Oleh : Ummu Aqeela
Isu moderasi beragama terus mencuat. Hal ini tentu harus diwaspadai. Pasalnya, moderasi beragama sangat kental dengan misi orientalis yang berupaya membuat Islam yang dinilai radikal seolah menjadi jinak, tetapi lambat laun pemikiran itu justru dapat merusak. Bagaimana tidak, moderasi agama yang dikampanyekan menjadi sarana perekat bangsa, pada praktiknya justru hanya sibuk mengurusi satu agama saja; yaitu Islam. Agenda ini tidak main main, mendapat dukungan penuh dari kekuatan-kekuatan besar yang tidak bisa diremehkan. Sampai-sampai perhelatan akbar yang baru berjalanpun mentitik beratkan tentang pembahasan isu ini.
Forum Agama G20 atau Religius of Twenty (R20) menghasilkan komunike atau kesimpulan tujuh poin, yang garis besarnya memastikan agama berfungsi sebagai sumber solusi global. Di antara tujuh poin tersebut menyebutkan para pemimpin agama yang berasal dari negara anggota G20 dan negara lainnya di seluruh dunia, memiliki keprihatinan besar pada tantangan global, seperti degradasi lingkungan, bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia, kemiskinan, pengangguran, pengungsi, ekstremisme, dan terorisme.
Para tokoh agama dan sekte yang hadir pada forum R20 juga berupaya mendorong saling pengertian, budaya damai, dan hidup berdampingan dengan harmonis di tengah keragaman masyarakat, agama, dan bangsa di dunia. Untuk mencapai tujuan itu, R20 memobilisasi para pemimpin agama, sosial, ekonomi, dan politik dari seluruh dunia untuk memastikan bahwa agama berfungsi sebagai sumber solusi yang hakiki dan dinamis, bukan sebagai sumber masalah. (Idntimes.com, 04 Novemver 2022)
Jika ditarik benang merah antara misi kesepakatan yang dibuat, sangat menunjukkan ajaran Islamlah yang dianggap radikal. Padahal makna radikal yang mereka maksud, sama sekali tidak terbukti ada dalam tubuh Islam.
Di sini sangat jelas bahwa moderat yang dimaksud pada program moderasi beragama yang sudah mengglobal ini, bukanlah moderat yang dipahami kaum Muslim. Melainkan program rancangan Barat yang diarahkan untuk menerima nilai-nilai Barat dan tidak menentang Barat dalam segala aspek. Dengan ini, akhirnya siapa pun yang menolak misi moderasi beragama, akan dicap radikal. Bahkan, ini berarti umat Islam akan terus menjadi objek sasaran misi Barat. Dan yang sangat disayangkan, agenda besar inipun didukung secara terang-terang oleh sebagian besar kamu muslimin itu sendiri.
Awalnya, semua memahami istilah moderasi beragama sebagai sikap mengurangi kekerasan atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama. Sikap tersebut diakui sebagai perwujudan Surat Al-Baqarah ayat 143 ;
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.
Namun dalam prakteknya moderasi beragama yang mereka gaungkan hanyalah sebagai perwujudan Islam Wasathiyyah, akal-akalan musuh Islam agar terkesan bisa dibenarkan. Mereka menjadikan ayat Al-Qur’an sebagai alat, dan membelokkan dari makna sebenarnya. Sikap mengambil jalan tengah dalam konteks beragama, justru menyamarkan kebenaran itu sendiri. Sikap ekstrem yang dialamatkan kepada Islam, sebetulnya hanya label agar umat Islam lupa terhadap batas-batas toleransi dan langsung menerima jalan alternatif atas kebenaran yang standarnya dibuat manusia, untuk diterapkan pada lingkup beragama.
Mengelola situasi keagamaan yang beragam, Islam tak butuh moderasi. Sebab berabad lamanya Islam telah miliki solusi yang terbukti efektif untuk bisa hidup berdampingan dengan penganut agama yang berbeda. Kita hanya butuh memahami batas-batas tolerasi, menjalankan kewajiban antarsesama manusia, dan memastikan hak masing-masing terjaga. Tidak ada kekerasan, tidak pula saling meleburkan, karena kira punya pegangan; lakum dînukum waliyadîn (bagimu agamamu, bagiku agamaku, dalam Surat al-Kafirun:6).
Disadari atau tidak, sebenarnya moderasi Islam adalah wajah lain dari liberalisasi Islam agar kaum Muslimin tidak terikat syariat Islam secara kaffah. Untuk itu sebagai umat Islam yang beriman kepada Allah, marilah kita pahamkan anak-anak dan keluarga kita dengan akidah Islam yang kokoh. Memahami syariat Islam yang murni dan tidak kompromi dengan nilai-nilai yang berasal dari asing. Kita bentengi diri kita dan generasi Islam dengan tsaqafah Islam dan membuang jauh-jauh racun moderasi yang disebarkan.
Wallahu’alam bishowab