PHK Masal Raksasa Digital, Kok Bisa ?




*Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)


Menuju akhir tahun 2022, masih banyak perusahaan yang memangkas jumlah karyawannya. Pemutusan Hubungan Kerjak (PHK) juga terjadi pada sejumlah startup besar.
Shopee dilaporkan kembali melakukan PHK untuk ketiga kalinya. Laporan media dan unggahan para pegawai di media sosial, keputusan itu dilakukan pada Senin (14/11/2022).

PHK gelombang ketiga hanya berselang dua bulan setelah Shopee juga merumahkan ratusan pegawainya September lalu. Induk Shopee, Sea juga dilaporkan telah merumahkan 7.000 orang atau 10% dari total pegawainya di seluruh dunia selama 6 bulan terakhir.

Selain PHK, Shopee diketahui juga menutup dan membatalkan ekspansi di sejumlah negara. Termasuk di antaranya adalah Spanyol, Perancis, dan India.
Goto juga memutuskan merumahkan 1.300 orang atau 12% dari total karyawannya. CEO Andre Soelistyo mengatakan keputusan ini tidak mempengaruhi layanan pada konsumen dan komitmen pada mitra pengemudi, merchants dan seller.

Andre menjelaskan keputusan itu dilakukan manajemen karena adanya tantangan makro ekonomi global. Di mana masalah tersebut juga berdampak signifikan untuk pelaku usaha di seluruh dunia.
Hal itu membuat perusahaan mengakselerasi upaya menjadikan bisnis secara finansial mampu mandiri dan tumbuh secara sustainable dalam jangka panjang. Caranya dengan berfokus pada layanan inti, yakni on-demand, e-commerce serta financial technology.

Di sisi lain, Ruangguru juga menempuh keputusan serupa dengan melepas ratusan pegawainya. Pengumuman PHK dilakukan pada Jumat (18/11/2022). Perusahaan beralasan PHK dilakukan akibat kondisi pasar global.
PHK massal tersebut sudah terdengar sejak Jumat pagi. Sejumlah sumber CNBC Indonesia mengatakan karyawan menerima email pemberitahuan tentang PHK.

Penyebab dari fenomena kebangkrutan startup ini adalah pendanaan yang sulit. Hal itu terjadi karena Startup bergantung sepenuhnya pada pendanaan pihak luar melalui fundraising, private placement, sampai pinjaman, dan investasi. Sebagai imbal baliknya, investor mendapatkan saham dari perusahaan startup tersebut. Setelah mendapat dana dari investor, startup mengembangkan perusahaan secara instan tanpa melalui proses yang organik dan merekrut karyawan dalam jumlah besar. Inilah saat-saat booming startup. Mereka rela jor-joran mengembangkan modal demi menggaet pengguna.

Sayangnya, di tengah euforia itu tiba-tiba terjadi situasi tak terduga. Adanya gelombang pandemi menerjang perekonomian hingga terjadi resesi yang kemudian menyebabkan turunnya harga saham. Perubahan perilaku investor ini mempengaruhi keberlanjutan perusahaan startup dan berujung pada kebangkrutan.

Fenomena merugikan ini pun menjadi hal yang wajar dan akan terus menerus terjadi di sistem kapitalisme dengan penerapan ekonomi nonriilnya. Dalam sektor ekonomi non-riil, uang yang tadinya hanya sebagai alat tukar menjadi komoditas yang diperdagangkan. Sektor non-riil ini dikembangkan oleh negara-negara kapitalis untuk melakukan investasi secara tidak langsung, yaitu melalui pasar modal dengan membeli saham-saham yang ada di pasar modal.

Keuntungan ekonomi tidak diperoleh dari kegiatan investasi produksi barang dan jasa. Keuntungan itu diperoleh melalui investasi spekulatif dalam sektor non-riil. Termasuk juga bunga yang diberikan bank. Uang banyak diputar di sektor non-riil namun mengambil keuntungan di sektor riil dengan menarik bunga. Para pelaku usaha sektor riil yang mengambil pinjaman di perbankan menjadi sasaran untuk “diambil” keuntungannya “dibagikan” kepada sektor non-riil sebagai profit share para nasabah penabung. 

Jelas dengan semua fakta kerusakan dan kerugian yang terjadi seharusnya membuat kita tersadar akan kecacatan sistem kapitalisme. Sistem ekonomi yang aturan-aturannya berakibat menciptakan masalah baru dan tidak mampu mensejahterakan manusia. Lantas, mengapa sistem ini masih diadopsi secara luas dan dipertahankan oleh negara-negara dunia?

Padahal bagi kaum muslim yang sadar, Allah Swt telah merunkan kepada manusia suatu petunjuk yang jelas serta menyangkut seluruh pengaturan kehidupan kita, termasuk untuk mengatur ekonomi. Itulah sistem Islam, yang juga meliputi sistem ekonomi Islam sudah seharusnya diterapkan dalam kehidupan. Namun fakta menunjukan sebaliknya, negeri-negeri muslim tetap mempertahankan sistem ekomomi kapitalis yang senantiasa menjadikan kita berada dalam masalah. Terus-menerus menjadi pasar empuk sekaligus konsumen produk-produk asing yang menjadikan kita negara pengekor jauh dari kata kedaulatan dan kemandirian.

Sementara sistem Islam dalam hal pengaturan ekonomi, hanya bertumpu pada sektor riil, seperti pertanian, pertambangan, perdagangan, dan jasa. Negara maupun swasta haram mengembangkan sektor ekonomi non-riil. Bisnis Islam harus selalu memperhatikan syariat-syariat muamalah tanpa kecuali. Sehingga otomatis riba, saham, pasar modal, fiat money dan crypto currency akan ditinggalkan sama sekali. Dengan pengaturan ini fenomena bubble burst tidak akan mungkin terjadi.

Islam memberikan aturan pengelolaan sumber daya alam sebagai kepemilikan umum untuk pembangunan negara dan mencukupi seluruh kebutuhan rakyat baik kebutuhan pokok maupun kolektif. Negara wajib meriayah rakyat dengan amanah karena konsekuensi iman dan kesadarannya akan pertanggungjawaban di akhirat kelak, termasuk kewajiban dalam penyediaan lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyatnya.
"Dan sekali-kali Allah tidak memberi jalan bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman",(Qs.An-Nisa : 141).

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak