Kapitalisme Melahirkan Pejabat Korup, Dari Atasan Hingga Bawahan




Oleh Erfi Novi sidhawati, ST



Budaya korup ternyata tidak hanya terjadi di kalangan pejabat atas tetapi juga dikalangan bawah. Sebanyak 12 mantan kepala desa (kades) dari Kabupaten Ogan Ilir (OI) dan Ogan Komering Ilir (OKI) ditangkap Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumsel. Mantan kades tersebut diduga terlibat kasus korupsi dana bantuan kegiatan fasilitas lapangan olahraga yang diberikan oleh Kemenpora RI pada tahun 2015 lalu (Tribunnews.26/10/2022).


Terbongkarnya dugaan tindak pidana korupsi tersebut berawal dari ditemukannya penyimpanan dalam proses pembangunan, proposal, penetapan penerima proposal, dan penetapan penerima fasilitas. Serta tidak sesuai dalam pelaporan dan pertanggungjawaban pembayaran pelaksaan pekerjaan dengan persekmenpora nomor 1459 tahun 2015 tentang lapangan.

Terungkapnya korupsi oleh para bupati ini merupakan bentuk konfirmasi bahwa korupsi berjamaah itu bukan fenomena langka di alam demokrasi. Fakta tersebut bermakna bahwa praktik korupsi terjadi dari tingkat pemerintahan (atas) hingga tingkat desa (bawah). Hal ini menyatakan bahwa semua lini merata terjadi tindak pidana korupsi. Jelas sudah terbukti sistem demokrasi telah berhasil mencetak tikus-tikus penggerogot hak rakyat tanpa main-main hingga ke pejabat bawah. Materi yang menjadi driving motif (pengendali) segala sesuatu sehingga mendorong perilaku korupsi terjadi. Terlebih sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia politik itu menjanjikan raihan materi yang jauh lebih cepat dan lebih besar. Sebab dalam dunia politik yang dikendalikan oleh materi ini, politik itu bergerak menjadi satu industri yang melibatkan banyak sekali proyek pembangunan dan sumber daya.

Pemberantasan korupsi akan terus menjadi harapan kosong di dalam sistem politik sekuler demokrasi yang korup saat ini. Aturan demokrasi telah berhasil mencetak tikus-tikus berdasi di tatanan birokrasi. Dengan alasan membela rakyat mereka menerima mandat, tetapi tuntutan kepentingan telah mendorong mereka melakukan tipu muslihat. Sistem kehidupan sekuler menghasilkan pemimpin rakus, tak takut dosa, dan kerap berkhianat atas kepemimpinannya. Sistem demokrasi yang berbiaya mahal juga turut andil menyuburkan korupsi. Berbagai upaya yang telah dilakukan dari pencegahan hingga pembentukan lembaga antikorupsi. Nyatanya tindakan tersebut tidak mampu menghilangkan korupsi di negeri ini.

Islam hadir untuk memberikan solusi bagi manusia dimuka bumi. Sistem pemerintahan yang berdasarakan ideologi islam dan berasal dari aturan sang pencipta (Allah SWT). Aturan diambil dengan dorongan iman, bukan kepentingan. Sistem yang berasal dari Allah tersebut yakni Khilafah. Khilafah adalah model kepemimpinan yang satu bagi kaum muslimin yang telah terbukti 13 abad mampu mengayomi dunia. Islam melakukan tindakan preventif (pencegahan) dan kuratif untuk mengatasi permasalahan ini.

Beberapa tindakan preventif yang dapat dilakukan dalam upaya mencegah tindakan korupsi menurut sistem islam yakni dimulai dari memilih aparat negara berasaskan kemampuan mengemban amanah atau tugas. Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya dengan ketakwaan hakiki. Individu bertakwa dan masyarakat amar ma’ruf nahi munkar akan menjadi habits yang mampu menyokong negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana hukum Islam.  Selain itu, untuk menjamin kehidupan para aparatnya negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak. Rasulullah saw bersada, “Siapa saja yang bekerja untuk kami, tapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Kalau tak punya istri, hendaklah dia menikah. Kalau tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR Ahmad). 

Islam melarang para aparat menerima suap dan hadiah karena apa yang diambil diluar dari gaji mereka merupakan harta yang curang dan bagian dari kekufuran. Menurut Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al Amwal fi Daulah Khilafah menyebutkan, untuk mengetahui apakah pejabat dalam instansi pemerintahan itu melakukan kecurangan atau tidak, maka ada pengawasan yang ketat dari Badan Pengawasan/Pemeriksa Keuangan. Khalifah Khalifah Umar bin Khaththab ra. mengangkat Muhammad bin Maslamah sebagai pengawas keuangan. Tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat negara.

Islam juga menindak tegas ketika perilaku korupsi tersebut terjadi dengan memberikan hukuman yang tegas dan setimpal. Hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zir, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim. Bentuknya mulai dari yang paling ringan, seperti nasihat atau teguran, sampai yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat-ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan (Abdurrahman al-Maliki, Nizham al-‘Uqubat, hlm. 78-89). Penerapan hukum Islam bersifat jawabir (penebus) dan zawajir (pencegah). Hukuman yang melanggar syariat dilakukan untuk menebus dosa-dosanya (jawabir), selain itu  juga untuk menjaga orang lain berbuat hal yang sama (zawajir).
Demikianlah strategi Islam memangkas dan memberantas korupsi.  Dengan penegakan syariat Islam secara menyeluruh, korupsi dan kriminalitas lainnya dapat dibasmi hingga tuntas.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak