Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial dan Keluarga
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan sosialisasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) kepada masyarakat. Mengusung tajuk ‘Kumham Goes to Campus’, kali ini Kemenkumham menyambangi Universitas Sumatera Utara (USU), Medan, pada Kamis, 13 Oktober 2022. Ditunjuknya Kampus USU sebagai tempat sosialisasi bertujuan untuk berdialog dengan Mahasiswa akan RUU KUHP.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy O.S. Hiariej menjelaskan, kegiatan Kumham Goes to Campus sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang mengamanatkan kepada Tim Penyusun RUU KUHP untuk berdialog kepada masyarakat, khususnya mahasiswa.
Lebih lanjut Wamenkumham menerangkan tiga alasan mengapa Indonesia harus mempunyai KUHP yang baru. Menurut Wamenkumham, KUHP sekarang yang digunakan Polisi, Jaksa, dan Hakim di pengadilan adalah KUHP yang dibuat tahun 1800. Selain itu, lanjut Wamenkumham, hukum pidana digunakan sebagai sarana balas dendam. Sementara telah terjadi perubahan paradigma hukum pidana secara universal.
Yang ke dua, Wamenkumham mengatakan, saat ini KUHP yang digunakan sudah berumur 220 tahun, sudah out of date. Dan yang ke tiga, dan ini yang paling serius menurut Wamenkumham, yakni berkaitan persoalan kepastian hukum.
Kalau kita perhatikan, secara kasat mata ada pragmatisme politik membidik mahasiswa demi meraih dukungan pengesahan RKUHP dari kalangan kampus yang ditargetkan pada akhir 2022. Ini karena salah satu kunci keberhasilan pengesahan undang-undang ada pada sosialisasi masif kepada kalangan kritis dan idealis. Dengan kegiatan ‘Kumham Goes to Campus’, mahasiswa akan merasa bangga dilibatkan dan aspirasinya diserap oleh pemerintah. Ini terjadi setelah selama ini upaya pengesahan RKUHP selalu terganjal aksi publik menolak pengesahan RKUHP, termasuk dari kalangan mahasiswa.
Sedikitnya ada 14 pasal krusial RKUHP yang masih menjadi perdebatan publik. Sehingga, misi RKUHP sebagai upaya dekolonisasi terhadap KUHP warisan Belanda hanyalah dalih ambisi mempercepat pengesahan RKUHP.
Menjadi penting menyadari bahwa misi demokratisasi dan modernisasi bertolak belakang dengan misi Islam. Juga kontraproduktif dengan dakwah Islam politik di kalangan pemuda. Dakwah Islam politik mengemban misi Ilahiyah, membangun manusia berkarakter muslihun (memperbaiki keadaan yang rusak dengan Islam). Misi Islam bukan mempertahankan nilai dan sistem demokrasi yang telah membuat bencana kemanusiaan di seluruh dunia. Misi Islam ini selaras mewujudkan karakter mahasiswa sebagai the agent of change yang hakiki. Jadi semestinya kekritisan mahasiswa harus bersifat holistik dan paradigmatis.
Untuk itu, garansi agar mahasiswa mampu membedah kerusakan RKUHP secara mendasar tanpa tertipu rekayasa politik penguasa, hanya terwujud bila mahasiswa mengambil ideologi Islam sebagai pisau bedah masalahnya. Dan perlu kita ingat, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang penduduknya berbondong-bondong masuk Islam tanpa penaklukan negara Islam, Khilafah Islamiah. Oleh sebab itu, undang-undang dan hukum pidana yang tepat dan layak bagi bangsa Indonesia adalah sistem hukum Islam.
Wallahu a’lam bi ash showab.