Presidensi G20, Benarkah Membawa Manfaat untuk Rakyat Indonesia ?



Oleh : Anis Nofitasari



Beberapa waktu lalu, para petinggi dari berbagai macam negara menghadiri konferensi yang membahas tentang pemulihan ekonomi tingkat internasional. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Nusa Dua, Bali, pada 12 November 2022 kemarin, dengan menteri keuangan Sri Mulyani memimpin pertemuan menteri keuangan dan menteri kesehatan negara-negara G20.

Dilansir dari JawaPos.com, Rangkaian acara utama G20 dimulai pada 13 November 2022, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan seluruh kesiapan KTT sudah 100 persen. Dengan mengusung prinsip inklusivitas, KTT G20 di bawah kepimpinan Indonesia sebagai tuan rumah tahun ini akan melibatkan 17 kepala negara/pemerintahan dan 3.443 delegasi.
Menyoal berbagai kekhawatiran puncak acara KTT G20 tidak mencapai Komunike dari para kepala negara, Luhut tak ambil pusing. Menurut dia, mencapai Komunike atau tidak, yang jelas G20 di bawah kepemimpinan Indonesia sudah menghasilkan banyak kesepakatan di berbagai bidang. Juga memberikan dampak ekonomi yang sangat besar bagi RI.

"Kalau tidak mencapai leaders comminique, ya sudah nggak apa-apa. Banyak hal yang sudah kami hasilkan, berbagai macam, dan bahkan kalau dihitung dari sisi ekonomi sudah mencapai miliaran dolar AS," jelas ketua bidang Dukungan Penyelengaraan Acara G20 itu.

Dia menambahkan, banyak negara yang ingin bekerja sama dengan RI. Hal itu terlihat dengan banyaknya permintaan pertemuan dengan Presiden Jokowi. Dari sisi ekonomi, menurut Luhut, dampak multiplier effect kontribusi G20 mencapai USD 533 juta atau sekitar Rp. 7,5 Triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2022. Sebagian besar akan berputar di Bali. Indonesia sebagai negara yang besar diyakini menjadi kekuatan baru dan harapan baru dengan dipegangnya Presidensi G20 tahun ini.

Pada 13-14 November 2022, konferensi forum B-20 resmi dimulai. Bussiness 20 atau disingkat B20 adalah forum bisnis global dalam agenda G20. Hasil dalam diskusi B20 akan mendorong negara-negara anggota G20 agar terus berkolaborasi secara simultan. Tidak berhenti pada Presidensi G20. Rekomendasi itu lantas disampaikan kepada Presidensi G20. B20 2022 dihelat Kamar Dagang Indonesia (Kadin) atas perintah Pemerintah RI selaku tuan rumah G20 tahun ini.

Dari pelaksanaan konferensi yang ada, ditambah Indonesia menjadi tuan rumah dan pemimpinnya, secara kasat mata memang patut untuk sedikit berbangga.Namun, persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tingginya kemiskinan, kerawanan/konflik sosial, tinginya tingkat kejahatan, kesenjangan sosial, dan masih banyak lagi fakta yang mampu membuat kita mengelus dada. Keberadaan Indonesia sebagai Presidensi G20 nyaris seperti EO yang melayani kepentingan negara besar.

Kalaulah diklaim mendapatkan keuntungan ekonomi, apakah benar keuntungan itu dirasakan oleh rakyat secara luas, dan bukan hanya sesaat saja ? Karena faktanya Indonesia hanyalah menjadi pasar bagi negara maju. Angka penduduk yang tinggi ditambah besarnya daya beli masyarakat menjadi lirikan manis bagi para pemilik cuan yang memiliki modal besar. Meraup keuntungan dengan menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasarnya. Tanpa pertimbangan yang jauh dan matang hal itu mendapat anggukan dari para petingginya dengan iming-iming keuntungan yang akan didapat.

Namun hal itu bukanlah hal yang tabu di sistem ekonomi kapitalisme saat ini, keuntungan adalah tujuan tertinggi yang harus didapat, baik dengan efek baik atau buruk yang dihasilkan, hal itu tidak menjadikan parameter yang harus dipertimbangkan. Selagi mampu menambah pemasukan, entah banyak yang dirugikan atau tidak, tidak menjadikan beban untuk memundurkan keputusan. Azasnya adalah manfaat. Semakin besar keuntungan, akan semakin besar upaya untuk mendapatkan.

Ditambah lagi dengan sistem demokrasi yang menjadikan suara terbanyak sebagai palu pengambil keputusan tertinggi. Menafikkan bagaimana kacamata Islam dalam memandang. Maka hal itu sangat mempermulus jalannya hubungan bilateral ataupun multilateral tanpa ada benteng penghalang.

Berbeda jika sistem Islam yang dijadikan dasar patokan dalam mengambil keputusan, maka keputusan apapun akan benar-benar dipertimbangkan agar tidak ada yang mengalami kerugian. Mulai dari bagaimana bekerja sama-nya, bagaimana pelaksanaanya dan bagaimana hasilnya, diharapkan mampu mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia. Tidak ada yang dirugikan. Dan tentunya puncak tertinggi yang harus dicapai adalah mendapat keridhaan Ilahi.

Sudah saatnya negara berganti haluan, dari sistem yang fasad menuju sistem yang benar. Dari sistem yang banyak menghadirkan kemudharatan menuju sistem yang menghadirkan kemaslahatan, yakni Dinnul Islam. Islam mengatur kehidupan manusia dari seluruh sendi kehidupan. Mulai dari politik, ekonomi, sosial, dan budaya, serta yang lainnya sudah diatur dengan sedemikian rupa. Bukan hanya keuntungannya yang hendak didapat. Namun kemaslahatan bagi umat.
Wallahu a'lam bisshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak