Oleh : Zunairoh
Akhir-akhir ini tindak kekerasan yang berujung pada pembunuhan marak terjadi di mana-mana. Diantaranya, aksi penganiayaan terhadap bayi kembali terjadi. Seorang bayi berusia empat bulan di Desa Mottoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Bati tersebut meninggal setelah dibanting ke lantai oleh seorang pria, Sabtu (22/10/2022) pukul 04.00 WITA. Akibat bantingan tersebut, sang bayi mengalami luka parah di bagian kepala (Tribunnwes.com, 23/10/2022).
Selain itu, pasangan suami istri di kota Medan, Sumatera Utara, diduga cekcok hingga sang istri tewas bersimbah darah di pinggir jalan Mandalaya By Pass, Kec. Medan Tembung, kota Medan, Sumatera Utara pada Sabtu (22 /10/2022) sekitar pukul 23.00 WIB. Lantaran diketahui oleh pengguna jalan yang melintas bahwa istri tewas akibat leher bagian belakang digorok oleh suami maka sang suami diamuk masa hingga kritis (Tv One, 23/10/2022).
Dan kasus yang ramai dibicarakan adalah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh eks Pendeta Muda Christian Rudolf Tobing terhdap temannya sendiri. Sebelum melakukan aksi pembunuhan, pelaku belajar tata cara membunuh tanpa suara agar tidak diketahui orang lain dari internet setelah itu Rudolf menghabisi Icha. Kemudian jasad Icha dibuang ke kolong tol Becakayu, Bekasi berinisial AYR alias Icha(36) (Tribunnwes.com, 23/10/2022).
Tak hanya itu, masyarakat sering kali dibuat resah oleh banyaknya aksi tawuran di jalanan oleh sekelompok remaja. Menurut Kapolsek Pesanggrahan Komisaris Polisi Nazirwan bahwa jajarannya berhasil mengamankan 6 orang remaja yang diduga merupakan pelaku tawuran di kawasan Jalan Bintaro Permai Raya pertigaan pojok Kodam Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Enam remaja tersebut berhasil di amankan pada Sabtu, 22 Oktober 2022 sekira pukul 03.00 WIB. “Pada saat diamankan ditemukan senjata tajam berbagai jenis, ujar Nazirwan (Tribunnews.com, 23/10/2022).
Dari beberapa tindak kekerasan di atas, terbukti bahwa semua bisa jadi pelaku baik remaja, dewasa, ibu atau ayah terhadap bayinya juga seorang pendeta. Kondisi buruk ini menunjukkan betapa mahal harga keamanan di negeri ini. Negara telah gagal memenuhi jaminan keamanan bagi rakyatnya. Padahal keberadaan negara seharusnya berperan sebagai pengurus (Raa’in) dan perisai (Junnah) bagi semua wargannya, termasuk dalam membina pribadi yang baik, beriman dan bertakwa.
Namun, inilah realita negara yang menerapkan sistem kapitalisme – sekuler, jaminan keamanan sulit didapatkan rakyatnya. Sistem kapitalisme ini terbukti hanya menghasilkan kerusakan baik secara pemikiran, peraturan dan perasaan di tengah-tengah masyarakat. Ada dua faktor yang menyebabkan kekerasan sering terjadi, yang pertama dari faktor individu pelakunya yakni tidak terbangunnya keimanan yang kuat sehingga para pelaku tidak takut dosa, berperilaku sebebasnya dan meremehkan nyawa manusia. Kedua, faktor lemahnya penegakan hukum oleh negara misalnya hukum tajam ke bawah (rakyat) dan tumpul ke atas (pejabat) , hukum bisa direkayasa atau dibeli atau hukum ringan yang tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Jika kedua faktor di atas dibiarkan berlarut-larut akan mengakibatkan masyarakat semakin rusak. Begitu mudahnya menghilangkan nyawa manusia menunjukkan masyarakat dalam titik nadir. Oleh karena itu, selama sistem kapitalisme–sekuler diterapkan di negeri ini maka kekerasan hingga pembunuhan akan terus berulang.
Berbeda dalam sistem pemerintahan Islam jaminan keamanan diberikan gratis kepada rakyatnya. Institusi tertinggi dalam Islam yang disebut Khilafah memiliki tanggung jawab penuh untuk melindungi rakyatnya. Sebagai perisai (tameng) negara akan mencegah segala tindakan yang dapat merusak atau membahayakan negerinya. Selain itu Khilafah juga memiliki tanggungjawab menciptakan suasana aman dan tentram. Sebab abai dan lengahnya negara di dalam melakukan kontrol terhadap rakyat dapat mengakibatkan keresahan di mana-mana. Dengan penjagaan yang dilakukan negara yang menerapkan hukum Islam maka peluang terjadinya tindak kekerasan, pembunuhan dan tindakan brutal dapat dicegah dengan tindakan tegas oleh Khalifah.
Islam telah memberikan jaminan harta, darah dan kehormatan nyata bagi setiap warga negaranya. Rasul saw bersabda : “Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim. (HR. An Nasa’i). Hadist tersebut terealisasi dalam syariat Islam tentang sangsi di mana pelaku pembunuhan dalam Islam mendapat hukuman yang keras. Ada tiga jenis sangsi pidana sesuai syariat bagi pelaku pembunuhan. Hal ini tergantung pada pilihan yang diambil dari keluarga korban yaitu hukuman mati atau qishas, membayar diyat (tebusan atau uang darah) dan memaafkan (al ‘afwu). (Abdur rahman Al-Maliki, Nizham Al ‘Uqubat, halaman 91 &109).
Sangsi yang tegas tersebut berfungsi sebagai jawabir (penghapus dosa) dan zawajir (pembuat efek jera). Sehingga masyarakat tidak akan mau melakukan kejahatan yang serupa. Maka rasa aman bagi setiap warga negaran akan mudah didapatkan di negeri ini jika diterapkannya hukum Islam yang mampu menjamin rasa aman seluruh warganya.