Oleh : Ummu Aqeela
Media sosial digemparkan dengan isi surat cinta anak SD kelas 6 yang lagi viral di twitter dan TikTok dan tidak di sensor. Isi surat cinta anak SD kelas 6 yang lagi viral di twitter dan TikTok ternyata bikin miris para orang tua kepada anak yang masih tak cukup umur. Tak hanya orang tua, ternyata banyak netizen yang tak habis pikir dengan isi surat cinta anak SD kelas 6 yang lagi viral di Twitter dan TikTok tersebut.
Dilansir JatimNetwork.com dari berbagai sumber, pasalnya sisi surat cinta anak SD yang lagi viral di twitter dan TikTok dibagikan oleh akun base anonim @tanyakanrl pada 1 November 2022. Ternyata isi surat anak Sd yang viral tersebut mengundang kontroversi serta hujatan netizen hingga mengelus dada karena geram. Sebab dalam surat tersebut memuat tulisan seksual yang semestinya tak layak ditulis bahkan dipikirkan seorang anak-anak. Ini membuktikan bahwa darurat moral sudah makin menjadi. Bahkan sudah menjalar tidak hanya orang dewasa bahkan anak-anak usia dini. Banyak hal yang harus dimuhasabahi. Kita sebagai orang tua bahkan sampai negara juga sebagai pengayomnya.
Sebagai seorang Muslim, tentu tidak ada panduan yang lebih diutamakan dalam mengambil keputusan selain Al-Qur’an. Hal ini penting, mengingat Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang absolut benar. Mengikutinya secara totalitas berarti menyiapkan diri dan keluarga dalam kebahagiaan. Dan, menolaknya, berarti menjerumuskan diri dan keluarga dalam kesengsaraan.
Oleh karena itu, mau bagaimanapun dunia ini diwarnai oleh hasil karya cipta manusia, seorang Muslim tidak akan pernah bergeser dari menjalani hidup sesuai dengan tuntunan Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Termasuk dalam hal menentukan prioritas dalam mendidik anak. Dalam masalah pendidikan, Islam meletakkan pendidikan akidah di atas segala-galanya.
Orangtua mesti sadar bahwa anak-anak kita saat ini adalah target dari upaya sekulerisme peradaban Barat. Untuk itu, sejak dini, anak-anak kita sudah harus memiliki kekuatan akidah sesuai dengan daya nalar dan psikologis mereka. Oleh karena itu, tahapan dalam menguatkan akidah anak harus benar-benar kita utamakan. KH. Zainuddin MZ berpesan dalam salah satu pencerahannya, “Didik mereka dengan jiwa tauhid yang mengkristal di dalam batinnya, meresap sampai ke tulang sumsumnya, yang tidak akan sampaipun nyawa berpisah dari badannya, akidah itu tidak akan terpisah dari hatinya. Bahkan dia sanggup dengan tegar berkata, ‘Lebih baik saya melarat karena mempertahankan iman dari pada hidup mewah dengan menjual akidah.”
Akidah Islam merupakan harta yang tak ternilai harganya bagi seorang Muslim. Sebab, ia adalah pangkal dari seluruh keluhuran dan kebajikan. Tanpa iman, manusia laksana bangkai hidup yang tak memiliki nilai dan harga sedikitpun. Atas dasar itu, Allah dan Rasul-Nya telah mewajibkan seorang Muslim untuk menjaga akidahnya dengan sungguh-sungguh dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun.
Walaupun keluarga dianggap entitas terkecil dari masyarakat, peran dan andilnya dalam menjaga akidah tidak bisa dianggap remeh. Bahkan saat ini, pada saat umat Islam tidak bisa berharap banyak kepada masyarakat dan negaranya, keluarga adalah benteng pertahanan yang bisa dihandalkan untuk melindungi akidah generasi Muslim. Pasalnya, keluarga adalah tempat seorang anak pertama kali bersinggungan dengan pengetahuan, kebiasaan dan perilaku tertentu yang kelak sangat menentukan cara pandang, kebiasaan dan perilakunya di tengah-tengah masyarakat.
Peran orangtua Muslim dalam menjaga akidah generasi adalah:
Pertama, menjadikan rumah sebagai tempat dan sarana untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian islami pada diri anak. Dengan itu anak mampu membentengi dirinya dari pengaruh-pengaruh buruk yang ada di sekitarnya.
Kedua, membangun relasi islami di antara anggota keluarga dan lingkungan sekitar dengan cara menerapkan syariah Islam dalam lingkup individu dan keluarga; juga bersama keluarga-keluarga lain bahu-membahu menciptakan suasana islami serta menegakkan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah keluarga dan lingkungan sekitar.
Ketiga, melakukan edukasi dini yang ditujukan untuk:
(1) menanamkan pokok-pokok akidah Islam pada diri anak hingga anak menjadikan akidah islamiyah sebagai tolok ukur tindakannya;
(2) memahamkan hukum-hukum syariah pada diri anak agar ia memahami pentingnya terikat dengan syariah Islam dalam seluruh amal perbuatannya;
(3) membangun militansi anak sehingga anak berani melakukan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakatnya serta mengubah semua hal yang bertentangan dengan syariah Islam.
Untuk itu agar setiap individu masyarakat berjalan di atas hukum-hukum Allah dan pencegahan terhadap setiap bentuk kemaksiatan bisa berjalan secara maksimal, negara mutlak harus turut campur. Pasalnya, kemampuan individu atau sekelompok individu dalam menegakkan yang makruf dan mencegah kemungkaran amatlah terbatas. Bahkan dalam batas-batas tertentu, individu dan masyarakat tidak mampu melenyapkan semua kemaksiatan yang ada di tengah-tengah masyarakat.
Islam telah menetapkan negara sebagai institusi yang bertanggung jawab sepenuhnya dalam menjaga akidah umat, melaksanakan hukum-hukum syariah dan menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi saw.:
اَلإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin itu adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR al-Bukhari).
Tugas pengurusan rakyat tidak akan sempurna jika pemimpin negara tidak ikut campur dalam mengelola dan mengatur urusan-urusan rakyat, termasuk di dalamnya urusan menjaga akidah umat. Campur tangan negara dalam melindungi akidah umat adalah mutlak demi menjaga individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dan ini hanya bisa terwujud ketika sebuah negara melaksanakan penuh syari’at Islam secata kaffah. Karena dengannyalah akidah umat secara keseluruhan mampu terjaga.
Wallahu’alam bishowab