Oleh: Krisdianti Nurayu Wulandari
Per tanggal 2 November 2022 lalu, pemerintah telah menetapkan siaran TV analog beralih ke siaran TV digital. Terdapat 230 kabupaten dan kota yang sudah migrasi ke siaran digital, antara lain adalah Jabodetabek, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Meranti, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Malaka, Kabupaten Belu, Kota Sorong dan Kabupaten Sorong. (Republika.co.id, 15/11/22)
Migrasi siaran ini merupakan perintah yang terdapat dalam UU Cipta Kerja. Dilakukan paling lambat dua tahun sejak mulai berlakunya aturan tersebut. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran mengungkapkan kewajiban penghentian siaran televisi analog paling lambat 2 November 2022 pukul 24.00 WIB (Pasal 97 ayat (1) b).
Peraturan Menkominfo No. 11 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran juga mengungkapkan kewajiban semua lembaga penyiaran untuk menyetop siaran analog pada 2 November 2022. (Republika.co.id, 15/11/22)
Pemerintah menjanjikan dengan beralihnya siaran analog ke digital ini masyarakat dapat menikmati konten siaran lokal yang lebih baik secara jernih. Bagi masyarakat yang masih menggunakan tv analog, maka dianjurkan untuk memiliki perangkat STB (Set Top Box). STB ini adalah alat yang berfungsi untuk mengkonversi sinyal digital menjadi gambar dan suara yang dapat ditampilkan di TV analog biasa.
Namun, pada realitanya banyak masyarakat yang masih pro-kontra terhadap migrasi TV analog ke TV digital. Banyak kritikan yang disampaikan atas kebijakan pemerintah yang telah mematikan siaran TV analog. Seperti diungkapkan satu warganet terkait kebijakan ini yang dinilai menyusahkan rakyat kecil. "Kasian rakyat kecil dan makin menyusahkan rakyat," kata akun @Wulandari879.20 di TikTok, dikutip Minggu (5/11/2022).
Menurutnya, peralatan untuk TV digital tidak bisa dibeli oleh banyak orang. Terlebih situasi ekonomi saat ini masih belum pulih sepenuhnya pascapandemi Covid-19.
"Karena tidak semua orang mampu membeli alatnya. Kembalikan sinyalnya kembali, biar kami bisa menonton kembali," tulisnya. (Dilansir dari Okezone.com, 15/11/22)
Hal ini Menunjukkan bahwa ternyata tidak semua masyarakat siap dengan adanya transformasi TV digital. Pengamat Ekonomi Digital dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda secara terpisah menilai masyarakat belum siap menghentikan siaran TV analog dan atau bermigrasi ke TV digital.
Memang beberapa diantara masyarakat ada yang mendapatkan STB secara gratis, tetapi ada juga masyarakat yang tidak mendapatkannya. Salah satunya adalah curhatan dari warganet yang merasa tertipu saat membeli STB secara online. Hal itu terungkap dengan beredarnya video warga yang malah menerima bros kupu-kupu saat membuka paket pesanannya atas pembelian STB online. Video itu pun akhirnya viral setelah beredar di media sosial. (Suarakaltim.id, 16/11/22)
Seperti inilah keadaan kehidupan di alam kapitalisme. Segala sesuatu akan dipandang sebagai sesuatu yang dapat dikomersilkan, sebab dari adanya migrasi ini pun ujung-ujungnya pasti akan kental dengan bau-bau bisnis. Contohnya adalah masifnya pembelian STB oleh masyarakat. Lalu, siapakah yang akan diuntungkan disini? Apakah masyarakat? Tentunya bukan. Justru yang paling diuntungkan disini adalah para pemilik modal. Lagi-lagi rakyat hanya dijadikan sebagai penerima dan pelaksana dari kebijakan pemerintah yang ternyata tidak menguntungkan rakyat.
Sejatinya Islam telah mengatur hal yang berkaitan dengan media informasi. Dalam daulah Islam, setiap warga negara boleh untuk mendirikan suatu media informasi, baik cetak, audio, audio visual, analog maupun digital. Pendirian media informasi ini hanya perlu menyampaikan laporan kepada Lembaga Penerangan Daulah Islam supaya dapat diketahui oleh lembaga tersebut.
Akan tetapi, negara tetap melakukan pengawasan dan bertanggungjawab atas kendali media informasi, terutama dari sisi infrastruktur media dan konten dari media tersebut. Selama media tersebut berdiri dan berjalan sesuai dengan syariat Islam, maka tidak ada pelarangan serta sanksi yang diberikan oleh negara. Sebab, Khilafah hanya akan menyediakan konten-konten atau siaran yang edukatif sesuai dengan syariat Islam serta sebagai sarana dakwah Islam. Wallaahu A'lam bi al-Shawaab.
Tags
Opini