Oleh : Ummu Hadyan
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan jika pada puncak KTT G20 tidak menghasilkan komunike atau Leaders Communique, tidak menjadi masalah.
Pasalnya, menurut Luhut situasi dunia saat ini sangat kompleks sehingga bisa jadi komunike G20 tidak tercapai.
"Kalau lihat jujur belum pernah G20 ada di situasi dunia sekompleks ini. Jadi kalau nanti tidak melahirkan Leaders Communique ya tidak apa-apa," kata Luhut dalam konferensi pers Siap KTT G20, Sabtu (12/11/2022).
Menurutnya ada 361 titik yang dihasilkan dan miliaran dolar sumbangsihnya pada perekonomian, kemudian kesehatan hingga dekarbonisasi.
"Banyak area lain yang tidak di-cover. Leaders communique penting, tapi lebih penting lagi hasil kongkrit dari pertemuan negara-negara ini," ujarnya.
(cnbcindonesia.com 12/11/2022)
Perlu dipahami bahwa persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah masih tingginya kemiskinan, pengangguran, kesenjangan sosial, kerawanan konflik sosial dan masih banyak persoalan lainnya.
Keberadaan Indonesia di Presiden G-20 nyaris seperti EO yang melayani kepentingan negara besar. Pasalnya meskipun negara mengklaim mendapatkan keuntungan ekonomi dari KTT G-20 tahun ini, namun apakah benar keuntungan itu dirasakan oleh masyarakat secara luas dan bukan hanya sesaat saja?.
Faktanya Indonesia hanyalah menjadi pasar bagi negara maju. Sebagaimana diketahui bahwa dalam Kapitalisme dunia ini terbagi menjadi negara produsen dan negara konsumen. Negara produsen adalah tempat asal pemilik korporasi global yang bebas mengatur produksi diseluruh dunia sesuai dengan kepentingan ekonominya.
Mengacu pada negara negara yang tergabung dalam G-20, maka yang negara produsen yang dimaksud tentulah negara adidaya dunia Amerika Serikat beserta negara maju lainnya seperti Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Inggris, Australia, Uni Eropa, China dan sebagainya. Sedangkan dipihak lain terdapat negara yang posisinya sebagai konsumen seperti Indonesia, Argentina, Meksiko, Arab Saudi dan lain lain.
Negara negara produsen membutuhkan pasar potensial bagi hasil produk barang dan jasa mereka. Karna itu mereka mengumpulkan negara negara konsumen bersama kelompok negara negara produsen untuk memastikan agar proses produksi dan jual beli berjalan secara konsisten bahkan meningkat pesat.
Bila menilik latar belakang pembentukan forum ini, tidak akan jauh dari tujuan penjajahan yang melekat erat dengan ideologi Kapitalisme.
Negeri ini memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa, yang sangat menguntungkan produsen untuk kebutuhan bahan baku industri sekaligus pasokan energinya. Indonesia memiliki tempat untuk proses produksi yang jelas menjadi pertimbangan efesiensi bagi para Kapitalis.
Mengingat posisi Indonesia hanyalah menjadi sasaran dan tujuan hegemoni negara produsen dalam G-20, segenap potensi Indonesia hanya menjadi bancakan Amerika Serikat dan kroni kroninya demi mempertahankan nanfaat politik dan ekonomi yang selama ini mereka nikmati.
Wajar saja banyak negara yang tertarik membangun kerjasama dengan Indonesia sebagaimana dinyatakan oleh Luhut. Oleh karna itu semua mekanisme yang mengikat dalam forum internasional baik G-20 ataupun yang lainnya, hanyalah proyek penjajahan ekonomi.
Forum G-20 jelas mengacu pada sistem ekonomi Kapitalisme yang justru telah terbukti telah memporak porandakan ekonomi dunia dan memperluas penjajahan di negeri negeri Islam. Sistem ini hanya menghasilkan krisis yang terus menerus berulang secara siklik dan periodik.
Karna itulah kaum muslimin harus menyadari pentingnya kemandirian politik sehingga mampu menentukan sikap dan masa depan nya sendiri tanpa harus ada dalam setiran Kapitalisme global.
Hanya arah pandang terhadap politik Islam dibawah Ideologi Islam yang dapat menjadi metode kebangkitan kaum muslimin saat ini. Inilah satu satunya manifestasi yang layak menuju kepemimpinan dunia yang hakiki.
Sistem ekonomi Islam berbasis pada sistem keuangan non riba, apabila riba hilang dalam perekonomian dunia akan menjadi seperti peradaban Islam dalam khilafah Islamiyah yang pertama. Yakni berhasil mewujudkan sistem ekonomi yang melejitkan produktifitas.
Kebijakan sistem fiskal Khilafah dalam bentuk pemberlakuan sistem Baitul Maal terbukti melejitkan sistem penerimaan negara bahkan tanpa harus mengenakan pajak kepada rakyatnya.
Begitu juga dalam sistem moneter didalam Islam yakni emas dan perak telah berhasil mewujudkan stabilitas moneter dunia. Sistem ekonomi Islam akan menghasilkan stabilitas ekonomi yang terus menerus hingga menciptakan kesejahteraan yang merata atas seluruh rakyat.
Hubungan dagang dengan luar negeri pun terkontrol dalam mekanisme yang menjamin kemandirian dan keamanan negara.
Bila demikian solusinya Indonesia dan negeri muslim lainnya akan terbebas dari penjajahan negara produsen. Tak ada lagi forum forum internasional yang harus diikuti demi kepentingan negara besar.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
Opini