Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Jenazah para korban, yang diyakini menderita serangan jantung, ditutupi di distrik kehidupan malam populer Itaewon di Seoul, Korea Selatan, Minggu (30/10/2022). Data terbaru yang dirilis pihak berwenang menyebut setidaknya 149 orang telah tewas dan 150 orang lainnya terluka dalam tragedi Halloween Itaewon.
Presiden Joko Widodo menyampaikan belasungkawa atas tragedi Halloween yang menewaskan 149 orang di Itaewon, Korea Selatan, Sabtu (29/10/2022) malam waktu setempat.
Hal itu disampaikan Kepala Negara dalam bahasa inggris melalui di akun Twitter-nya, Minggu (30/10/2022).
Jokowi menyatakan bahwa Indonesia bersama rakyat Korea Selatan sangat berduka. Ia pun berharap korban yang terluka bisa segera pulih.
"Deeply saddened to learn about the tragic stampede in Seoul. My deepest condolences to those who lost their loved ones. Indonesia mourns with the people of South Korea and wishes those injured a speedy recovery," tulis Jokowi, Minggu.
Ungkapan duka cita seorang penguasa sebenarnya tidaklah salah, namun yang menjadi perhatian adalah, sikap penguasa yang justru lebih prihatin dan lebih peduli kepada rakyat negara lain dibandingkan terhadap nasib rakyatnya sendiri, adalah keprihatinan yang miris lagi menyayat hati.
Sebelum terjadi tragedi Halloween Itaewon, beberapa waktu lalu publik juga dihadapkan dengan tragedi Kanjuruhan yang memakan korban meninggal dalam jumlah besar. Penguasa justru saling berlepas tangan terkait tanggung jawab dari kejadian naas tersebut.
Aparat keamanan pun juga mencari-cari dalih untuk menutupi kesalahannya.
Bahkan sama sekali tidak ada pernyataan "pemerintah bersama korban Kanjuruhan".
Tak hanya itu, keprihatinan selanjutnya adalah penguasa juga membiarkan perayaan serupa di Indonesia. Padahal perayaan tersebut merupakan budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat, tidak sesuai dengan akidah penduduk negeri ini yang mayoritas muslim, bahkan bisa dikatakan tidak memberi manfaat apapun terhadap pembangunan karakter pemuda masa depan.
Sebab, perayaan-perayaan semacam itu hanya mengedepankan kesenangan saja, tidak jarang pula dalam perayaan tersebut kerap diikuti dengan konsumsi miras, narkoba, free sex, dan sejenisnya. Inilah merupakan potret penguasa yang abai akan proses pembinaan karakter para pemudanya. Padahal kaum pemudalah yang akan membangun peradaban bangsa pada masa yang akan datang.
Hal tersebut wajar terjadi karena tidak lepas dari sistem kepemimpinan saat ini, yakni sekulerisme-kapitalisme. Sistem ini tak mempedulikan lagi tolok ukur agama dalam sebuah amal perbuatan. Karena sekulerisme-kapitalisme telah memisahkan agama dari kehidupan, orientasi kehidupan manusia hanya diarahkan untuk mencari kesenangan fisik (jasadiyah), tanpa melihat lagi halal haram dan baik buruk aturan agama.
Jadilah pemuda yang berperilaku permisif, yang gila mencari kesenangan sesaat. Dan semua itu diperparah dengan negara sekulerisme-kapitalisme yang berkarakter abai terhadap urusan masyarakat.
Berbeda dengan negara Islam ( Khilafah) ketika memperhatikan urusan generasi, Khilafah sebagai institusi negara akan melindungi generasi-generasinya dari pemikiran-pemikiran asing, budaya-budaya asing, gaya hidup orang-orang asing, dan semua hal dari asing yang dapat merusak akidah serta akhlak mereka.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Rasulullah Saw bersabda : "Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, dimana orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya,"(HR. Mutafaqun alaih).
Berdasarkan dalil tersebut, Khilafah bertanggung jawab atas pembentukan kepribadian generasi melalui berbagai mekanisme, baik dunia pendidikan maupun luar pendidikan. Dalam pendidikan, Khilafah akan menerapkan pendidikan Islam yang memiliki kurikulum harus melahirkan generasi yang berkepribadian Islam.
Artinya, setiap anak didik dalam lembaga pendidikan Khilafah akan memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai syariat Islam. Anak-anak tak akan lagi terpengaruh oleh pemahaman, pemikiran, serta budaya asing semisal sekulerisme, kapitalisme, hedonisme, perayaan Haloween, dan sejenisnya. Sebab mereka paham bahwa yang demikian itu adalah termasuk tasyabuh bil kuffar (menyerupai kaum kafir) yang haram bagi seorang muslim untuk mengikutinya.
Dari sistem pendidikan ini, anak-anak akan dibentuk jadi sosok-sosok manusia yang peka terhadap permasalahan umat. Mereka juga akan dibekali ilmu-ilmu alat sehingga bisa survive mengarungi kehidupan. Sehingga dari sistem pendidikan Islam, lahirlah generasi yang paham bahwa kemuliaan hidupnya terletak pada sebarapa besar dirinya menghabiskan hidupnya hanya untuk Islam dan kaum muslimin.
Mindset ini yang membuat mereka akhirnya fokus menjadikan diri agar senantiasa terikat hukum syariat tatkala mengembangkan potensi yang mereka miliki.
Pendidikan Islam akan menguak bobrok dan batilnya pemikiran Barat, sehingga para generasi Islam akan muak dengan sendirinya terhadap ide-ide asing Barat yang terus menghantui.
Selain itu, perhatian Khilafah pada generasi terhadap ide-ide asing, juga terwujud dari penjagaan media. Media dalam Khilafah digunakan untuk memberikan pendidikan bagi umat, menjaga akidah dan akhlak, serta menyebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat.
Sehingga konten yang memuat segala yang dapat merusak akhlak dan agama akan dilarang untuk tayang.
Kontrol sosial masyarakat Khilafah yang aktif melakukan amar ma'ruf nahi mungkar pun juga akan semakin menguatkan kepribadian Islam generasi. Dengan demikian, hanya Khilafah yang sanggup membina kalangan pemuda untuk menjadi generasi mulia, sehingga mereka bisa terhindar dari kejadian tragis yang merenggut nyawa dengan sia-sia.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini