*Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Kereta Cepat Jakarta-Bandung akhirnya meluncur mulus disaksikan Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping, Rabu (16/11/2022). Namun dalam penyelesaiannya masih meninggalkan sejumlah kendala.
Seperti pembengkakan biaya atau cost overrun, yang saat ini masih menunggu suntikan dana dari pemerintah cair. Yaitu, berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3,2 triliun.
"Kalau PMN diberikan maksimal di Desember kami bisa yakinkan tidak ada penambahan cost overrun lagi. Dan proyek akan selesai pada pertengahan tahun 2023," kata Dirut PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo di hadapan Komisi VI DPR RI, Rabu lalu (9/11/2022).
Sejumlah pembangunan infrastruktur transportasi dalam negeri kini menjadi sorotan, proyek kereta api cepat Jakarta-Bandung terancam mandeg karena pembengkakan dana. Selain itu proyek ini juga memiliki sederet masalah diantaranya menggunakan dana APBN, padahal sebelumnya proyek ini tidak memakai dana APBN. Sekalipun telah diresmikam, namun operasi kereta api cepat ini mundur diperkirakan baru rampung pada tahun 2023 nanti. Bahkan Indonesia diminta untuk ikut menanggung dana. Meski banyak kendala yang diprediksi merugikan, tetapi proyek ini tetap dijalankan karena merupakan proyek strategis nasional.
Pembangunan proyek semacam ini sebenarnya mengancam kedaulatan negara terkait dengan status kepemilikannya. Sudah menjadi tabiat pembangunan infrastruktur dalam sistem kapitalisme, selalu melibatkan swasta dengan skema investasi dan utang bunga. Jika tidak pun pasti akan disertai dengan berbagai syarat yang mengikat dan akan mengancam kedaulatan negara. Dalam konsep kapitalisme, tidak ada istilah makan siang yang gratis. Kapitalisme memberikan ruang lebar bagi swasta untuk menjadi penguasa dan pengendali kepentingan publik termasuk dalam hal infrastruktur.
Sehingga pembangunan infrastruktur transportasi bukan 100% di bawah kendali negara, namun masih campur tangan pihak swasta. Secara kedaulatan, negara akan dalam bahaya jika kepemilikan aset strategis juga dikuasai oleh asing, seperti persoalan bandara Kertajati atau pun Kualanamu yang terhalangi manfaatnya karena berbagai persoalan yang menjerat pembangunan tersebut.
Selain mengancam kedaulatan, skema investasi dan utang kapitalisme yang berbunga secara qath'i hukumnya haram.
Islam mengharamkan bunga baik pelakunya individu atau pun negara karena termasuk riba.
Ketika riba masuk dalam perekonomian maka akan merusak sistem ekonomi, dan menjadi celah bagi asing untuk mencengkram negeri kaum muslimin. Karena mereka bisa menempatkan bonekanya menjadi penguasa di negeri kaum muslimin meski penguasa itu orang yang paling dungu sekalipun.
Sejatinya, program-program pembangunan infrastruktur dalam kapitalisme lebih berorientasi bisnis, bukan pada fungsi pelayanan publik. Maka rakyat tidak akan bisa menikmati layanan infrastruktur tersebut secara murah, mudah, bahkan nyaman.
Andaikan pun mau menikmatinya juga harus berbayar. Infrastruktur kapitalisme merupakan ladang komersil, sehingga keberadaannya bisa diperjualbelikan bahkan diprivatisasi oleh swasta.
Sangat berbeda dengan cara pandang infrastruktur transportasi dalam sistem Khilafah. Orientasi pembangunan infrastruktur transportasi dalam Islam adalah untuk pelayanan publik.
Syekh Abdul Qadim Zallum dalam buku "Sistem Keuangan Negara Khilafah" menjelaskan bahwa sarana transportasi umum, termasuk jenis infrastruktur milik negara yang disebut dengan marafik. Marafik ammah ialah seluruh sarana umum yang disediakan negara agar dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Sarana ini dibuat oleh negara, selama sarana tersebut bermanfaat dan dapat membantu bagi masyarakat di daerah pedesaan maupun propinsi.
Sehingga Khilafah menjadi tanggung jawab utama dan pertama dalam pembangunan transportasi.
Seperti pesawat terbang, kereta api, kapal laut, dan sebagainya jika dilihatnya terdapat maslahat bagi kaum muslim, dan sangat mendesak membantu mereka serta memudahkan mereka untuk bepergian.
Adapun pembiayaan infrastruktur dalam Khilafah, bukan berasal dari utang dan investasi berbunga seperti dalam sistem kapitalisme saat ini. Untuk pembangunan ini Khilafah bisa mengambil dana dari pos kepemilikan negara atau pun pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan negara berasal dari usyur, kharaj, fai, dan jizyah. Sementara pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan sumber daya alam oleh negara secara mandiri. Model pembiayaan seperti ini, akan menjamin kedaulatan negera sehingga tidak perlu tunduk pada asing atau pun swasta.
Salah satu contoh penerapan konsep pembangunan dalam Khilafah, terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Ketika wilayah kerja ekonomi Khilafah semakin luas, Khalifah Umar mendirikan semacam wilayah perdagangan yang besar di kota Barzah, yakni gerbang untuk perdagangan dengan Romawi dan Kufah sebagai pintu masuk perdagangan dengan Persia. Beliau juga membangun kanal dari Fustat ke Laut Merah. Sehingga orang yang membawa gandum ke Mesir tidak perlu lagi memakai unta. Karena saat itu mereka dapat langsung menyebrang sungai Sinai ke laut merah.
Pembangunan ini manfaatnya secara langsung bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai bentuk layanan publik.
Bentuk-bentuk penerimaan yang diterima oleh negara juga dikembalikan menjadi manfaat lainnya bagi publik. Khalifah Umar misalnya, meminta Amr bin Ash menggunakan pemasukan dana Mesir untuk membangun jembatan, terusan, dan jaringan suplai air, hingga fasilitas-fasilitas yang bertebaran di jalan-jalan untuk memenuhi kebutuhan para musafir.
Karenanya, pada masa beliau juga didapati pos semacam rumah singgah yang disebut Dar-ad-Daqiq. Rumah ini digunakan sebagai tempat penyimpanan kurma, anggur, dan berbagai bahan makanan lainnya yang diperuntukan bagi Ibnu Sabil yang kehabisan bekal dan tamu asing. Inilah mekanisme pembangunan transportasi dalam Khilafah, sehingga masyarakat bisa mengaksesnya dengan murah bahkan gratis.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini