Kapitalisme Global Menanti Ajal




*Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)


Daya beli tujuan ekspor yang melemah, memberi efek domino pada industri dalam negeri. Yaitu pabrik tekstil dan produk tekstil nasional. Hal ini tercermin dari pembelian TPT selama 2 bulan terakhir dilaporkan anjlog sekitar 30% dibandingkan September-Oktober 2021. Kondisi ini kemudian berbuntut pada pemangkasan jam kerja pada 45.000 orang buruh industri TPT yang sudah dirumahkan hingga saat ini.

Jumlah tersebut berasal dari hulu ke hilir industri TPT, bukan hanya anggota API namun ada pabrik pemintalan, penclupan, tenun, dan garmen. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja mengatakan, ada beberapa pabrik yang sudah meliburkan karyawan Sabtu-Minggu, ada juga yang kini hanya kerja 4-5 hari seminggu, hingga mematikan 1 hingga 2 lini produksinya.

Kondisi ekonomi global memang tidak stabil saat ini, laporan terbaru IMF menyebutkan kondisi ekonomi tahun 2023 akan lebih suram dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 3,2% dan perkiraan tahun depan hanya tumbuh 2,9%. Hal ini disebabkan tiga penggerak ekonomi global yakni Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa mengalami tekanan yang berat, seperti inflasi, krisis energi, dan stagnasi ekonomi disebabkan Covid 19 policy.

Negara-negara kapital tersebut tidak bisa bertahan dari berbagai goncangan karena menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini berdiri di atas sektor ekonomi non-riil dan sistem keuangan yang ribawi serta bersifat judi, seperti transaksi valuta asing (forex), pasar modal, mata uang berbasis dolar/fiat money, dan kapitalisasi komoditas yakni jual-beli barang riil seperti batubara dan kelapa sawit.

Pilar-pilar tersebut menyebabkan bubble economic effect, yaitu pertumbuhan ekonomi memang cepat namun rapuh dan ringan. Ketika ekonomi terus membumbung tinggi dia akan meletus dan terjadi kegoncangan ekonomi. Kondisi ini akan terus berulang, terbukti saat ekonomi kapitalis diterapkan terhitung sejak paruh kedua abad 19, tepatnya tahun 1976 hingga sekarang, ekonomi dunia telah mengalami resesi tidak kurang dari 14 kali. Jika dirata-rata, maka setiap10 tahun terjadi resesi ekonomi global.

Resesi yang menekan negara-negara kapital berdampak pada negara dunia ketiga, khususnya yang memiliki keterikatan yang kuat dengan negara-negara tersebut, seperti Indonesia. Apabila ekonomi negara kapital tersebut melemah, maka ekspor Indonesia akan turun, harga-harga komoditas primer juga akan cenderung turun akibat melemahnya permintaan global.

Seperti yang dialami oleh pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. Akibatnya pemangkasan tenaga buruh menjadi solusi pabrik demi efisiensi pemasukan dan pengeluaran tidak terelakan. Dan efek domino lainnya adalah angka pengangguran akan naik, kehidupan rakyat tidak sejahtera, kriminalitas bisa semakin banyak, angka kelaparan naik, dan daya beli masyarakat turun.

Dengan demikian, ekonomi dalam negeri akan terus dihantui ketidakstabilan ekonomi, ketidakstabilan nilai tukar, kerentanan sektor finansial, di samping distribusi ekonomi yang semakin timpang.

Sebenarnya masalah tersebut sangat mudah teratasi jika umat menerapkan sistem ekonomi Islam yang secara praktis diterapkan oleh Daulah Khilafah. Secara fakta, selama 1300 tahun berdiri, Daulah Khilafah juga pernah mengalami keguncangan ekonomi seperti tahun paceklik di masa Khalifah Umar bin Khatab, namun Khilafah tetap bisa memberikan jaminan hidup terbaik untuk rakyatnya. Bahkan ketika dalam kondisi stabil seperti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tidak ditemukan satu orang pun yang berhak menerima zakat.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa ekonomi yang dibangun berdasarkan syariat Islam membawa kestabilan, kesejahteraan, dan keberkahan untuk umat. Sistem ekonomi Islam tidak dibangun dari ekonomi sektor non riil, sistem ribawi, dan spekulasi atau judi, karena konsep tersebut menimbulkan kerusakan sebagaimana hari ini dan juga Allah telah mengharamkannya.

Ekonomi Islam dibangun di atas sektor ekonomi riil. Dari sektor ini akan lahir produksi barang dan rekrutmen tenaga kerja, sehingga akan membuka lapangan pekerjaan. Sementara pemilik modal, kekayaannya hanya akan bertambah jika bertemu dengan sektor produksi barang dan jasa bukan dengan spekulasi.

Konsep ini akan menuntut terjadinya pergerakan dan pertumbuhan ekonomi secara nyata, disamping itu, arah dan tujuan ekonomi politik Islam menjamin seluruh kebutuhan rakyat terjamin. Untuk kebutuhan dasar pokok seperti sandang, pangan, dan papan Khilafah akan menjaminnya secara tidak langsung. Yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang luas, sehingga setiap laki-laki yang memiliki tanggung jawab mencari nafkah bisa memenuhi kehidupan keluarganya secara ma'ruf.

Kebijakan ini akan membuat ekonomi rumah tangga berjalan dengan lancar. Adapun kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan Khilafah akan menjaminnya secara mutlak. Artinya, Khilafah yang akan menyediakan dan membiayai semua fasilitas tersebut sehingga semua warga negara bisa mengaksesnya dengan gratis dan berkualitas.
Jaminan ini akan membuat masyarakat terhindar dari krisis pangan, energi, dan sebagainya. 

Ekonomi Islam juga mewajibkan standar mata uang logam (dinar dan dirham) serta larangan penimbunan harta kekayaan. Islam juga membagi kepemilikan harta menjadi tiga bagian yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Masing-masing kepemilikan ini tidak boleh diutak-atik harus sesuai peruntukannya. Pembagian kepemilikan ekonomi Islam akan menutup celah kapitalisasi dan hegemoni negara kapital dan korporat. Penerapan ekonomi Islam akan membuat negeri kaum muslimin mandiri, dan terbebas dari efek-efek domino negara-negara kapitalis.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak