Oleh : Ummu Hadyan
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta kementerian/lembaga untuk menghabiskan sisa anggaran belanja APBN yang jumlahnya masih sekitar Rp1.200 triliun sampai akhir tahun ini.
Tercatat, hingga akhir September 2022 belanja negara sudah terealisasi Rp1.913,9 triliun atau baru terserap 61,6 persen dari target Rp3.106,4 triliun. Artinya, masih ada sisa belanja Rp1.000 triliun lebih yang harus dihabiskan dari Oktober-Desember 2022.
Di sisi lain, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu menyebutkan meski belanja harus dihabiskan, bukan berarti jor-joran untuk kegiatan yang tidak berkualitas.
Sebab, jika ingin mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, maka belanja yang dilakukan harus berkualitas. Artinya, belanja tidak harus habis, tapi realisasinya tinggi.(cnnindonesia.com 28/10/2022)
Sudahkah Sesuai Kebutuhan?
Serapan anggaran yang baru sebesar 61,6 % pada bulan september lalu, menunjukkan kinerja pemerintah yang tidak baik. Disisi lain juga menggambarkan ketidak jelasan arah pembangunan yang tidak berdasarkan kepada kebutuhan dan kemaslahatan umat.
Apalagi banyak layanan publik yang belum optimal, seperti layanan kesehatan dan pendidikan. Nahasnya, meski masih ada anggaran kesehatan dan pendidikan, akan tetapi angkanya hanya sedikit. Parahnya dalam kondisi seperti ini negara malah menganggarkan dana besar untuk pembangunan yang sebagian besar tidak urgen, seperti pembangunan kereta cepat. Demikian pula kebutuhan dana besar untuk anggaran beberapa bidang seperti dana riset dan hankam, faktanya justru kurang atau bahkan dikurangi.
Sementara itu selalu dinarasikan ditengah masyarakat bahwa ada defisit anggaran sehingga subsidi harus dikurangi bahkan dihapuskan dan pajak harus ditingkatkan. Namun kenyataannya dana APBN tidak terserap dan bersisa. Sementara rakyat masih jauh dari kesejahteraan.
Sungguh nyata kerusakan sistem anggaran ekonomi Kapitalisme. Tak ayal dikatakan bahwa APBN dalam sistem Kapitalisme tidak pro rakyat, tapi justru pro terhadap Kapitalis. Selama sistem ini diterapkan maka rakyat jangan berharap banyak untuk bisa mendapat perhatian dari pemerintah secara umum.
Sistem Anggaran Dalam Islam
Berbeda dengan Islam, negara dalam Islam atau Khilafah, memiliki mekanisme pengelolaan anggaran negara berdasarkan hukum syariat. Khalifah memiliki hak tabbani dalam menyusun APBN negara. APBN yang telah disusun kepala negara atau Khalifah dengan sendiri nya akan menjadi undang undang yang harus dijalankan seluruh aparatur pemerintahan.
Adapun mengenai pos pos anggaran, negara Khilafah memiliki institusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya untuk kaum muslimin yang berhak menerimanya yakni Baitul Mal.
Baitul Mal terdiri dari dua bagian pokok, bagian pertama, berkaitan dengan harta yang masuk kedalam Baitul Mal dan seluruh jenis harta yang menjadi sumber pemasukannya. Bagian kedua, berkaitan dengan harta yang dibelanjakan dan seluruh jenis harta yang harus dibelanjakan.
Didalam Baitul Mal terdapat pos pos yang sesuai dengan jenis hartanya, Pertama, Pos Fa'i dan Kharaj, yang meliputi ghanimah, anfal, fa'i, khumus, kharaj, status tanah, jizyah dan dharibah atau pajak.
Kedua, Pos Kepemilikan Umum seperti minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan serta aset aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus. Bagian harta kepemilikan umum dibuat khusus agar tidak bercampur dengan harta lainnya.
Ketiga, Pos Sedekah yang disusun berdasarkan jenis harta zakat, yaitu zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah buahan, zakat unta, sapi dan kambing. Untuk pos zakat juga dibuatkan tempat khusus agar tidak tercampur dengan harta lainnya.
Untuk pemasukan negara, Khilafah memiliki berbagai jenis harta yang bisa dikelola untuk membelanjakannya sesuai koridor syariat. Bagian pembelanjaan ini dilakukan Baitul Mal.
Didalam kitab An Nidzham Al Iqtishady Fil Islam karya Syaikh Taqiyyuddin An Nabhani dituliskan bahwa pengeluaran atau penggunaan harta Baitul Mal ditetapkan berdasarkan 6 kaidah. Kaidah tersebut didasarkan pada kategori tatacara pengelolaan.
Pertama, harta yang mempunyai kas khusus dalam Baitul Mal yaitu harta zakat. Harta tersebut adalah hak 8 golongan penerima zakat yang disebutkan dalam Al Qur'an.
Kedua, harta yang diberikan Baitul Mal untuk menanggulangi terjadinya kekurangan serta untuk melaksanakan kewajiban jihad, misalnya nafkah untuk para fakir miskin serta untuk keperluan jihad. Penafkahan nya tidak didasarkan pada ada tidaknya harta tersebut di Baitul Mal, tapi bersifat tetap.
Ketiga, harta yang diberikan Baitul Mal untuk pengganti atau kompensasi yaitu harta yang menjadi hak orang orang yang telah berjasa seperti gaji tentara, pegawai negeri, hakim, tenaga edukatif dan sebagainya.
Keempat, harta yang bukan sebagai pengganti atau kompensasi namun dibutuhkan untuk kemaslahatan dan kemanfaatan secara umum. Ketiadaan nya akan menyebabkan mudharat pada umat, misalnya sarana jalan, air, banguan masjid, sekolah, rumah sakit dan lain lain. Penafkahannya juga bersifat tetap, ada atau tidak ada anggaran di Baitul Mal.
Kelima, harta untuk kemaslahatan dan kemanfaatan yang bukan sebagai pengganti atau kompensasi dan juga tidak bersifat urgen, misalnya pembuatan jalan alternatif setelah ada jalan yang lain dan sebagainya.
Keenam, harta yang disalurkan Baitul Mal karna unsur kedaruratan seperti paceklik, kelaparan, bencana alam, serangan musuh dan laij sebagainya. Untuk kondisi ini ada tidak nya harta di Baitul Mal tidak menggugurkan atau pun menangguhkan penafkahannya.
Prinsin pengeluaran Baitul Mal yang mampu menyejahterakan rakyat dan jauh dari ketidak jelasan anggaran akan berjalan manakala negara benar benar menerapkan syariat Islam secara kaffah dibawah institusi Khilafah Islamiyyah.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tags
kolom opini