Penulis : Bunda Wiwi
Saat ini pemerintah mengarahkan para pemudanya untuk mengambil Pendidikan vokasi. Berdasarkan hal inilah, pendidkan vokasi menjadi sebuah pilihan yang dapat diharapkan nantinya. Menjadi tumpuan harapan bagi alumninya, agar cepat mendapat pekerjaan yang diinginkan sesuai klasifikasinya.
Istilah Pendidikan vokasi ini sebelumnya sangat jarang dibicarakan di khalayak ramai. Masih terasa asing dan belum booming. Menurut Wikipedia Pendidikan vokasi adalah Pendidikan tinggi yang menunjang pada penguasaan keahlian terapan tertentu, meliputi program pendidikan Diploma yang setara dengan Pendidikan akademik.
Memasuki Pendidikan vokasi berarti didalamnya akan diberikan keterampilan teknis yang diperlukan pada bidang pekerjaan tertentu. Pendidikan vokasi terdapat pada jenjang sekolah yaitu Sekolah Menengah Keguruan atau SMK. Penjurusannya sudah dimulai dari awal seperti elektro, mesin dan lain-lain. Siswa-siswanya sudah dibekali dengan Pendidikan teknis yang diperlukan sesuai dengan jurusannya. Sedangkan Pendidikan vokasi pada tingkat Pendidikan tinggi terdapat pada politeknik. Ada banyak perguruan tinggi yang membuka Pendidikan vokasi ini. Sebut saja misalnya di ITB, UI, UGM, UNPAD dan masih banyak yang lainnya.
Lamanya Pendidikan vokasi ini bermacam-macam ada Diploma (D1), Diploma 2 (D2), Diploma 3 (D3) dan Diploma 4 (D4). Dan untuk Diploma 4 ini memang lulusannya sama dengan tingkat sarjana atau S1
Memang benar dari pendidikan vokasi ini diperoleh berbagai macam keuntungan yaitu waktu belajar atau masa studinya lebih singkat, biaya lebih ringan. Lulusan diploma ini biasanya akan lebih siap masuk dunia kerja. Lulusannya tentunya sudah dipersiapkan skills dan mentalnya. Jadi sudah fokus pada peningkatan kemampuan siap kerja.
Berarti disini Pendidikan vokasi hanya untuk menghasilkan tenaga kerja teknis saja, bukan sebagai tenaga ahli yang tentunya imbalan penghasilannya akan lebih tinggi. Begitu pula dengan bonus-bunus lainnya.
Para tenaga kerja lulusan Pendidikan vokasi ini hanya dipersiapkan sebagai tenaga kerja saja,atau sebagai sumber daya manusia pada perusahaan dengan gaji yang standar. Padahal pekerjaan nya berada di garda terdepan, karena mereka bekerja sebagai tenaga teknis.
Memperoleh imbalan gaji yang standar, pada kenyataannya tidaklah membuat hidupnya tercukupi segalanya. Menjadi sejahtera berarti sehat secara fisik dan mental. Hidup Bahagia dalam pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Untuk hidup sejahtera tentunya tidak hanya dipengaruhi oleh gaji saja juga faktor yang lainnya seperti tugas atau pekerjaan yang dilakukannya, promosi jenjang karir, lingkungan yang baik, fasilitas yang memadai seperti layanan Kesehatan dan pendidikan, rekan kerja yang nyaman, keadilan dalam pengajian dan banyak foktor lain-lainnya.
Saat ini beban biaya hidup sangatlah tinggi, setelah tertimpa pandemi, dan terakhir naiknya BBM yang tidak bisa dikompromikan oleh pemerintah menyebabkan naik semua biaya kehidupan . Layanan Kesehatan yang mahal, serta biaya Pendidikan yang tinggi. Hidup sejahtera hanyalah merupakan angan-angan belaka. Sebuah halusinasi yang sangat sulit terjangkau.
Pemerintah mengiming-imingi akan menaikan Upah Minimun Propinsi(UMP) hanya sebuah janji yang tidak pasti. Walaupun Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah memberi sinyal positif soal UMP 2023. “Ada beberapa (persen kenaikannya),” kata Ida dalam acara Festifal Pelatihan Vokasi , Jakarta Convention Center (JCC), Jakata Pusat , Minggu 30/10 (CNNIndonesia.com).
Dikatakannya juga bahwa kenaikan UMP 2023, prosentasinya sesuai dengan inflasi , dan paling lambat akan diumumkan tanggal 21 November 2023, serta akan direalisasikan mulai 1 Januari 2023. Mudah-mudahan ini bukan hanya janji belaka. Dalam sistem kapitalisme, biasanya para pemilik modal memiliki sandar pengupahan yang tidak rasional. Upah yang rendah bahkan sangat rendah akankah mampu membuat sejahtera untuk para sumber daya manusianya ini?
Para pemilik modal tidak mau memberikan upah yang memadai, prinsif ekonomi mereka pegang teguh, dengan modal sekecil-kecilnya diharapkan akan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Ditambah lagi dengan kondisi ekonomi saat ini dalam ancaman resesi. Hal ini akan memacu Pemutusan Hubungan Kerja. PHK tentu menjadi senjata para pemilik modal. Para lulusan pedidikan vokasi pasti terkena dampaknya. Seperti yang sudah terjadi pada perusahaan Philips, gara-gara penjualan anjlok, melakukan PHK 4.000 pekerjanya (Kumparanbisnis.com, 24/10/2022).
Dalam sistem kapitalis saat ini negara tidak dapat berperan banyak dalam permasalahan ini. Dikarenakan pengaruh aseng dan asing yang begitu kuatnya, sehingga para penentu kebijakan itu tidak dapat berbuat banyak. Mereka tunduk dan patuh pada para pemilik modal.
Sangat berbanding terbalik dengan sistem Islam. Negara dalam sistem Islam akan mampu mensejahterahkan rakyatnya. Karena landasan yang digunakan untuk mengurusi rakyatnya atas dasar ketakwaan kepada Allah SWT. Maka akan melahirkan para pemimpin yang amanah yang senantiasa berupaya untuk mementingkan pelayanan sebaik-baiknya, hingga kesejahteraan dapat dirasakan oleh rakyatnya.
Negara dalam sistem Islam akan menyediakan Pendidikan yang layak dan bisa di nikmati oleh setiap warga negaranya. Tidak hanya keahlian yang akan didapati, bahkan lulusannya pun akan menjadi pribadi-pribadi yang memiliki pola fikir dan pola sikap yang Islami.
Selain itu pengaturan ekonominya pun tentu berdasarkan atas syariat Islam yang berasal dari sang pembuat hukum Allah SWT. Segala macam kegiatan ekonominya didasarkan atas Al Quran maupun Hadis. Sistem ekonomi Islam ini diterapkan agar semua umat Islam terhindar dari aktivitas perekonomian yang dilarang dalam aturan Islam, yang akan membawa kemadaratan bagi umat.
Wallahua’alam bi shawab
Tags
kolom opini