KKB Di Papua Kembali Berulah, Mengapa ini Terjadi?




Oleh: Tri S, S.Si


Seorang prajurit TNI berinisial Serka IDW mengalami luka tembak oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua, pimpinan Numbuk Telenggeng. Saat peristiwa terjadi, aparat TNI sedang melaksanakan patroli gabungan di Gereja Golgota Gome, Ilaga, Papua Tengah, Minggu (13/11).
“Bahwa benar telah terjadi penembakan oleh gerombolan KKB dari kelompok Gome Pimpinan Numbuk Telenggeng kepada Aparat Keamanan yang sedang melaksanakan Patroli Gabungan di sekita Gereja Golgota Gome di Ilaga pukul 09.00 WIT, mengakibatkan satu personel TNI atas nama Serka IDW mengalami luka tembak pada paha kanan,” kata Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Kaveleri Herman Taryaman dalam keterangannya (JawaPos.com, 13/11/2022).


Rezim yang tidak serius menangani pembunuhan di Papua adalah rezim tidak bertanggungjawab. Pemerintah dan komando di Jakarta yang masih berbaik-baik dengan separatis KKB Papua adalah kekeliruan fatal. Apalagi berfikir akan merangkul dan menganggap para pembantai sebagai saudara. Ini bukan kasus main-main sehingga dapat dilakukan pembiaran atas kejahatan serius yang dijalankan dan digerakkan oleh kelompok pemberontak atau separatis KKB Papua. Perjuangan untuk memisahkan diri dari NKRI adalah perbuatan makar yang harus ditumpas.


Jika dibandingkan dengan perlakuan pemerintah terhadap kaum Muslim, sungguh sangat bertolak belakang. Terlihat jelas adanya ketidakadilan pemerintah dalam menyikapi permasalahan antara kaum muslim dan anggota KKB. Jika pelaku penembakan adalah kaum muslim, pasti akan dicap sebagai teroris. Namun, jika pelaku penembakan adalah non-muslim maka dikatakan mereka bukan teroris. Jika kaum muslim berdakwah untuk menerapkan Islam kaffah, maka dikatakan sebagai pemecah belah NKRI dan anti-pancasila. 


Namun, faktanya TPN-OPM yang telah menyatakan memerangi militer, ingin memisahkan diri dari Indonesia, dan telah nyata melakukan perbuatan kriminal masih disebut sebagai kelompok kriminal bersenjata, tidak dianggap mengancam NKRI dan anti-pancasila. Hal ini menunjukkan bahwa definisi anti-pancasila dan anti NKRI merupakan persepsi tunggal dari penguasa yang seharusnya dikritisi oleh kaum muslim.


TPN-OPM telah bediri sejak tahun 1960-an dan sampai saat ini hanya memiliki anggota yang sedikit. Jika pemerintah tegas untuk membasmi mereka, pasti permasalahan ini akan selesai dengan mudah. Namun, lambatnya pemerintah dalam menangani permasalahan ini justru memberikan ruang kepada mereka untuk berkembang. Jika hal tersebut dibiarkan, maka dengan mudahnya pemerintah akan kehilangan potensi besar berupa sumber daya alam yang dimiliki Papua.


Jika kemudian hari Papua berhasil memisahkan diri, apakah pemerintah kita bisa dikatakan berhasil? Padahal negara-negara kapitalis, sebut saja salah satunya AS dengan surga emas Freeport di tanah itu, siap menguasai mereka dengan bantuannya untuk memerdekakan mereka. Tentu saja, politik balas budi pasti akan berlaku. Lalu, masih santai kah penguasa menghadapi permasalahan ini? Di mana kegarangan ‘gebuk' siapapun yang melawan Pancasila saat ini? Bukankah “persatuan Indonesia” sedang dikoyak oleh OPM di depan mata mereka?
Pantas untuk kita renungkan bersama dengan akal sehat, di mana letak saktinya Pancasila dan kuatnya NKRI bila hanya dimaksudkan untuk menggebuk dan membungkam suara Islam yang mengkritisi kerusakan penguasanya. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak