Sekulerisme Penyebab Utama KDRT




*Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)


Kasus penganiayaan terhadap istri dan anak di Depok, Jawa Barat, yang berujung pada kematian anak merupakan bentuk kekerasan berbasis gender yang ekstrem. Hal ini diungkapkan Anggota Komnas Perempuan Rainy Hutabarat.
"Komnas Perempuan memandang pembunuhan terhadap anak perempuan merupakan kekerasan berbasis gender yang ekstrem sebagai puncak dari kekerasan dalam rumah tangga," kata Rainy Hutabarat kepada Antara di Jakarta, Sabtu (5/11/2022).

Rainy mengatakan, pembunuhan tersebut bukan tindak kriminal biasa sehingga pelaku perlu dihukum dengan pemberatan. "Pelaku perlu dihukum dengan pemberatan karena pertama, aspek hak anak sebagaimana diamanatkan UU Perlindungan Anak yakni seorang anak berhak atas perlindungan dari orang tuanya dan berhak bebas dari penyiksaan. Kedua, pembunuhan berbasis gender," kata dia.

Apabila kita mau mencermati, pendapat tersebut sejatinya bisa dibilang salah arah, sebab pada faktanya banyak juga terjadi kekerasan dengan korban yang sama gendernya, dan bahkan mengalami nasib yang jauh lebih mengenaskan. Jika saja publik lebih jeli memahami sebuah fakta, kasus kekerasan dalam sekup domestik maupun umum disebabkan karena cara pandang manusia yang sekuler, bukan akibat persoalan gender. Sekularisme adalah ide yang memisahkan agama dari kehidupan. Sebagai efeknya, maka manusia akan cenderung berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Di sisi lain, manusia akan mengalami krisis keimanan yang parah. Islam telah jelas mengajarkan, bahwa penganiayaan dan pembunuhan tanpa haq adalah dosa besar. Namun sebaliknya, sekularisme justru menggiring manusia untuk memiliki mindset bahwa melampiaskan rasa kekesalan, kebencian, egoisme, dan sejenisnya lebih penting dibanding dengan nyawa manusia.
Ditambah fakta kehidupan yang kapitalistik membuat ekonomi menjadi faktor utama peceklik keluarga.

Kehidupan liberal juga membuat bangunan keluarga makin rapuh dan rentan terjadi perselingkuhan. Sehingga publik bisa mendapati berbagai jenis KDRT dan pembunuhan yang begitu sadis luar biasa. Inilah akar sesungguhnya kerusakan sistemik yang disebabkan oleh sekularisme.
Maka, tuduhan 'kekerasan terhadap istri dan anak sebagai kekerasan berbasis gender ekstrim' sejatinya telah mengaburkan penyebab kekerasan sebenarnya, termasuk penyebab secara sistemik.

Pegiat gender selalu mengarahkan penyebab pada ketidaksetaraan gender sebagai bagian upaya untuk menipu umat agar mendukung kesetaraan gender sebagai solusi atas persoalan perempuan dan anak. Padahal, senyatanya kesetaraan gender hanyalah ilusi belaka. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan World Economic Forum (WEF) pada tahun 2020 mengatakan, bahwa target planet 50 : 50 yang diklaim untuk menutup kesenjangan gender terkait capaian ekonomi membutuhkan 257 tahun lamamya.

Sebenarnya kasus KDRT sangat mudah diselesaikan jika diterapkan sistem kehidupan shahih, yakni sistem kehidupan Islam.
Hal ini terlihat dari konsep-konsepnya yang secara praktis bisa diterapkan dalam kehidupan keluarga, masyarakat, dan negara.
Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzamul Ijtima'i, mengatakan bahwa Islam memandang antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai hamba Allah Subhanahu Wa ta'ala.

Dimana mereka memiliki kewajiban yang sama sebagai hamba Allah, misalnya melaksanakan aktivitas dakwah. Namun, ada memang kalanya syariat Islam dibebankan berbeda antara laki-laki dan perempuan. 
Seperti kewajiban bekerja, pemberian mahar, sebagai qawwam (pemimpin keluarga), adalah kewajiban yang dibebankan kepada laki-laki.
Adapun perempuan, memiliki kewajiban sebagai umun wa rabatul bait, mendidik anak-anaknya, serta mengurus rumah tangga.
maka, sejatinya tidak ada konsep kesetaraan gender dalam Islam, karena baik laki-laki maupun perempuan memahami peran dan tugas masing-masing.

Islam telah menetapkan kehidupan rumah tangga adalah kehidupan persahabatan. Seorang suami diperintahkan bergaul dengan makruf (baik) dengan istrinya. Kepemimpinan dalam rumah tangga berada di tangan suami. Islam juga telah memerintahkan para suami menggunakan berbagai sarana yang bisa mengurangi sikap keras istrinya karena nusyuz mereka. Namun jika tetap terjadi perselisihan yang tidak mungkin diselesaikan, Islam memberi solusi perceraian. 

Penerapan hukum Islam dalam keluarga, tidak bisa hanya dilaksanakan oleh individu-individu keluarga muslim. Melainkan, juga butuh kontrol masyarakat dan adanya peran dari negara. Peran masyarakat akan terwujud dengan mendakwahkan Islam kepada keluarga-keluarga muslim yang ada di sekitar kita, sehingga mereka paham dan mau menjalankan aturan tersebut. 
Semisal, terjadi pertengkaran antara sepasang suami isteri, masyarakat yang hidup di sekeliling keduanya, bisa menasehati mereka agar menjadikan Islam sebagai acuan untuk menyelesaikan semua problem rumah tangga.

Adapun peran negara, yaitu Daulah Khilafah adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam aturan keluarga. Sehingga akan terwujud masyarakat yang sejahtera, aman, damai, dan akan menciptakan lingkungan yang sangat kondusif bagi terwujudnya keluarga-keluarga muslim yang taat terhadap syariat.

Jika terjadi pelanggaran syariat Islam, seperti tindakan kekerasan suami yang mengancam keselamatan nyawa, maka Khilafah akan menerapkan sanksi jinayah kepada para pelaku yaitu berupa qishash. Efek hukuman ini adalah jawabir (penebus dosa bagi pelaku), dan zawajir (pencegah di tengah-tengah masyarakat). Negara juga wajib mewujudkan perekonomian yang menjamin kesejahteraan keluarga. Dengan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas sehingga tidak ada satupun laki-laki yang nganggur (tidak bekerja).

Selain itu, Khilafah juga wajib menjamin kebutuhan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara mutlak sehingga semua masyarakat dapat menjangkau layanan tersebut secara gratis dan berkualitas. Demikianlah, cara Khilafah memberi solusi atas persoalan KDRT. Maka sudah seharusnya publik menjadikan Islam sebagai satu-satunya solusi dalam seluruh masalah umat manusia, bukan solusi kesetaraan gender, atau pun solusi lainnya.

Wallahu alam bish -sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak