur sepenuhnya oleh Islam. Karena Islam memiliki aturan yang sangat rinci dan sempurna untuk melahirkan generasi unggul yang berkepribadian Islam. Aturan yang terbukti selama beberapa abad mampu melahirkan para ulama sekaligus ilmuan hebat pada masanya.
Dalam Islam, ada tiga pilar yang harus dibangun untuk melahirkan generasi unggul tersebut. Ketiga pilar tersebut yaitu:
Pertama, pilar keluarga.
Keluarga atau orang tua memiliki tanggung jawab besar dalam hal mendidik anak-anak. Bahkan, orangtua merupakan sekolah yang pertama dan utama bagi mereka. Baik dan buruknya anak, akan sangat dipengaruhi oleh pendidikan yang diberikan oleh orangtuanya.
Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW.
كُلُّ إِنْسَانٍ تَلِدُهُ أُمُّهُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)
Kedua, pilar masyarakat.
Dalam Islam, masyarakat dikondisikan untuk memiliki semangat dalam beramar ma'ruf nahi munkar. Masyarakat yang berlomba dalam kebaikan dan takwa, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Setiap ada individu atau kelompok yang menyimpang, tidak akan dibiarkan begitu saja. Namun akan langsung didakwahi atau dinasehati. Jika tetap ada pada penyimpanganya, maka harus dikembalikan pada negara sebagai pilar yang ketiga. Sebab hanya negara yang berhak memberikan sanksi.
Ketiga, pilar negara.
Negara Islam memiliki aturan sistem pergaulan yang preventif, yang diharapkan mampu mencegah pergaulan bebas pada remaja maupun orang dewasa. Sedari kecil, generasi anak muslim diajarkan untuk tidak berkhalwat (berdua-duaan dengan lelaki asing yang bukan mahram), menghindari ikhtilat (campur baur dengan nonmahram kecuali untuk hal yang diperbolehkan syara'). Islam juga mengharamkan aktivitas pacaran karena termasuk mendekati zina.
Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk (QS Al-Isra’: 32).”Selain aturan preventif, aturan Islam juga berfungsi kuratif, mengobati penyakit sosial yang mungkin muncul dari pergaulan bebas pada anak, lebih tepatnya remaja-remaja yang sudah baligh atau terkena beban taklif hukum syariat Islam. Tidak lain adalah sistem sanksi Islam yang tegas.
Hukuman ini sejatinya menjaga kemuliaan umat agar tidak terjerumus dalam maksiat. Untuk itulah dibutuhkan sinergisitas ketiga pilar ini, yang diharapkan akan ampuh mengatasi pergaulan bebas sehingga tidak makin marak seperti dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini.
Wallahua’lam bisshawwab.