*Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Dunia saat ini sedang berada di ambang krisis. Perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan makin memperburuk keadaan ekonomi dunia dan menyebabkan potensi terjadinya resesi makin besar. Tak hanya di Rusia-Ukraina, konflik sebenarnya terjadi juga di berbagai belahan dunia manapun. Diantara salah satu penyebab konflik tersebut adalah karena adanya sentimen antar kelompok agama. Kondisi inilah yang membuat para pemimpin agama dunia mengadakan pertemuan di Yogyakarta pada Jumat (4/11) dan mengadakan diskusi dengan tema 'Komunike R20 : Upaya Pastikan Agama Berfungsi Sebagai Sumber Solusi Global'.
Alih-alih menjadikan agama sebagai sumber konflik, mereka mengupayakan agar agama muncul sebagai solusi global demi kehidupan yang harmonis pada semua warga negara di seluruh dunia. Hanya saja, seruan menjadikan agama sebagai solusi ini sangat bertentangan dengan realita yang ada. Nyatanya, umat Islam yang menyerukan tegaknya kembali hukum syariat dalam tatanan bermasyarakat dan bernegara, kerap dituduh sebagai teroris, dan dianggap radikal.
Bahkan, penguasa negeri ini pun seringkali mengaitkan problem yang menimpa negeri ini dengan keberadaan kelompok teroris dan radikal. Tak hanya itu, pemerintah selalu mengingatkan masyarakat untuk terus waspada dan hati-hati terhadap kelompok seperti Itu.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI Komjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, virus terorisme dan radikalisme bisa masuk ke mana saja, tanpa memandang status dan profesi orang. Virus terorisme dan radikalisme tidak mengenal status sosial.
Boy juga mengungkapkan, bahwa BNPT saat ini telah, melakukan empat hal untuk mencegah dan meminimalisasi virus intoleran, terorisme, dan radikalisme. Yakni, dengan transformasi wawasan kebangsaan yang berpatokan pada UUD 1945, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI, revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan, moderasi ajaran-ajaran agama, dan penguatan budaya nusantara.
Lalu, apa yang mereka maksud agama sebagai sumber solusi global?
Tokoh agama, KH Yahya Cholil Staquf menjelaskan terkait gagasan konferensi tokoh agama internasional yang berkeinginan menjadikan agama sebagai solusi permasalahan dunia, yakni diimplementasikan dengan menanamkan nilai-nilai luhur dan agama, dalam dinamika politik dan ekonomi internasional.
Dari pernyataan tersebut, nampak bahwa agama selama ini hanya dipahami sebagai aturan nilai dan ibadah ritual semata, bukan sebagai ideologi. Meski agama dilibatkan, tetapi tetap saja bernaung dibawah bingkai ideologi kapitalisme Barat. Di sisi lain, seruan tersebut justru menunjukkan serangan terhadap Islam sebagai ideologi. Padahal dunia tidak akan keluar dari krisis jika posisi ideologi Islam tidak diterapkan dalam kehidupan.
Sebab, Islam adalah satu-satunya ideologi shahih di dunia ini yang mampu menyelesaikan problem manusia dan dunia.
Adapun ideologi Islam dibangun berlandaskan akal yang mewajibkan kepada setiap muslim untuk mengimani adanya Allah, kenabian Muhammad Saw, kemujizatan Al-Quran Al-Karim dengan menggunakan akalnya. Juga mewajibkan mereka agar beriman kepada yang ghaib yang argumennya berasal dari sesuatu yang dapat dibuktikan keberadaannya dengan akal seperti Al-Quran dan Hadits Mutawatir. Dengan demikian ideologi Islam dibangun berlandaskan akal.
Adapun dari segi fitrah manusia, ideologi Islam juga sesuai dengan fitrah manusia, karena ideologi Islam mempercayai adanya agama dan adanya kewajiban merealisir agama dalam kehidupan ini, serta menjalankan kehidupan sesuai dengan perintah dan larangan Allah Subhanahu Wa ta'ala.
Syariat Islam berupa perintah dan larangan dari Allah dilaksanakan oleh setiap individu mukmin dengan dorongan ketakwaan kepada Allah yang tumbuh dalam jiwanya. Sementara teknis pelaksanaanya dijalankan oleh negara dengan adil yang dapat dirasakan oleh segenap masyarakat. Negara inilah yang dikenal dengan istilah Khilafah. Khilafah mendapat jaminan dari Allah akan mampu merealisasikan tujuan bernegara, yaitu terwujudnya umat yang sejahtera.
Dimana hal ini didukung oleh beberapa aspek :
Pertama, keunggulan konstitusi yang bersumber dari syariat Islam, dari Allah Al Khaliq Al Mudabbir yang maha mengetahui dan maha adil. Syariat Islam ini bersifat komprehensif, karena mencakup semua pilar bernegara. Baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Selain itu, syariat Islam juga bersifat luas dan manusiawi karena mencakup semua permasalahan baru pada manusia, serta dapat diterapkan secara praktis oleh umat manusia.
Kedua, kemampuan pemimpin dalam sistem Islam. Pemimpin dalam sistem Islam, harus paham urusan publik dan bagaimana mengaturnya. Karena tanggung jawabnya yang besar terhadap umat, maka Islam menetapkan pemimpin haruslah seseorang yang mempunyai pribadi kuat, bertakwa, berpengetahuan, dan terampil menjalankan tugas negara.
Dengan ketakwaanya tersebut, seorang pemimpin dalam Islam akan tercegah dari tindakan menyeleweng serta curang (zalim) kepada rakyatnya.
Ketiga, Struktur pemerintahan Islam sangat efisien dan sederhana. Kewenangan dan tupoksi antar lembaga jelas, tidak ada birokrasi yang panjang dan bertele-tele sehingga cepat dalam memecahkan berbagai masalah yang ada.
Keempat, adanya kesatuan komando oleh Khalifah sebagai pelaksana kebijakan. Semua urusan dalam negeri, layanan publik, hubungan luar negeri, industri, dan militer berada dalam kontrol Khalifah. Walaupun dalam pelaksanaanya, tetap dibantu oleh mu'awin (pembantu Khalifah) dan sekretariat negara. Dengan demikian, hanya dengan tegaknya ideologi Islam di bawah naungan Khilafah yang akan mampu menyelesaikan berbagai problem maupun krisis yang menimpa dunia.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
kolom opini